Thursday, June 2, 2016

PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG (Hikayat Singkat)





Keinginan pemeluk Hindu di Lumajang dan sekitarnya untuk membuat pura telah muncul sejak tahun 1969. Keinginan ini disambut sejumlah tokoh Hindu di Bali, terutama sejak diadakan nuur tirta dari Bali langsung ke Patirtan Watu Kelosot, di kaki Gunung Semeru berkaitan dengan Karya Ekadasa Rudra di Pura Besakih, Maret 1963. Nuur tirta ke Watu Kelosot kembali dilakukan tahun 1979 berkaitan dengan digelarnya lagi upacara Ekadasa Rudra. Sejak itu dimulailah tradisi nuur tirta ke Watu Klosot di Semeru. Sebelumnya para sulinggih cukup memuja dari Bali ke Gunung Semeru, memohon kehadapan Hyang Siwa Pasupati yang berstana di puncak Gunung Semeru.
Seiring dengan kemajuan transportasi, maka nuur tirta ke Gunung Semeru dilakukan langsung. Karena jarak tempuh Bali-Watu Kelosot sekitar 11, maka petugas nunas tirta harus menginap. Lalu muncul rasa kurang sreg jika menginapkan tirtha di hotel. Dari sini kian kuat keinginan untuk mendirikan pura di sekitar Gunung Semeru, yang merupakan kawasan suci sejak jaman Jawa Kuno, sebagaimana diungkap dalam kitab Nagarakertagama.
Singkat cerita, dengan segala tantangan akhirnya pura dibangun di lokasi sekarang yang luas awal 25 x 60 meter. Namun belakangan luasnya terus bertambah. Awalnya pelinggih padmasana dibangun menghadap ke timur, tetapi tidak bisa dituntaskan. Dipindah agak ke utara (masih menghadap ke timur), juga tidak bisa diselesaikan. Lalu ada pawisik agar dihadapkan ke selatan. Sejak itu pembangunan lancar. Pembangunan semakin giat setelah rombongan dari Bali antara lain Jero Gede Alitan Batur, Tjokorda Gede Agung Suyasa, Mangku Sueca dari Besakih (tahun 1989), saat nuur tirta bertemu umat Hindu asli Semeru. Lalu terbentuk panitia gabungan Sendoro - Bali.
Singkat cerita, pada hari minggu umanis wuku menail 8 Maret 1992, digelar upacara Pamlaspas Alit dan Mapulang Dasar Sarwa Sekar, untuk pertamakali yang dipuput oleh delapan sulinggih. Selanjutnya Juni - Juli 1992 dilaksanakan upacara Pamungkah Agung, Ngenteg Linggih, dan Pujawali.
Melalui SK. No. 07/Kep/V/PHDI/1992, maka ditetapkan nama pura adalah PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG, status Pura Kayangan Jagat, tempat memuja Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa sebagai Hyang Siwa Pasupati, penyungsungnya adalah seluruh umat Hindu Indonesia. Terletak di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Provinsi Jawa Timur.(Ki Buyut Dalu 2016)

No comments:

Post a Comment