Thursday, February 23, 2017

SEGARA – WANA – GIRI Menggerakkan Cakra Semesta dari Tanah Luhur Blambangan




 Titah dari Sanghyang Tuduh (perintah Sang Maha Pencipta) atau Pituduh dari Sanghyang Titah (Ketetapan Sang Maha Kuasa). Beliau Maha Pencipta, Maha Pemelihara dan Maha Pelebur kembali segala ciptaan. kanduksupatra.blogspot.com

Sanghyang Titah telah menetapkan kebangkitan budi pekerti leluhur. Tak ada yang dapat menghalangi. Ketetapan Sanghyang Parama Kawi bahwa ajaran budi pekerti leluhur adalah langgeng (sanatana dharma). Hanya saja terkadang terbawa arus, tergulung ombak, terhempas di pantai, namun akan berdiri kembali saat badai mereda. Ia tak akan pernah melawan arus, ia tak akan pernah menerjang ombak, ia tak akan pernah menembus badai, ia pun tak akan pernah menabrak batu karang. Sanatana dharma akan selalu mencari celah - celah dalaam kesejukan. Kurang lebih demikian karakter budi pekerti leluhur dalam keabadiannya di nusantara ini yang selanjutnya penulis sebut dengan “Peradaban Kapur Sirih” (Peradaban Budi Pekerti Leluhur). kanduksupatra.blogspot.com
Salah satunya adalah Peradaban Kapur Sirih di Tanah Luhur Blambangan. Tanah Luhur Blambangan dalam sejarahnya memang otonum. Majapahit konon tak sepenuhnya dapat menguasai Blambangan. Ketika jaman Mataram Baru pun Blambangan tersentuh. Melanjut ke jaman kolonial, Belanda juga tak bisa menguasai Blambangan secara penuh. kanduksupatra.blogspot.com
Proteksi diri yang kuat kaum Blambangan melahirkan Suku Osing (suku yang tak menerima peradaban baru). Blambangan hanya bisa dikuasai oleh dirinya sendiri. Blambangan hanya bisa dibujuk oleh keyakinannya sendiri. Blambangan tak pernah melepaskan pekerti leluhur. Blambangan senantiasa memelihara situs - situs Peradaban Kapur Sirih. kanduksupatra.blogspot.com
Sampai kini Tanah Luhur Blambangan menyimpan kekuatan magis tanah nusantara, aura supranatural masa lampau. Ketika para leluhur terdesak di nusantara, maka di timur (purwo), di Tanah Blambangan mereka masih merasakan kenyamanan. Di purwo masih ada tempat berlindung. Di bawah lindungan leluhur, alam, niskala dan lindungan para Danghyang Tanah Jawa.
Sejatinya peradaban leluhur masih terpelihara baik di sana, cuman disamarkan oleh insan - insan bijak agar tidak tampil menonjol apalagi norak. Sekian ratus tahun berlalu, kini tak ada hujan tak ada angin, tak ada badai, pekerti leluhur pelan - pelan menggeliat. Kebangkitan Peradaban Kapur Sirih bagaikan angin sepoi-sepoi menghampiri setiap insan Tanah Luhur Blambangan. Bagaikan angin semilir membisiki pesan leluhur ke dalam setiap nurani pewaris Tanah Blambangan. Antara ada dan tiada, samar-samar tapi ada, para Danghyang mengingatkan pretisentana tanah Jawa. Ia terjaga dalam sepi. Terbangun tanpa propaganda, bergulir tanpa intimidasi. Tak banyak publikasi, apalagi “selfi”. Rupanya kebangkitan ini sudah ditetapkan Sanghyang Tuduh, sehingga ia muncul tak menghiraukan jaman. kanduksupatra.blogspot.com
Tak disangka dan tak diduga, kantong - kantong Peradaban Kapur Sirih tak semuanya terjamah oleh peradaban keyakinan baru. Semuanya disembunyikan oleh waktu. Titik - titik spiritual pun terbangun. Sekonyong – konyong berdiri situs leluhur di pinggir pantai seperti Pura Candi Purwo Gumuk Gadung Pondok Asem dan Pura Tawang Alun Pulau Merah. Yang ada di hutan meliputi Pura Giri Selaka dan banyak pura di sekitarnya. Sedangkan di kawasan Lereng Gunung Raung berdiri Petilasan Gumuk Kancil, Pura Sandya Darma, Pura Natarsari, Pura Anantabhoga, Pura Banyu Bening, Pura Sugih Waras, Pura Kawasan Rowo Bayu, Pura Tirto Jati Di kawasan lainnya juga berdiri Pura Gunung Srawet, Pura Puja Dharma, Giri Wiseso, Pura Giri Nata, Pura Purwo Katon, dan banyak lagi. Sedangkan yang monumental serta menjadi titik sentral adalah Pura Agung Blambangan. kanduksupatra.blogspot.com
Sebaran situs spiritual ini meliputi pantai, hutan, pemukiman, sungai, danau, dan gunung. Konsep SEGARA - GUNUNG seperti di Bali secara tak sengaja (atas titah Sanghyang Tuduh) terwujud di Tanah Blambangan. Namun ketika melihat bentangan alam yang begitu luas di Tanah Blambangan, maka konsep Segara Giri layak diperluas menjadi SEGARA – WANA – GIRI. Mempertemukan kekuatan alam di laut (segara) yang membentang di timur dan di selatan, di daratan Banyuwangi / hutan Purwo (Wana) serta kekuatan di gunung (Giri) yakni Gunung Raung. kanduksupatra.blogspot.com
Konsep Segara – Wana - Giri mempertemukan kekuatan purusa dan predana, kekuatan lingga dan yoni dipertemukan di daratan sebagai penataran yakni Pura Agung Blambangan,yang diyakni sebagai peninggalan kerajaan Blambangan. kanduksupatra.blogspot.com Atau kekuatan Segara Giri dipertemukan di hutan (wana) yakni di Pura Giri Selaka Alas purwo sebagai tempat mesandekan / peristirahatan, penyepian serta tempat beryoganya para leluhur ketika mengalami berbagai tantangan di masa lalu.
Dengan terwujudnya Segara – Wana – Giri di Tanah Luhur Blambangan, maka kekuatan kaja – kelod – kangin - kauh / lor – kidul – wetan - kulon / utara – selatan – timur - barat, membentuk TAPAK DARA, membentang menjadi SWASTIKA, lalu bergerak PURWA DAKSINA (memutar sesuai dengan arah jarum jam) menggerakkan CAKRA SEMESTA di Tanah Blambangan. Perputaran Cakra Semesta akan memancarkan vibrasi pekerti luhur untuk keharmonisan dan kerahyuan Jagat Blambangan, Jagat Nusantara, dan Jagat Semesta.
Semoga Segara – Wana – Giri terwujud di tempat lain di Jawa Dwipa. Semoga rahayu, rahayu, rahayu ……. Ampura.
#SegaraGiri #SegaraWanaGiri #HinduNusantara #PeradabanKapurSirih
#OriginalArtikelbyKiBuyutDalu kanduksupatra.blogspot.com
  

 

No comments:

Post a Comment