Thursday, February 16, 2017

MENONTON LANGSUNG DADONG NGELIAK





kanduksupatra.blogspot.com. Ini kisah otentik terkait masalah orang bisa ngeleak, dari daerah Sdm, Karangasem. Sebut saja namanya Ni Luh Ayu, seorang anak kecil (7th) tinggal bersama ibu tiri serta dadong (nenek) di sebuah gubuk sepi jauh dari pemukiman. Luh Ayu ketika itu masih berumur sekitar tujuh tahun.
Suatu hari Ayu melihat si dadong memegang seutas kain. Kain itu menarik perhatian Ayu sambil mendekat. Kain itu dilihatnya berwarna poleng (seperti sabuk). Ia tak tahu apa itu. Dadong kemudian menaruh kain itu di tempat khhusus di dalam rumah. Kerapkali Ayu melihat dadongnya berbicara sendiri menghadap ke kain poleng itu.Ia tak mengerti apa yang dilakukan oleh dadong dan siapa yang diajak bicara. Ayu pun bertanya kepada dadongnya tentang siapa yang diajak bicara. Dadongnya cuma menjawab “sing dadi, sing dadi”.
Beberapa hari kemudian, suatu malam kain itu dikeluarkan oleh dadong lalu di letakkan di atas meja. Tampak oleh Ayu kain itu diajak bicara oleh dadong. Anehnya lagi kain tersebut seperti bisa berdiri dan tampak hidup seperti ular. Ayu bertanya pada dadong, apa yang dadong bilang, apa yang dadong lalukan?. I Dadong mengatakan “ten dados”, tak boleh, tak boleh ikut, tak boleh tahu. kanduksupatra.blogspot.com
Beberapa saat dadong kemudian keluar menuju halaman rumah memakai kain poleng itu. Karena saking sayangnya kepada dadong, Ayu lalu mengikuti sambil bertanya “dadong kar kije…. dadong kar kije” (nenek mau kemana?).  Dadong tak menyahut, langkahnya pasti dan lurus ke luar rumah. Ayu pun terus mengikuti. Ayu memang tak bisa berpisah dari dadongnya. Sesampai di tempat tertentu, Ayu melihat dadongnya mengurai rambut, kemudian salah satu kakinya diangkat kemudian melompat – lompat (nengkleng). Ayu yang lugu pun diam  menunggui dadongnya melakukan ritual yang tak ia ketahui. Setelah beberapa kali nengkleng sambil berputar, kemudian Ayu melihat wajah dadongnya berubah menjadi membesar dan berlubang- lubang (mungkin itu yang dikatakan orang selama ini sebagai wajah seperti umah tabuan / rumah tawon). Ayu sama sekali tak takut, karena ia sangat sayang pada dadongnya.
Dadong yang sudah berubah wujud kemudian meneruskan langkahnya, entah kemana. Namun Ayu tetap bertanya “dadong kar kije”. Dadongnya yang sudah “nadi” tak menyahut. Sempat Ayu mengikuti langkah dadongnya beberapa langkah, namun dadongnya semakin menjauh. Ayu lalu tak lagi mengikuti dan bergegas ke rumah untuk memberi tahu ibu tirinya yang sedang tidur. Ia membangunkan ibu tirinya dan mengatakan “biang, biang,… dadong di sisi ngigel sambil nengkleng, muane dadi cara umah tabuan” (ibu, ibu,.. nenek di luar sana menari-nari, mukanya seperti rumah tawon). Lalu dadong pergi entah kemana. Demikian Ayu memberitahu ibu tirinya. kanduksupatra.blogspot.com
Ibu tirinya menyahut “ahh…  ten dados.. ten dados” (ah tidak boleh…). Maksudnya tak boleh melihat dan tak boleh mengikuti. Mungkin saja ibunya sudah tahu dadongnya mempraktekkan ilmu pengeliakan.
Setelah mendapat jawaban demikian, Ayu kembali mencari dadong. Ternyata dadongnya sudah ada di sana. Ia bertanya lagi, “dadong mare kije, dadong ngudiang ?” (dadong tadi kenana?). Dadongnya diam. Ayu hanya bisa memandangi dadongnya. Dadongnya juga asyik dengan ritualnya. kanduksupatra.blogspot.com
Ketika itu Ayu merasakan sakit perut ingin beol (maaf). Ia kemudian beol di semak-semak tak jauh dari tempat dadongnya ngeliak. Dadongnya tampak berjalan keliling dan sesaat hilang. Beberapa saat kemudian muncul di Ayu yang sedang beol. Dadongnya kini sudah berubah wujud kembali menjadi kuda berkaki tiga, dua di belakang, satu di depan.
Ayu menjadi heran dan bingung kok dadongnya bisa kelihatan seperti kuda berkaki tiga dan mengeluarkan suara kuk,.. kukk,… kuuk,… kuk…, demikian sambil keliling. Terdengar juga suara gledug,.. gledug,… gledug… seperti suara langkah kaki kuda. Ayu mengamati dadongnya dengan seksama. Ketika kuda lewat di depan Ayu, ternyata dari belakang tak tampak kuda lagi. Yang kelihatan malah dadongnya sendiri yang berjalan membungkuk tertatih-tatih memegang tongkat dengan kedua tangannya. Jadi kelihatan seperti kuda berkaki tiga (kaki belakang adalah dua kaki dadong, satu kaki depan adalah tongkat yang dibawanya). Dadong tampak seperti bermuka kuda, karena saat itu dadong sambil meniup sebuah alat bunyi-bunyian, sehingga mulut dadong kelihatan monyong. Alat bunyi ini ditiup mengeluarkan suara kuk… kuk.. kuk… Sedangkan suara gledug… gledug… tersebut adalah suara hentakan tongkat yang dibawa oleh dadong.  kanduksupatra.blogsopt.com
