Monday, January 23, 2017

Pura Tunggul Besi, Pancer Jagat di Lereng Gunung Agung




 Pura Tunggul Besi memang belum banyak dikenal umat. Pura ini berada di lereng Gunung Agung, pada ketinggian 1.330 dpl, termasuk wilayah Desa Pakraman Temukus, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Untuk mencapai pura ini dapat melalui dua jalan yakni dari jurusan Desa Rendang, di jembatan rendang belok kiri naik ke atas menuju Desa Batusesa, belok ke kanan menyusuri jalan kecil pegunungan ke arah utara atau atas, sampai di Desa Temukus. Jalan lain yang bisa ditempuh adalah lewat Pura Besakih, yakni jalan menuju ke Pura Kiduling Kreteg. Disebelah Pura Kiduling Kreteg menuju ke atas belok kanan, lalu menyusuri jalan kecil pegunungan, menuruni lembah, lalu naik ke perbukitan, sampai jalan mentok di pinggir kali disebuah lembah di lereng Gunung Agung. Dari sini menapaki jalan setapak menanjak ke perbukitan dengan hamparan rumput gajah. Dalam perjalanan menuju ke atas, kerap bertemu masyarakat yang sedang menyabit rumput. Mereka bisa ditanya atau dimintai tolong untuk mengantar menuju Pura Tunggul Besi. kanduksupatra.blogspot.com

Setelah menapaki bebukitan, ternyata di atas bukit ini terhampar tanah yang luas dan datar. Seperti hamparan padang pengembalaan. Mungkin ini yang oleh tetua disebut dengan Gunung Rata, hamparan tanah datar yang terdapat di pegunungan. Hamparan tanaman Padang Kasna yang memutih, serta hamparan kebun bunga mitir menguning. Hamparan gunung rata itu tampak putih kuning, lambang kesucian dan kebijaksanaan.
Setelah terhenyak menyaksikan pemandangan alam yang menakjubkan, baru kemudian teringat dengan tujuan utama ke pura Tunggul Besi. Pura itu tidaklah semegah yang kita bayangkan. Pura ini benar-benar hanyalah sebuah tunggul / tongkat penanda berupa gumuk. Hanya ada satu pelingih yang sangat sederhana dan sisanya adalah gegumuk. Mungkin keberadaannya dulu bagus, namun karena termakan usia, serta mungkin faktor alam seperti letusan Gunung Agung yang menyebbakan pura menjadi rusak. kanduksupatra.blogspot.com
Melihat posisi tanah dan hamparan luas yang datar di ketinggian, bisa jadi dulu tempat ini adalah ppemukiman penduduk yang ramai. Namun karena kondisi alam, menyebabakan penduduknya meningglkan tempat ini. Bisa diterima akal. Bahwa di kawasan ini banyak terdapat pura selain Pura Tunggul Besi, seperti Pura Payasan, Pura Sinarata, Pura Luwih, Pura Sekar, Pura Majapahit, dan Pura Kayoan Dedari.
Keberadaan pura - pura tersebut disungsung secara turun-temurun. Tahun 1963, ketika Gunung Agung meletus, sebagian kawasan pura ditutupi pasir. “Sebagian besar penduduk memilih mengungsi ke daerah lain serta membawa harta benda yang bisa diselamatkan termasuk lontar warisan leluhur yang di antaranya mengisahkan keberadaan Pura Tunggul Besi.  kanduksupatra.blogspot.com

