Monday, June 13, 2016

Pura Sanghyang Ambu / Bukit Gumang



 

 
Pura Bukit Gumang terletak di Desa Pekraman Bugbug, kabupaten Karangasem. Pura ini berdiri di puncak sebuah bukit yang disebut dengan Bukit Gumang atau Bukit Juru, yang tergolong tandus dengan ketinggian sekitar 279 di atas permukaan laut, hanya dapat dicapai dengan menyusuri lereng bukit dari pinggir jalan raya yang berkelok yang dikenal dengan kawasan Sanghyang Ambu. Kawasan bukit ini dihuni oleh banyak kera-kera liar yang menjadi pengijeng (penghuni) dari Pura Bukit Gumang. Konon menurut cerita penduduk, dulu ketika masih hutannya lebat, di kawasan ini juga terdapat kawanan sapi liar yang disebut dengan Sampi Gumang. Namun sekarang keberadaannya sudah tidak ada lagi. Yang bertahan hidup di sana adalah kawanan kera liar yang disebut dengan Bojog Gumang. Pura Bukit Gumang secara turun temurun diempon oleh lima desa pekraman yakni Desa Bugbug, Bebandem, Datah, Jasri, dan Ngis.
Dari jalan raya menuju ke Pura, maka pengunjung akan  melewati tiga buha punggung bukit. Perjalanan menuju ke Pura Bukit Gumang melewati jalan setapak berbatuan dan sekian banyak anak tangga yang di kanan kirinya dipenuhi dengan pohon-pohon beserta semak-semak tanaman tandus. Sesekali juga disapa oleh sekawanan kera yang menghuni perbukitan tersebut untuk meminta sekedar gagapan (oleh-oleh makanan). Pada punggung bukit yang ketiga, maka sampailah di depan candi bentar yang berdiri megah di atas bukit Gumang. Dari ketinggian bukit, sesekali melepas pandangan ke arah sekelilingnya yang indah. Di arah selatan tampak laut membiru, di sebelah timur tampak perbukitan dan persawahan di bawahnya menghijau, sedangkan di bangian butara kelihatan Gunung Agung yang indah. Di areal pura Bukit Gumang tampak luas di dalamnya, tidak tertata dalam tri mandala, namun pelinggih-pelinggih di Pura Bukit Gumang tersusun secara berderet menjadi enam bagian.
Pertama, leretan bagian barat terdiri dari pelinggih Gaduh Maprucut sebagai stana Betara Gede Gumang,  yang disebut dengan pelinggih Gaduh Pakan Lanang dan tiga buah pelinggih bebaturan capah sebagai pelinggih taksu-taksu. Di bagian selatan agak ke atas terdapat bangunan Bale Agung sebagai tempat metanding banten, dan sebuah tempat air untuk keperluan upacara. Leretan bagian tengah berjejer dari utara ke selatan terdapat bangunan bertumpang tiga sebagai stana Betara Tri Purusa. Di sebelah selatan dari posisi tadi terdapat tonggak-tonggak sesaka sebagai tempat bale panggungan sebagai stana dari Ida Betara dari Desa Bugbug, Bebandem, Jasri, Datah, dan Ngis ketika berlangsung odalan. Di bagian selatannya dari leretan tersebut terdapat pelinggih Gaduh Rong Kalih sebagai stana Bhatara Ayu Lulut stana betara Ayu Mandasar dan Betara Ayu Mas, yang disebut dengan pelinggih Gaduh Pakan Istri, yang dikelilingi oleh tiga buah bebaturan capah yang merupakan pelinggih taksu-taksu. Pada leretan bagian timur, dari utara ke selatan terdapat pelinggih Sanggar Agung stana Hyang Widhi dalam prabawanya sebagai Sanghyng Manik Anrawang atau Sanghyang Mahesora. Di selatannya terdapat bale lantang dan bale pawaregan, dan sebelah