Monday, August 21, 2017

INDONESIA – MALAYSIA Konfrontasi berkelanjutan




“Ganyang Malaysia” demikian kalimat konfrontasi terbuka yang muncuat dari bibir Presiden Sukarno, yang menggema sejak tahun 60-an sampai saat ini, teriring dengan pasang surutnya hubungan emosional antara Negara Malaysia dengan Indonesia. Konon bangsa serumpun, namun bukan rumpun bambu, tapi rumpun keladi. Menggenitkan, menggatalkan, dan menggeramkan, ketika sekian kali “saudara serumpun” itu berulah terhadap kedaulatan Negara Indonesia.
Ada apa sebenarnya ?
Persetujuan Manila antara FilipinaFederasi Malaya dan Indonesia pada 1961, dimana Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni InggrisSarawak dan Sabah. Inggris kemudian mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia. Presiden Sukarno berpendapat bahwa Malaysia hanya boneka Inggris. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Pemimpin pemberonta ditangkap dan pemberontakan berakhir.
Filipina dan Indonesia setuju pembentukan Federasi Malaysia asalkan diadakan referendum yang difasilitasi oleh PBB. Tetapi Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa turut campur orang luar. Tetapi Indonesia melihat hal ini sebagai pelanggaran Persetujuan Manila.
Semenjak itu terjadi demo anti Indonesia di Malaysia. Demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek – robek foto Sukarno, membawa lambing Negara Garuda Pancasila kehadapan Tuanku Abdul Rahman, perdana mentri Malaysia saat itu dan memaksanya untuk menginjak Garuda Pancasila. Amarah Sukarno pun meledak. Demo itu berlangsung di Kuala Lumpur  17 September 1963. Presiden Sukarno yang melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia dan mengutuk tindakan demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang negara Indonesia. Sukarno ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan “GANYANG MALAYSIA” melalui pidatonya yang bersejarah.

Pada 12 April 1964, sukarelawan Indonesia mulai memasuki arawak dan Sabah untuk menyebar propaganda. Tanggal 3 Mei1964 di rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
-          Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
-          Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia
Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng - "ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia. Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.
Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para perusuh membakar kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.
Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengoordinasi kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang terdiri dari unsure kesatuan dari KKO, AURI, RPKAD. Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan membunuh pasukan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan menumpas juga Pasukan Gerak Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, MuarJohor.
Di luar pertempuran, ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap, Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.
Sebagai tandingan Olimpiade, Sukarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di SenayanJakarta pada 10-22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di AsiaAfrikaEropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.
Pada Januari 1965Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalui perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (Operasi Claret).
Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.
Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.
Sedang konsentrasinya pasukan Indonesia menyerang Sabah, tiba tiba peristiwa besar terjadi di tanah air yakni peristiwa 30 September 1965. Indonesia tertikam dari belakang. Seandainya saja hal itu tak terjadi, bisa jadi Kalimantan seutuhnya menjadi bagian Indonesia, demikian juga semenanjung Malaya jadi Pangkuan Ibu Pertiwi Nusantara. (KandukSupatra/Dari berbagai sumber).

No comments:

Post a Comment