Prasasti Asah Duren 
Keberadaan Pura Tunggul Besi tersurat dalam prasasti yang ada di Banjar Temukus, Desa Asah Duren, Pekutatan, Jembrana. Prasasti ini sampai di sini, kemungkinan terjadinya migrasi penduduk Temukus di lereng Gunung Agung ketika terjadi letusan. Secara garis besar isinya menyatakan bahwa I Pasek Gelgel ditempatkan di Temukus oleh Ida Dalem (raja saat itu) dan diberikan pasukan yang terdiri dari 8 desa, yakni Temukus, Banjar Tengah, Kesimpar, Pura, Kedampal, Lebih, Telun Bhuwana, dan Badeg (di Kabupaten Karangasem). I Pasek Gelgel diberikan kuasa atas desa-desa tersebut, serta kewenangan untuk mengatur segala tata upakara-upacara di Pura Puseh, Dalem, dan Bale Agung. Juga ditugaskan pula untuk menjaga Pura Luwih, Pura Sekar, Pura Singharata dan Pura Tunggul Besi. Keempat pura tersebut ditandai dengan batas-batas : wates klod, di Cangkeng, kangin di Tukad Lebih, kauh di Kayoan Kampek, dan kaler di Jabayan Pura Payasan. Piodalan di Pura Tunggul Besi dilaksanakan enam bulan sekali, yakni setiap rerainan Tumpek Landep. Piodalan di Pura Luwih setiap Saniscara Kliwon, Kuningan. Di Pura Sekar, dina Anggara Kliwon, Medangsia. Dan di Pura Singharata, pada dina Saniscara Kliwon, Krulut. 
Ada informasi mengenai keberadaan keempat pura ini. Dikatakan Prabu Marakata Pangkaja, seorang putra dari Prabu Udayana, selain Prabu Erlangga dan Prabu Wungsu (Anak Wungsu). Pada masa pemerintahan Prabu Marakata, Tutur Gong Besi itu dideklarasikan sebagai uger-uger desa dresta – maka pagwaning desa dresta, pada masa Bali Kuna. Pada masa itu tanah Bali dinamakan Bali Kadewatan. kanduksupatra.blogspot.com
Balai Arkeologi yang melakukan survei, menarik kesimpulan atas peninggalan arkeologi di sejumlah pura di Desa Temukus, Karangasem. Pertama, bahwasannya kawasan lereng Gunung Agung merupakan kawasan cukup penting yang diperhitungkan pada masa lalu. Seperti tersurat dalam prasasti Bila II berangka tahun 955 Caka yang menyebutkan Raja Marakata dimakamkan di sebuah tempat di Bukit Cemara Gunung Agung. Tidak terkecuali juga kawasan di sekitarnya seperti kawasan Desa Temukus ditemukan bangunan suci berupa padma yang diyakini berumur tua. Mengamati arsitektur bangunan padma bagian depan, diduga didasari konsepsi pada waktu kedatangan Danghyang Nirarta. Beliau memetik bunga dan memegang bunga teratai di depan dada. Kuatnya pengaruh konsepsi padma dalam perkembangan arsitektur tatkala masa kejayaan Raja Dalem Waturenggong pada abad ke-16, diduga pula bangunan ini berasal dari masa abad ke-16/17, karena bangunan pemujaan yang ditemukan di kawasan ini sebagian besar berbentuk padma. Diduga keberadaan bangunan padma di Pura Temukus berasal pada masa kejayaan Dalem Waturenggong. Tinggalan genta perunggu yang ditemukan di Temukus diduga dibuat di Bali, mengingat tradisi pembuatan genta perunggu sudah dikenal sejak lama. Namun konsepsi pembuatan tidak terlepas dari pengaruh luar (Jawa Hindu). Memperhatikan tipe hiasannya, maka genta ini cenderung mengarah pada langgam Jawa Timur yang diperkirakan berasal dari abad 16. Dugaan ini didasari atas perbandingan dengan sejumlah koleksi genta pendeta koleksi Sono Budoyo yang berasal dari abad 15-16. Pada ujung genta berhiaskan vajra. Genta ini diduga memiliki makna dan diduga dipergunakan untuk pemujaan Dewa Iswara.
Diperkirakan bahwa Pura Tunggul Besi dibangun pada zaman Raja Bali tahun  999 Icaka sebagai  stana Ida Hyang Putran Jaya yang dikenal umat Hindhu  berstana di Gunung Tolangkir. Sesuai Prasasti  Gunung Biau, dengan mengambil hari Piodalan pada hari  Tumpek Landep. Ditijau dari nama Pura, masyarakat  mengenalnya sebagai Pura Pancer Jagat yang sebelumnya pernah diketahui terdapat pancer menyerupai pancer besi.
#GamaBali #HinduBali #GamaTirtha #PuraBali#KiBuyutDalu #Origin #kanduksupatra.blogspot.com
 

6 comments:

  1. Saya adalah salah satu pengempon dari pura Payasan, amat sangat merindukan sumber-sumber yang pasti tentang sejarah pura kami. Beberapa minggu lalu kami melakukan sedikit penggalian diluar area pura, dan sekarang sudah terlihat sedikit bentuk asli dari tembok pura kami.

    ReplyDelete
  2. Tiang mangku nengah suada,tiang dados jaan banggul juru sapuh ring pura payasan bjr badingkayu pekutatan jembrana,bnjr badingkayu asalnya kebanyakan dari lebih karangasem,sama seperti desa asahduren,tiang pengen mengenal lebih banyak tentang sejarah dan prasasti tentang pura payasan,tiang pernah tangkil ring pura payasan di bjr temukus,dan piodalannya sama dengan pura payasan yang ada di banjar saya badingkayu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jero Mangku, minab prasasti Pura Payasan sane mangkin melinggih ring Asah Duren.

      Delete
  3. Kepengin Tangkil ke pura ini bisa di kirim melalui desa apa ya🙏

    ReplyDelete
  4. Swastyastu ampure tiyang nunas no telp Jro mangku pengayah ring pura Tunggul Besi

    ReplyDelete