Monday, January 4, 2016

PASEK SUMERTA, MONCOL WARGA PASEK DI BADUNG





Diceritakan pada masa itu, ada salah seorang keturunan Pasek Padang Subadra yang benama I Pasek Nguneng, pergi dari Desa Padang (sekarang Padangbai) menuju ke Alas Padang Jerak (masuk wilayah Desa Perean sekarang). Setelah 9 tahun di sana, I Pasek Nguneng memiliki keturunan yakni laki-laki 2 orang, perempuan 3 orang. Laki-laki sulung bernama I Usah, adiknya bernama I Sah. Setelah putra putrinya dewasa mereka meninggalkan Alas Padang Jerak menuju Sumerta (Badung). Di sana memarekan kepada I Gusti Ngurah Sumerta. I Pasek Nguneng diberikan tanah untuk tempat tinggal oelh I Gusti Ngurah Sumerta. Setelah sekitar 12 tahun memarekan, lalu I Gusti Ngurah Sumerta diserang oleh I Gusti Ngurah Tegeh Kuri bersama parekan handal yang bernama I Tambyak Jempung Gigi Putih. I Gusti Ngurah Sumerta dapat dikalahkan oleh I Gusti Ngurah Tegeh Kuri.
Kini diceritakan Sumerta dikuasai oleh I Gusti Ngurah Tegeh Kuri. Setelah sekian lama, ada permintaan dari penguasa di Puri Ksatria (lama) kepada I Gusti Ngurah Tegeh Kuri meminta wilayah Sumerta di bagian selatan bencingah. I Gusti Ngurah Tegeh Kuri memenuhi permintaan tersebut. Setelah berselang lama (sekitar 6 bulan), kembali penguasa Satria meminta sawah yang berlokasi di sebelah timur Puri Satria akan dijadikan desa. Maka dipindahkanlah penduduk Sumerta yang ada di bagian selatan bencingah untuk dijadikan pekandelan puri satria.
Kini kembali diceritakan keturunan I Pasek Nguneng yang bernama I Usah memiliki anak 5 yakni laki-laki 3, perempuan 2 orang. Laki-laki sulung bernama I Sinah, adiknya bernama I Jenar, dan adiknya lagi bernama I Singgih. I Sah memiliki 5 anak yakni perempuan 3, laki-laki 2 orang. Yang laki-laki bernama I Gagar dan I Gegeng.
Karena sudah lama tinggal di Sumerta, lalu I Usah membuat pelinggih kawitan di Sumerta yakni berupa padmasana dan meru tumpang telu. Sedangkan I Sah beserta dengan anaknya I Gagar bermukim di sebelah selatan gria di Taman. Namun ada pembicaraan I Usah dengan I Sah “kamu Sah, sekarang kamu mengurus pura di sini, Aku membawa kawitan (prasasti). Apabila hari odalan, aku akan membawanya ke sini agar tidak putus hubungan persaudaraan keturunanku dengan keturunanmu nanti”. Demikian diceritakan.
Sekitar tiga tahun kemudian, penguasa di Satria berkata “kamu Usah, aku minta anakmu kedua-duanya yakni I Sinah dan I Jenar, akan aku suruh untuk berburu”. I Usah mengikuti kehendak penguasa satria.
Diceritakan pada hari anggarkasih perangbakat, sasih kapat, I Sinah dan I Jenar berburu ke Alas Sasih. Singkat cerita, perburuan di Alas Sasih membawa petaka. Terjadi masalah dengan I Gusti Ngurah Kepandean (penguasa Desa Intaran). I Sinah dan I Jenar secara tak sengaja  berbuat kesalahan sehingga I Gusti Ngurah Kepandean menuntut mereka berdua agar dihukum mati. Lalu raja Satrya menyuruh I Sinah dan I Jenar agar lari sejauh-jauhnya keluar dari gumi Badung. Mereka berdua berlari menuju ke arah timur laut menuju kerajaan Bangli, lalu memarekan di sana. Hentikan dahulu ceritanya sampai di sini.
Kini kembali diceritakan mengenai keturunan I Sah di Sumerta yakni I Gagar dan I Gegeng yang memarekan kehadapan I Gusti Tegeh Kuri, serta mengempon Pura Kawitan yang dibangun di Sumerta. Diceritakan I Gegeng mengangkat anak dari I Gagar. Namun dalam perjalanan selanjutnya tidak ada keturunan di Sumerta. Sedangkan I Sinah dan I Jenar sedang melarikan diri ke Bangli. Agar tidak terjadi kekosongan diSumerta, maka I Gegeng mencari keluarga Pasek yang masih dalam satu garis keturunan Pasek Padang Subadra. Maka didapatlah keluarga Pasek Padang Subadra yang ada di Tainsiat. Pasek Padang Subadra di Tainsiat adalah keturunan dari garis purusa Ki Pasek Subrata (anak pertama dari Ki Pasek Padang Subadra di Padang). Sedangkan I Pasek Nguneng (kakek dari I Gegeng dan I Gagar di Sumerta) adalah keturunan purusa Ki Pasek Kurubadra (anak bungsu dari Ki Pasek Padang Subadra di Padang). Salah seorang keturunan Pasek Padang Subadra di Tainsiat dimohon untuk tinggal dan ngerajeg di Sumerta untuk melanjutkan keluarga dan merawat Pura di Sumerta.
Seiring dengan perjalanan waktu, keluarga Pasek Padang Subadra yang dari Tainsiat berkembang pesat di Sumerta. Mulai mendirikan linggih Ibu sebagai linggih dari leluhur, kemudian semakin dilengkapi dengan medirikan panti / dadya di sebelah selatan dari pelinggih Padmasana dan Meru Tumpang Telu.
