Sejatinya
Weda adalah ilmu pengetahuan yang diturunkan oleh Ida Sanghyang Tunggal melalui
para insan tercerahkan, insan suci, para nabe atau Maharesi pada jaman
dahulu secara langsung. Ilmu pengetahuan tersebut dijadikan pedoman hidup
manusia di dunia. Weda yang diturunkan secara langsung melalui wahyu tersebut
dinamakan Weda Sruti, sedangkan pengetahuan yang diberikan oleh para mahersi
atas hasil analisis mengenai hukum sebab akibat lalu ditulis dan diajarkan
secara turun temurun secara lisan disebut Weda Smerti.
Pengetahun
manusia di dunia tak hanya terbatas pada wahyu suci dari Ida Sanghyang Widhi,
namun berdasarkan pengalaman hidup manusia. Semuanya pengalaman hidup tersebut disusun
dalam bentuk cerita seperti Mahabarata dan Ramayana, serta dalam bentuk purana-purana.
Inilah kita suci Weda dalam Hindu, yang pada hakekatnya Weda itu adalah Ilmu
pengetahuan spiritual dan duniawi. Namun tak seorangpun yang pernah tahu dimana
Weda berada dan bagaimana bentuknya. Weda adalah abstrak, ia tersebar di seluruh
jagat, Weda itu tersimpan di nurani nurani bijak, nurani suci dan tercerahkan di
dunia ini. Weda itu diibaratkan sebagai benih-benih yang bertaburan di alam semesta.
Kembali
ke masalah agama Hindu Bali, dengan kitab sucinya, Hindu Bali tak pernah
melihat Weda secara utuh. Weda atau pengetahuan suci itu tersebut bagaikan
pasir di laut. Ia tak bisa dikuasai oleh seseorang di dunia ini kecuali Ida
Sanghyang Aji Saraswati, sinar suci Tuhan pencipta Ilmu pengetahuan. Weda di
Bali terurai dalam berbagai bentuk yakni bentuk lontar, bentuk gambar, bentuk
patung, bentuk sastra, bentuk cerita, bentuk adat, bentuk kesenian, bentuk
peninggalan leluhur berupa benda pusaka dan pura. Weda di Bali sudah melebur
menjadi kebudayaan dalam arti luas. Artinya bahwa keseharian manusia Bali
sejati setiap gerak langkahnya sudah mempraktekkan Weda.
Hal
di atas memang sulit untuk dipahami, karena kita sekarang terpengaruh oleh
agama lain yang secara nyata dan gagah membawa dan membaca kitab sucinya secara
panjang lebar lalu menjelaskan isinya secara berbusa - busa. Namun manusia Bali
dengan Hindunya tak seperti itu. Manusia Bali telah menjalankan Weda dalam
setiap langkahnya, dalam setiap budayanya, dan setiap adatnya, serta setiap
pertunjukannya. Weda telah diselipkan dalam awig-awig
desa adat. Weda telah diselipkan
dalam purana-purana desa, purana pura, bhisama Betara Kawitan, Weda telah tersirat dalam sesolahaan atau gerak para penari Bali, termasuk
pesan-pesan moral dalam dialognya. Weda telah digambarkan dalam bentuk lukisan
dan patung, serta Weda telah dilantunkan dalam bentuk kidung dan kekawin.
Walaupun
ada kitab sastra yang tertulis dalam bentuk lontar seperti pelutuk (petunjuk teknis tentang sesuatu), lontar ajian, lontar
keputusan-keputusan, dll. Semuanya itu adalah Weda tertulis yang masih
diwariskan sampai sekarang. Namun sejatinya hal tersebut hanya sebagian kecil dari
Weda yang sempat ditulis dan sempat diselamatkan seiring dengan perjalanan
waktu. Sehingga hal ini perlu diberitahukan kepada seluruh generasi muda Hindu
Bali bahwa tak perlu berkecil hati tak pernah melihat Weda. Sebab Weda itu tak
bisa ditulis selengkapnya oleh manusia, karena Weda memenuhi alam semesta. Weda
hanya bisa dihayati melalui kejernihan hati dan kebijaksanaan. Weda tak bisa
diperlakukan seperti diktat kuliah atau buku pelajaran. Weda tak sebatas itu. Weda maha luas, maha suci, mencakup masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Apapun
hasil olah pikir manusia berdasarkan kejernihan dan kebijaksanaan maka itulah Weda
terselip di dalamnya. Artinya bahwa Hindu Bali menjalankan agamanya berdasarkan
“Weda Mesambeh” artinya bahwa ilmu pengetahuan itu tersebar di alam raya. (Ki
Buyut/kanduk)
No comments:
Post a Comment