selatannnya lagi terdapat bale lantang tempat paebatan. Pada bagian luar, di luar candi bentar sepanjang punggung bukit Gumang terdapat pelinggih bebaturan capah sebagai stana taksu-taksu antara lain pelinggih pengayatan Sanghyang Ambu, Pelinggih Taksu di Canggleg, Pelinggih Taksu di Canggleg Asah, Pelinggih Taksu di Kacu, dan pelinggih Taksu di pemapagan. Pada bagian lereng kelod kangin /tenggara terdapat sebuah pelinggih padma sari sebagai satana Jero Gede Jurang atau Jero Gede Pedasar yakni Betara di Bukit atau Gili Byaha. Pada bagian barat daya atau kelod kauh terdapat dua buah pelinggih bebaturan yakni bebaturan capah adegan sebagai linggih Taksu lanang dan istri.
Mengenai piodalan di Pura Bukit Gumang jatuh pada hari  Purnama Kapat. Dimana piodalan di pura tersebeut dilaksanakan dua macam yakni piodalan alit (aci alit/usaba alit) yang disebut dengan Aci Kedulu Cenik atau Usaba Kedulu Cenik, yang jatuh pada setiap tahun ganjil. Piodalan alit ini cukup dilaksanakan oleh penyungsung dari desa pekaraman Bugbug. Kemudian Piodalan Ageng /Aci Kedulu Gede/Usaba Kedulu Gede/Aci Gumang Ageng/Usaba Gumang Ageng, yang dilaksanakan pada setiap tahun genap. Dalam piodalan ini menghadirkan para Dewa betara-betari yang berstana di di desa-desa pekaraman manca desa yakni Bugbug, Bebandem, Jasri, Ngis, dan Datah.
Upacara Ageng didahului dengan Mabiyasa yakni rangkaian upacara bersukaria menyambut kehadiran dari para Dewa atau Betara-betara dari masing-masing desa karena lama tak bertemu. Upacara ini dilakukan dengan menarikan dan mengadu-adu jempana atau joli oleh para pengiring/pemundut dari manca desa tersebut. Upacara ini bemakna untuk memohon kesuburan dan kemakmuran agar hasil bumi melimpah. Proses ini diakhiri dengan mempersatukan joli atau jempana Bhatara Ukir Gumang dengan jempana Ida Betara Gede Manik Sakti yang berstana di Pura Puseh desa Bebandem. Demikian pula dengan jempana dari desa yang lainnya dilinggihkan di bale panggungan, untuk selanjutnya dilakukan rangkaian upacara selanjutnya.
Inilah adala proses ritual yang menarik yang dilaksanakan di Pura Bukit Gumang. Orang awam sering menyebut dengan Ida Betara mepalu/beradu jempana. Padahal bukan begitu maknanya. Maknanya yang sebenarnya adalah  sebagai ungkapan rasa sukacita serta memohon kesuburan dan kemakmuran kehadapan Ida Betara.
Untuk hari piodalan alit maupun ageng, di Pura Bukit Gumang sudah tentu diramaikan oleh pemedek. Namun ketika hari biasa, sesekali juga ada pemedek yang tangil ke Pura Bukit Gumang untuk melakukan persembahyangn khusus atau hanya untuk bertirthayatra. Pada hari-hari biasa, pemedek mesti membawa sedikit gagapan untuk para monyet yang emnghuni perbukitan tersbeut yang berkeliartan di sekitar pura. Jumlahnya memang tak sedikit, dan kadangkala mereka karean lapar, seringkali sekawanan bojog tersebut memecah konsentrasi ketika ngaturang bhakti. Sehingag alangkah baiknya ketika menghaturkan bhakti pada hari biasa, sebaiknya ada yang mengawasi bojog-bojog tersbeut. Sebab mereka sering ngelebar banten haturan sebelum waktunya. (Ki Buyut Dalu/2008 









/Inks)

No comments:

Post a Comment