Dalam sejarah selanjutnya, terjadi pula perubahan kekuasaan kerajaan Badung dari Dinasti Tegeh Kuri ke dinasti Arya Kenceng di Bandana Negara. Walaupun demikian, semua penguasa wilayah masih tunduk kepada kekuasaan Dalem di Gelgel. Untuk memperkuat kedudukan Dalem di Gelgel maka peran Pasek sangat diperhitungkan. Sehingga warga Pasek dipersatukan di masing-masing wilayah. Maka keluarlah keputusan Dalem di Gelgel yakni menunjuk dan menetapkan moncol pasek (pimpinan warga Pasek) di masing masing wilayah di Bali, yakni:
1.      Untuk wilayah Karangasem ditunjuk dan ditetapkan Ki Bendesa di Desa Selat
2.      Untuk wilayah Klungkung ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Gelgel di Desa Tegak
3.      Untuk wilayah Bangli ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Gelgel di Desa Songan
4.      Untuk wilayah Gianyar ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Padang Subadra di Banjar Sangging Gianyar
5.      Untuk wilayah Badung ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Padang Subadra di Sumerta. Namun karena tak ada keturunannya, maka ditunjuk sebagai penggantinya adalah Ki Pasek Padang Subadra dari Banjar Tainsiat, Denpasar.
6.      Untuk wilayah Tabanan ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Tohjiwa di Desa Tangguntiti.
7.      Untuk wilayah Buleleng ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Baleagung di Banjar Baleagung Buleleng.
Atas ditunjuknya Pasek Sumerta menjadi Moncol Warga Pasek di Badung, maka status Pura pun ditingkatkan menjadi Pura Dadya Agung, sehingga nama lengkapnya menjadi Pura Dadya Agung Pasek Sumerta. (Alamat di banjar Pande, Desa Pakraman Sumerta, Desa Dinas Sumerta Kaja). Sesuai dengan status sebagai Pura Dadya Agung Pasek dan fungsinya sebagai Moncol Warga Pasek di Badung, maka Pura Pasek Sumerta tidak saja di-siwi (disungsung) oleh keturunan Pasek Padang Subadra di Sumerta, namun juga oleh seluruh Pasek keturunan Sapta Resi yang ada di wilayah Badung (kerajaan Badung). Baik dari warga Pasek Padang Subadra, Pasek Gelgel, Pasek Ngukuhin, Pasek Dangka, Pasek Gaduh, Pasek Tangkas, Pasek, Kebayan, Pasek Salahin, Pasek Tohjiwa, dan warga pasek lainnya. Demikian keputusan Dalem terdahulu.
Namun perlu diingat, bagi mereka yang merupakan keturunan dari keluarga Pasek Padang Subadra di Sumerta dan Tainsiat, maka mereka bersembahyang dari pura Ibu (paling selatan), kemudian pura panti / dadya (di tengah), lalu di paling utara (padmasana dan meru tumpang telu) sebagai linggih dari Betara Kawitan Ratu Pasek.
Sedangkan bagi penyiwi yang bukan keturunan dari keluarga di Sumerta dan Tainsiat, hanya menghaturkan bakti di pelinggih paling utara saja yakni di Padmasana dan Meru Tumpang Telu sebagai linggih Kawitan Ratu Pasek. Itulah sebabnya mengapa pemedek ada yang bersembahyang tiga kali (di selatan, tengah dan paling utara), namun ada pula yang hanya di utara saja. Itulah latar belakangnya agar bisa dipahami.
Dalam perkembangan selanjutnya, dikatakan bahwa pelinggih Padmasana dan Meru Tumpang Telu adalah milik dari Puri Kesiman. Hal itu tidaklah  demikian ! Pelinggih Padmasana dan Meru Tumpang Telu tersebut tetaplah milik pura (keluarga Pasek) sebagai pengayatan Betara Kawitan Pasek / Ratu Pasek. Namun karena status dari Pura Pasek Sumerta adalah sebagai “moncol”, maka keberadaannya dibawah koordinasi Kerajaan Badung, dalamhal ini adalah Puri Kesiman. Karena pada jaman kerajaan Badung, rakyat diperintah oleh tiga puri secara kolektif, sehingga disebut dengan Sang Raja Tiga di Badung. Sang Raja Tiga tersebut adalah: di bagian barat dikoordinasikan oleh Puri Pemecutan, di bagian tengah dikoordinasikan oleh Puri Satrya / Denpasar, di bagian timur dikoordinaksikan oleh Puri Kesiman. Dalam hal ini Desa Sumerta masuk wilayah koordinasi Puri Kesiman. Sehingga wajar bahwa masyarakat Sumerta beserta dengan lembaga adat dibawah koordinasi Puri Kesiman / Raja Kesiman. Demikian riwayat singkatnya.
Demikian dapat diceritakan secara singkat untuk sekedar memberikan informasi, bersumber dari: 1) Babad Pasek oleh Jro Mangku Gede Kt Soebandi 2) Babad Pasek terjemahan Gusti Bagus Sugriwa 3) Babad Badung 4) Babad Dalem 5) Babad Arya 6) Babad Tegeh Kuri 7) Babad Usana Bali Pulina 8) Prasasti Lelintihan I Pasek Nguneng. 
(Ki Buyut Dalu).














Kanduksupatradesember2015

   

No comments:

Post a Comment