Sebelum
ngomong-ngomong tentang “I Belis” dan “I Setan” ada baiknya disajikan kutipan
Lontar Kanda Pat Bhuta, koleksi Gedong Kertya No. IIIc/574/4, disalin tahun
1979 oleh I Nyoman Tjateng, terjemahan tahun 1986 Jero Mangku Ketut Ginarsa.
Sebagai berikut:
“………..
demikian pula nama-nama Hyang Panca Mahabhuta harus diketahui.
Selanjutnya, jika badanmu ditimpa penyakit, maka ingatlah saudaramu sekalian
yang ikut lahir dari kandungan ibumu. Dan juga tingkah-laku para Dewa yang ada
di dalam badanmu.
………... Keputusan
Dewa tersebut adalah: Dewa yang ada pada miyu (mèru) namanya I Belis, Dewa yang ada di sanggar
pemujaan disebut I Setan, yang ada
pada batu namanya I Kancal, yang ada
di tegalan namanya I Jajil, yang ada
pada air namanya ……. Itu patut cipta
dalam pikiran. Segala macam musuh diruwat olehnya.
……….
Selanjutnya, masuknya mereka itu harus diketahui juga. I Belis kembali kepada
jantung, I Setan kembali kepada hati, I Kancal kembali kepada limpa, I Jajil
kembali kepada paru-paru, …….. dst. “kanduksupatra.blogspot.com
Masyarakat nusantara sejak lampau
meyakini bahwa proses penciptaan manusia dan kehidupan di dunia tak terlepas
dari “empat saudara lahir”. Saudara empat itu sejatinya adalah perwujudan Sanghyang
Tunggal / Embang yang terlibat langsung dalam proses penciptaan, kelahiran dan kehidupan
manusia. Dalam proses pembentukan janin dan kelahiran manusia, kekuatan
Sanghyang Embang bersemayam di dalam empat komponen tubuh manusia yakni ari
ari, tali pusar, air ketuban, dan darah. Empat komponen ini oleh
para leluhur disebut dengan “nyama papat” (empat saudara lahir). Ada yang
menyebut dengan “adi lekad” (adik yang menyertai lahir).
Pengetahuan tentang saudara empat ini
disebut “kanda pat”, yang telah diwarisi secara turun - temurun di tanah
nusantara. Dan sampai sekarang dikenal beberapa kanda pat seperti Kanda Pat
Rare, Kanda Pat Bhuta, Kanda Pat Dewa, Kanda Pat Sari. Bahkan kini ada yang
telah mengembangkan menjadi 25 macam kanda pat. Dan seterusnya.
Secara singkat dapat diuraikan bahwa sejak
janin, saat lahir, dan setelah lahir, nyama papat memiliki berbagai sebutan.
Saat janin mereka bernama Babu Lembana, Babu Ugiyan. Babu Kere, Babu Abra. Setelah
lahir berganti nama menjadi I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen. Saat kepus
udel berganti nama lagi menjadi I Jelahir, I Selahir, I Mokahir, dan I Makahir.
Kemudian saudara empat berpisah. I Jelahir menuju ke timur menjadi Sanghyang
Anggapati, I Selahir menuju ke barat menjadi Sanghyang Prajapati, I Mokahir
menuju ke utara menjadi Sanghyang Banaspati, I Makahir menuju ke selatan
menjadi Sanghyang Banaspatiraja. Dan seterusnya kembali ke alam dewata. Ketika
mereka berwujud dewa dan berkedudukan di meru namanya I Belis. Ketika berwujud dewa yang ada di sanggar pemujaan disebut I Setan. Yang ada pada batu namanya I Kancal, yang ada di tegalan namanya I Jajil, yang ada pada air namanya I Amad …….dan seterusnya. (untuk
keperluan tulisan ini, hal tersebut tidak dilanjutkan).
kanduksupatra.blogspot.com
Tulisan ini tidak fokus pada nama dan perjalanan nyama
papat yang begitu panjang dan unik. Namun
yang menarik perhatian dari kutipan lontar di atas adalah adanya nama I Belis
dan I Setan. Dan menurut kutipan lontar di atas, ternyata “I Belis” dan “I
Setan” tak lain dan tak bukan adalah sebutan bagi Sanghyang Panca Maha Bhuta
yang menyertai manusia lahir dan hidup di dunia. Mereka sejatinya adalah
perwujudan dewa. Ketika tugasnya sudah selesai menghantarkan kelahiran manusia,
kekuatan Sanghyang Panca maha Bhuta itu menuju ke tempatnya masing – masing.
Dan ketika manusia membutuhkan bantuannya, maka kekuatan Sanghyang Panca Maha
Bhuta yang sudah berstana di meru / candi (bernama I Belis), di sanggar
pemujaan (bernama I Setan) dan saudara yang lain bisa dipanggil dengan cara
mencipta dalam pikiran (ngastawa). Kekuatan Sang Panca Maha Bhuta tersebut
memasuki jiwa raga manusia melalui jalan seperti yang disebutkan di ddalam
kuitpan lontar di atas, untuk meruwat segala musuh dan penyakit.
Dalam pustaka di atas secara tegas
dinyatakan bahwa I Belis dan I Setan adalah perwujudan Dewa / Sanghyang Panca
Maha Bhuta yang telah berstana di meru dan di sanggar pemujan. Namun
kenyataannya I Belis (disebut Iblis) dan I Setan (disebut Setan) dikatakan
sebagai mahluk jahat dan mengerikan. Mengapa I Belis dan I Setan dicitrakan sebagai
sebuah roh jahat dan mengerikan? Siapakah yang mendiskreditkannya? kanduksupatra.blogspot.com
Perjalanan sejarah nusantara sepertinya
memberikan jawaban terhadap hal ini. Pergulatan keyakinan di tanah nusantara pada
masa lalu sepertinya menggiring opini bahwa I Belis dan I Setan sebagai berhala
yang tak patut disembah. Barangkali ini adalah strategi untuk menjauhkan manusia
nusantara dari tradisi memuja dewata di meru / candi atau sanggar pemujan
lainnya. Nama I Belis dan I Setan sengaja dipinjam untuk menyebut roh - roh
jahat dari dunia kegelapan yang biadab, mengerikan, mengganggu dan mencelakai
kehidupan manusia. I Belis dan I Setan berhasil dicitrakan sebagai kekuatan
jahat. Manusia nusantara tidak lagi memuja di pelinggih meru / candi maupun di
sanggar pemujaan, untuk selanjutnya mengikuti keyakinan tertentu yang tidak
lagi menghiraukan cara pemujaan leluhur.
Dengan mengetahui kesejatian ini,
sepertinya perlu kiranya insane nusantara merehabilitasi nama baik I Belis dan
I Setan agar tidak terkena “tulah” kualat terhadap nyama papat. Karena
sesungguhnya di dalam budi pekerti nusantara terdapat pemahaman “dewa ya bhuta
ya” dimana antara dewa dan bhuta adalah tunggal. Jika ketidakharmonisan
terjadi, maka dewa akan memurti menjadi bhuta. Dan ketika keharmonisan tercipta
maka Bhuta akan somya menjadi dewa.
Pustaka kuno menyuratkan demikian. Budi
pekertiku juga meyakini demikian. Mohon ampun, semoga tak terkena cakrabhawa
rajapinulah sosod uphadrawa. Semoga rahayu, dirgahayu, dirgayusa, shanti.
#KandaPat #IblisSetan
#BudiPekertiNusantara #SanatanaDharma
kanduksupatra.blogspot.com
No comments:
Post a Comment