Sunday, May 10, 2015

Celuluk Dadong Rerod







          I Joblar manusa tiwas nektek (I Joblar manusia terlalu miskin) dengan tanggungan istri, anak banyak, membuatnya menjadi seorang kepala keluarga sarat akan beban. Untuk menghidupi keluarganya, I Joblar hanyalah mengandalkan dari nguyeng setir (sopir) bemo jurusan Kreneng-Sanur PP. Itu yang ia lakuakan dari dahulu sampai sekarang. Dahulu ketika jaman tidak semaju sekarang, sopir jurusan Sanur-Kreneng memang takjir, karena banjir penumpang. Namun apa yang terjadi saat ini, semua orang sudah punya sepeda motor maupun mobil sehingga jarang yang mau naik bemo. Kalau ada orang yang mau naik bemo itu karena kepepet dan jeleknya lagi, bemo yang ditumpangi tersebuit dipilih yang agak baru, berisi musik hiburan. Sial sekali bagi I Joblar yang hanya nyetir bemo brengsek milik bosnya.
          Tapi apa boleh buat, hanya itu yang bisa ia kerjakan untuk menghidupi keluarganya. Kadangkala kalau hari baik ia dapat setoran lumayan, tapi kalau hari lagi apes bisa-bisa norok uang bensin alias tidak bawa uang pulang. Begitulah keseharian yang dialami oleh I Joblar sebagai sopir bemo jurusan Kreneng-Sanur.
          Seperti biasa, sopir bemo sekarang jarang ada yang mau ngantre di terminal, soalnya ngantrenya lama dan seringkali tidak dapat setoran cukup. Banyak terminal bayangan (tempat nongkrong) dimana sering ada penumpang.
          Diceritakan I Joblar bersama teman-teman sejawatnya nongkrong di sebuah ruas jalan di Denpasar. Seperti siang hari, sambil menunggu anak sekolah atau pegawai pulang kantor, ia bersama dengan temannya mengisi waktu dengan bermain domino. Ada yang ngobrol dan ada juga yang membawa paito, ngerumus nomor jitu yang kiranya akan keluar pada hari itu. I Joblar sejatinya jarang membeli togel. Tapi entah kenapa ketika itu I Joblar tertarik dengan rumus yang disampaikan oleh temannya yang konon rumusnya tersebut jitu dan sudah beberapa kali ngukup alias tembus, dapat uang banyak. Ia tetarik dengan nomor tersebut kemudian membeli dengan jumlah yang banyak. I Joblar tembak tiga angka, empat angka dan dua angka, sehingga ia membeli nomor sebanyak seratus ribu. Tumben ia membeli nomor banyak sebegitu karena saking yakinnya dengan harapan ia akan mendapat banyak uang dan menjadi orang kaya mendadak.
          Diceritakan menjelang malam pengumuman nomor akan segera mulai. I Joblar dengan perasaan degdegan menanti kabar nomor berapa yang keluar hari itu. Kemudian datang seorang temannya yang juga seorang pedagang nomor dan I Joblar menanyakan nomor keluar. Ternyata nomor yang keluar sama sekali tidak ada mengena dengan nomor yang dibeli oleh I Joblar. I Joblar mengumpat-ngumpat sendirian dan menyesal. Yang menjadi semakin berat hatinya adalah uang yang dipakai untuk membeli nomor tersebut adalah uang titipan dari mertuanya diberikan kepada anaknya untuk uang sekolah besok hari. Keringat basahnya mulai keluar saat itu.
          Brengsek…..brengsekkk……... demikian katanya dalam hati sambil duduk di bawah pohon mangga yang tidak pernah berbuah di depan rumahnya. Ia mulai berpikir, bagaimana caranya untuk mendapatkan uang agar anaknya bisa bayar sekolah. Dan satunya lagi ia merasa malu kalau hal ini diketahui oleh mertuanya yang sudah berbaik hati membantunya.
          Memang yang namanya kepepet, pastilah pikiran yang bukan-bukan akan keluar. I Joblar mempunyai ide yang mungkin jarang orang mempraktekkannya. Ia nanti malam akan mencoba untuk nunas nomor ke setra atau pemuwunan. Dengan pasrah ia datang tengah malam ke setra dimana tak seorang pun yang tahu. I Joblar duduk di pemuwunan bersila, mengucapkan kata seadanya kepada penguasa kuburan. Ia bilang begini “uduh Ratu Betara sane melinggih driki, tyang damuh paduka Betara tiwas nektek, magda sueca ida ngicenang tityang nomor togel sane jitu empat angka, jagi tumbas titiang benjang. Mangda tiang dados anak sugih nadak, tur nyidaang mayah utang”. Demikianlah kasarnya mantra permohonan I Joblar yang polos di pemuwunan malam itu.
          Setelah beberapa lama ia mengucapkan itu, tak ada tanda-tanda ia akan mendapatkan anugrah, ia mulai kesal dan dalam hatinya berkata. “Peh Betara di sini pripit”(peh… betara di sini pelit). Demikian dalam hatinya mulai kesal.
