Thursday, February 22, 2018

TUMPEK WAYANG, Pakem Gama Tirtha





Saniscara Keliwon wuku Wayang disebut Tumpek Wayang. Hari ini adalah patirthan Ida Sanghyang Iswara / Sanghyang Samirana.
Sebelum Tumpek Wayang, pada hari redite wage wuku wayang adalah pertemuan antara Sang Sinta dan Sang Watugunung. Hari ini dinyatakan sebagai hari “leteh” / kotor, tidak baik untuk  penyucian.
Sehari sebelum Tumpek Wayang, sukra wage wuku wayang disebut “ala paksa” / “kala paksa”. Karena pada hari ini Sanghyang Kala sedang berada di bumi. Hari ini dikatakan “dina ala” hari tidak baik. Itulah sebabnya Sang Gama Tirtha (umat sedarma) pada hari jumat wage memasang “sesuwuk” yakni potongan daun pandan duri diolesi “apuh” / kapur sirih (bentuk tapak dara). Masang sesuwuk juga disebut “meselat” / “meselet”. Daun pandan diselipkan di setiap bangunan rumah dan pelinggih. Demikian juga, pada setiap orang mengoleskan kapur sirih di hulu hati (dada) berbentuk tapak dara.
Keesokan harinya, pada hari Tumpek Wayang, pagi - pagi sesuwuk dipunggut dikumpulkan dalam satu wadah berupa “sidi” (ayakan), diikat dengan benang tridatu. Sesuwuk yang sudah diikat ditaruh di “lebuh” / depan rumah, disertai segehan, api takep, “tri ketuka” (mesui, kesuna, jangu), disertai “payas pebersihan”. Mesui kesuna jangu kadangkala digantikan dengan “lulun pabuan” yakni perlengkapan menginang seperti sirih, mako, buah pinang, pamor, gambir.
Pandan duri adalah simbol permohonan kekuatan Sanghyang Wisesa. Kapur sirih adalah simbol permohonan kekuatan Sanghyang Darma. Bentuk “tapak dara” sebagai simbol permohonan kesucian. Benang tridatu sebagai simbol permohonan kekuatan bayu sabda idep serta mohon perlindungan kepada Sanghyang Tri Sakti. Api takep simbol permohonan perlindungan Sanghyang Brahma. Sidi (ayakan) simbol permohonan “ke-sidi-an” / kekuatan Sanghyang Maha Wisesa. Segehan sebagai sarana “nyupat” / “nyomia” kekuatan kala menjadi dewa. “Tri ketuka” (mesui, kesuna dan jangu) simbol kekuatan untuk menolak bala.  
Semua sarana itu merupakan wujud permohonan perlindungan kepada Sanghyang Maha Wisesa terhadap pengaruh negatif Kala. Juga sebagai sarana penyupatan kekuatan negatif di bhuana alit dan buana agung agar menjadi “somia” dan “nirmala”, bebas dari bahaya, bencana, penyakit, serta untuk mendapatkan “prayascita” / penyucian, di hari Tumpek Wayang.
Karena adanya unsur kekuatan Batara Kala dan pernak pernik penolak bala, inilah yang menyebabkan hari Tumpek Wayang sangat kental dengan nuansa magis, dibandingkan dengan tumpek yang lainnya.
Pada hari Tumpek Wayang, Sang Gama Tirtha maprakerti menghaturkan canang wangi - wangian di sanggah dan di atas tempat tidur, dilengkapi dengan segehan. Memuja Sanghyang Iswara memohon keselamatan, kerahayuan, serta kesucian.
Sang Gama Tirtha yang memiliki sarwa tetabuhan, gong, gender, gambang, pratima, “ringgit” / wayang, maprakerti menghaturkan suci, peras, ajengan ulam itik putih, sedah woh, canang raka, pesucian, dll. mengayat Sanghyang Iswara / Siwa. Sedangkan Sang Dalang maprakerti kepada dirinya sendiri natab sesayut, tumpeng guru, prayascita, penyeneng, mengayat Sanghyang Samirana / Siwa dalam prabawa sebagai pengayom para dalang.
Demikian dalam cakepan Pakem Gama Tirtha, Sapta Gama, dan Sunar Igama. Ampura. “Ngajahin bebek ngelangi”. Mengajari bebek berenang, tentulah tak ada gunanya.
#TumpekWayang #GamaBali #HinduBali #GamaTirtha #SanghyangSiwa #SanghyangIswara #SanghyangSamirana #Sesuwuk #AlaPaksa #KalaPaksa #Ringgit #TriKetuka #Sidi #KiBuyutDalu kanduksupatra.blogspot.com  

No comments:

Post a Comment