Upacara
Meprani yang dilakukan di bale banjar sehari menjelang Nyepi adalah satu dari
rangkaian Kesanga yang diawali dengan melis, mecaru, meprani, mabiakala, ngerupuk,
nyepi, ngembak geni.
Meprani
dalam rangkaian kesanga dilakukan pagi hari diawali dengan “pemarisuda bhumi”
(penyucian bhuana agung) dalam ruang lingkup banjar, bersaranakan caru eka sata
(ayam brumbun). Dilengkapi dengan banten “durmanggala” sarana menyelaraskan energi
– energi kosmik. Dilanjutkan dengan “pengulapan”, untuk mengembalikan kekuatan
dan energi - energi alam ke posisi masing – masing. Setelah itu “ngelis” dan “prasita
/ prayascita” untuk membersihkan dan menyucikan segala yang ada di bhuana agung,
sekala dan niskala.
Dalam
ruang lingkup yang lebih luas dilanjutkan dengan caru di “catus pata desa” bersaranakan
“caru panca sata”. Lebih luas lagi pada tingkat kabupaten / kota melaksanakan “tawur”
di pusat kota. Dengan harapan alam semesta kembali dalam kesimbangan / stabil
yang dalam bahasa Bali disebut “gumi degdeg / enteg dan suci nirmala, sekala
niskala. Itulah mengapa disebut dengan “Pemarisuda Bhumi”
Kembali
masalah meprani. Prani memiliki pengertian yakni “mahluk” (sarwa prani).
Sedangkan dalam konteks upacara, prani memiliki makna “hidangan” yakni “soda
persembahan”. Bentuknya adalah gebogan kecil yang berisi nasi dilengkapi lauk
(umumnya lawar, sate, ares). Banten prani dihaturkan oleh setiap keluarga. Banten
prani kemudian di-astawa oleh jero mangku dan di-ayab oleh seluruh krama.
Upacara
Meprani adalah ungkapan bhakti dan syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi dengan
mempersembahkan hidangan (prani) untuk memohon kesejahteraan semua mahluk
(sarwa prani). Setelah dilakukan bhakti pepranian, krama banjar beramahtamah, makan
bersama menikmati “prani” (hidangan) yang sudah dipersembahkan sebagai simbol
anugrah “amerta” Ida Sanghyang Widhi Wasa. Upacara meprani ini memiliki nilai
sosial yakni kebersamaan antar warga, terwujudnya Tri Hita Karana, yakni keharmonisan
antara manusia dengan Hyang Widhi, manusia dengan sarwa prani dan semesta,
serta keharmonisan antar warga. Harmonis secara sekala dan niskala.
Mecaru
dan meprani di pagi / siang hari adalah pembersihan Bhuana Agung, sedangkan
natab Biakala / Biakaon di rumah pada sore / sandikala adalah pembersihan
Bhuana Alit (angga sarira). Kurang lebih demikian. Ampura. Bayu sriat sriut iseng
iseng manyurat.
#GamaBali
#HinduBali #GamaTirta #SunarIgama #Prani #Meprani #GumiDegdeg
kanduksupatra.blogspot.com
No comments:
Post a Comment