 Ayu yang sama sekali tak merasa takut, cuman dia bertanya-tanya dalam hatinya, dadongnya sedang ngapain. Ia ingin dadongnya cepat pulang. Ritual malam itu pun berakhir, dadong kembali ke rumah diikuti Ayu. Sesampai di rumah, dadongnya menaruh kain sesabukan itu di tempat semula. Disarankan oleh dadongnya, kalau dadong sudah keluar rumah memakai sabuk ini malam-malam, maka tak boleh ikut. Demikian juga ibunya juga menyarankan demikian.
Pada suatu hari, penasaran dengan benda seperti ikat pinggang poleng berisi bentol bentol itu, Ayu kemudian melihatnya di tempat penyimpanan. Barang itu tergeletak di sana. Ia mengambil barang itu dan melilitkannya di pinggang seperti apa yang dilakukan oleh dadongnya. Lalu ia berjalan keluar. Ternyata Ayu merasakan dirinya berjalan melayang tanpa menyentuh tanah, ia pun kebingungan dan takut. Ia kembali ke dalam rumah lalu membuka ikat pinggang dan menaruhnya di tempat semula. Ia kembali merasa seperti biasa. Hal itu dilakukannya tanpa sepengetahuan dadongnya. Karena merasakan keajaiban sabuk dadongnya itu, maka ia tak berani lagi coba-coba.
Demikian kisah nyata yang di alami Ni Luh Ayu ketika kecil. Ayu kini sudah dewasa. Ia mulai memahamai benda tersebut serta praktek yang dilakukan oleh dadongnya. Rupanya kain poleng itu sabuk pengeliakan. Sedangkan ritual nengkleng yang dilakukan dadongnya adalah ritual ngerehin dengan sikap masuku tunggal (berdiri dengan satu kaki) sambil menari-nari memuja Hyang Betari untuk mencapai puncak yang disebut nadi. Pada saat nadi, maka bayu sabda idep menyatu, si pelaku lalu diselimuti oleh energi sukma tertentu, sehingga yang bersangkutan tampak seperti apa yang mereka inginkan. Ada yang diselimuti oleh energy sukma dimana mukanya tampak berubah menyeramkan berupa bojog, celuluk, jaran, kebo, bade, rangda, dll. Si pelaku liak asik dengan dirinya, menikmati puncak pemujaannya (lia, lila, liang / senang / nikmat) dengan segala sensasinya. Yang tampak seperti jaran berkaki tiga disebut dengan gegendu jaran, sedangkan kerbau berkaki tiga dsebut dengan gegendu kebo.
Menurut cerita, jarang ada orang yang bisa dilihat oleh orang lain ketika melakukan ritual nengkleng, kecuali memang satu murid seperguruan. Namun kejadian Ayu yang masih kecil ini termasuk aneh. Mungkin karena Ayu dianggap masih kecil, tak tahu apa-apa, sehingga dadongnya tak melarang Ayu menyaksikan ritual ngeliak yang ia lakukan. Mungkin dadongnya berpikir begini “walaupun dilihat toh juga ia tak mengerti”. Bisa juga dadongnya sengaja memperkenalkan pengeliakan sedini mungkin kepada cucunya Ayu sebagai generasi penerus ilmu liaknya nanti.  Mungkin dadongnya juga berpikir begini “ngeliak sambil ngempu” (ngeliak sambil mengajak cucu). Tapi dadongnya tak berpikir bahwa apa yang dilihat oleh cucunya itu tersimpan dalam memori Ayu, lalu ketika dewasa ia akan memikirkan kembali masa kecil dan teringat dengan apa yang ia lihat. Pada saat itulah baru ia akan tahu tentang apa yang dilakukan oleh dadongnya terdahulu. Cucunya mulai paham bahwa ternyata dadongnya sebagai penekun ilmu liak. Dan… ketika semua itu disadari oleh Ayu, dadongnya sudah meninggal.  
Nah yang menjadi pertanyaan sekarang, dimanakah sabuk itu disimpan oleh dadongnya? Siapakah yang mewarisi ilmu itu sekarang? Kepada siapakah sabuk itu diberikan? Ni Luh Ayu merasa heran, takjub dan kadangkala lucu ketika menceritakan pengalaman masa kecilnya itu. Sedangkan Ni Luh Ayu sampai saat ini tak pernah menyentuh dunia liak seperti yang dilakoni oleh dadongnya terdahulu. Ia malah ngiring sesuhunan dan menjadi seorang spiritualis. Demikian Ayu menceritakan kepada penulis.
#LiakAdalahBudaya #MisteriBali #BudayaBali #OriginalArtikelByKiBuyutDalu
kanduksupatra.blogsopt.com

No comments:

Post a Comment