          Ia hendak menyelesaikan semedinya, karena tidak ada tanda-tanda apa. Namun ketika ia mau mengangkat pantatnya dari duduknya, tiba-tiba ada pusaran angin di sekitar tempat tersebut, kemudian dalam sekejap tampak sinar putih kemerahan muncul di hadapan I Joblar. I Joblar yang sudah pasrah diam saja mengamati apa yang akan terjadi. Kemudian tiba-tiba muncul sosok seperti celuluk dalam drama calonarang kepalanya botak rambut panjang, gigi renggah. I Joblar segera mencakupkan tangan menghaturkan sembah serta memohon agar apa yang menjadi permintaannya segera dikabulkan. Sosok celuluk itu berkata hehhh…..hehh…… hehheheh…… apa alih cai mai Blar? Demikian celuluk itu berkata seperti manusia. I Joblar berkata…. Beh…. ratu betara pura-pura tak mengerti aja. Kan sudah saya bilang tadi mau mita nomor!.
          Mendengar permintaan I Joblar, celuluk tersebut kemudian tertawa cengengesan.  Hahaaaaaaaaaaa…….. cai nagih nomor togel, kaden kai cai lakar melajah ngeleak”. (kamu minta nomor togel, aku kira kamu mau belajar ngeleak?)
          “Kai tusing nyidaang ngemang cai nomor. Kai sing ja demen teken nomor togel. Kai sing ja Betara. Kai sing ja len tuah Dadong Rerod pisagan caine. Haha….ha..” (Aku tidak bisa memberimu nomor togel yang jitu, soalnya aku bukan penggemar togel. Lagian aku bukan betara, aku adalah Dadong Rerod tetanggamu. Hahaha……….haha…..)
          Demikian celuluk itu tertawa cekikikan sambil sekejap menghilang dari pandangan mata I Joblar. I Joblar menjadi kesal hatinya, ketika semedinya nunas nomor diganggu oleh leak celuluk Dadong Rerod. Dan hari sudah mulai subuh, ia pulang dengan kesal tanpa mendapatkan apa-apa.
          Dengan perasaan kesal dan sedikit loyo, I Joblar kembali bangun pagi untuk menyetir bemonya menuju terminal Kreneng-Sanur. Sambil melamun nyetir mobil teringat dengan kejadian tadi malam dan teringat dengan uang sekolah anaknya yang ia pakai beli nomor. Dalam kegalauan hatinya tiba-tiba saja di depan terlihat ada manusia putih dengan hidung mancung mengacungkan tangannya nyetop bemonya. Empat orang touris menyetop bemonya dan berkata “I want to go to Nusa Dua. Could you help me?” Demikian tourits tersebut berkata, yang hanya dijawab yes oleh I Joblar. Ia tak mengerti apa yang dikatakan touris itu. Karena mendengar Nusa Dua, ia menganggap bahwa touris tersebut minta diantar ke Nusa Dua. Kemudian tourist tersebut naik ke bemonya dan diantar ke Nusa Dua. Di sepanjang perjalanan tourist tersebut menyebut-nyebut nama Putri Bali Hotel. I Joblar berpikir bahwa tujuannya adalah Hotel Putri Bali. Bemonya pun meluncur ke Hotel Putri Bali. Tourist yang diantar tersebut merasa senang karena telah sampai di tujuan yang dimaksud. Kemudian tourist tersebut menyodorkan sejumlah uang kepada I Joblar dan bilang tengkyu sambil melambaikan tangan menuju hotel tersebut. Ternyata jumlah uang yang diberikan tourist itu sebanyak tiga ratus ribu rupiah. Sungguh terkejut I Joblar. Antara senang dan terharu hatinya. Ia segera pulang dengan lega dan terharu. Mungkin ini anugrah dari Ida Betara pemuwunan tadi malam. Bukan nomor yang diberi tetapi uang tunai. Dalam hatinya I Joblar berkata, tidak akan memberi nomor lagi, dan akan selalu bersyukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.  Kemudian ketika sampai di depan rumahnya mau memarkir bemo, tiba-tiba saja Dadong Rerod menyapanya.
          I Joblar jadi teringat lagi dengan peristiwa kemarin malam dengan Celuluk Dadong Rerod. Dadong Rerod berkata “Blar…. de ngorta unduk ane ibi sanja apang sing dadong lek” (Joblar jangan menceritakan peristiwa kemarin malam agar Dadong tidak malu).
          Disahut oleh I Joblar  “tenang gen dong. Cang sing ja lakar ngorta. Keto masih apang dadong tusing ngorta teken unduk icange di semane ibi sanja”. (Tenang saja nek, saya tak akan cerita kepada orang lain. Demikian pula agar nenek tak menceritakan apa yang saya lalukan kemarin malam di kuburan).
Demikian kedua oknum tersebut menjalin kesepakatan rahasia dan keduanya saling mengangguk, dan berlalu.

No comments:

Post a Comment