Thursday, November 16, 2017

Gandrung “Pingit” Di Pura Majapahit





“Gandrung” tari ini merupakan produk peradaban Bali kuno. Keberadaannya kini kian langka. Hanya ada di beberapa banjar di Denpasar yakni di Br. Tembau Kelod (Penatih), Br. Ketapian Kelod (Sumerta), Br. Suwung Batan Kendal (Sesetan), Br Monang Maning (Pemecutan Kelod).
Kemunculan Gandrung dahulu tak lepas dari situasi masyarakat feodal jaman itu, dimana sentralnya adalah puri (kraton). Saat itu dikembangkan tari yang kemudian disebut Legong Kraton. Tari ini hanya dipentaskan di puri yang sifatnya formal sebagai tari kerajaan.
Masyarakat yang berada di luar puri  kala itu juga memiliki naluri seni tinggi. Lalu diciptakan secara spontan sebuah tarian yang masih memakai pakem pelegongan, namun bersifat sebagai ekspresi rasa suka cita pergaulan di kalangan muda - mudi. Tari ini diberi nama Tari Gandrung yang berarti tari suka cita. Karakter tari ini lebih bebas, dilengkapi dengan “pengibing” mirip tari Jogged Bumbung. Bedanya, Gandrung masih memakai pakem pelegongan, sedangkan Jogged Bumbung tidak.
Awalnya Gandrung diiringi gambelan Semara Pegulingan seperti Legong Kraton, namun karena karakternya lebih bebas, maka pengiringnya memakai Gegrantangan (gambelan jogged). Penari Gandrung adalah laki laki yang mengenakan pakaian pelegongan.

Gandrung di Pura Majapahit
Keberadaan Tari Gandrung di Pura Majapahit, Banjar Munang maning, Desa Pemecutan Kelod, Denpasar Barat, sudah ada sejak tahun 1930-an. Konon didirikan oleh Pekak Daweg, sedangkan penari pertamanya adalah laki laki yang dipanggil Pekak Cekog. Generasi berikutnya sebagai penarinya yakni I Made Manda, menari sampai pada masa jayanya tari Gandrung di Pura ini sekitra tahun 1960 –an.
Sedangkan tabuh pengiringnya diciptakan oleh I Ketut Godra, yang menciptakan tabuh secara otodidak, tanpa meniru gambelan gandrung dari tempat lain. Tabuh gandrungnya yang khas Pura Majapahit itu diwariskan sampai sekarang. Sedangkan seka Tari gandrung di pura ini bernama “Seka Gandrung Ambek Suci”.
Jaman berganti jaman, para penari pun memberikan mandat kepada generasi berikutnya. Munculah penari gandrung I Made Yudana th 1980-an masih belia, bersama adiknya Kadek Agus Triantara. Generasi berikutnya adalah I Wayan Gede Dedi Merta. Tak berhenti sampai di sana, kini “taksu” di Pura Majapahit menunjuk I Komang Wahyu Nanda Pradipta sebagai penari Gandrung. Kini selain laki - laki, penari Gandrung di Pura Majapahit juga ada perempuan yakni Ni Luh Ayu Mika Widyanti, Ni Putu Heradiva Pramerti,dll.
Keberadaan tari Gandrung di Pura Majapahit sangatlah “pingit” (sakral). Hanya dipentaskan saat odalan yakni pada purnama kenem. Itupun diawali dengan adanya “pemuwus” (semacam pewisik) yang diterima dari jero mangku pura.
Demikian sebagai cerita pertama… ikuti lanjutannya bertajuk “Pemain Sepak Bola Jadi Penari Gandrung”. Hehe.. kok kayak senetron jadinya…. Ampura, foto yang disajikan “bureng” – kabur.

#TariGandrungBali #PuraMajapahit #PakemPelegongan #KesenianBali #BudayaBali #TariSakral kanduksupatra.blogspot.com




No comments:

Post a Comment