Diceritakan pada masa itu, ada salah
seorang keturunan Pasek Padang Subadra yang benama I Pasek Nguneng, pergi dari
Desa Padang (sekarang Padangbai) menuju ke Alas Padang Jerak (masuk wilayah Desa
Perean sekarang). Setelah 9 tahun di sana, I Pasek Nguneng memiliki keturunan
yakni laki-laki 2 orang, perempuan 3 orang. Laki-laki sulung bernama I Usah,
adiknya bernama I Sah. Setelah putra putrinya dewasa mereka meninggalkan Alas
Padang Jerak menuju Sumerta (Badung). Di sana memarekan kepada I Gusti Ngurah
Sumerta. I Pasek Nguneng diberikan tanah untuk tempat tinggal oelh I Gusti
Ngurah Sumerta. Setelah sekitar 12 tahun memarekan, lalu I Gusti Ngurah Sumerta
diserang oleh I Gusti Ngurah Tegeh Kuri bersama parekan handal yang bernama I
Tambyak Jempung Gigi Putih. I Gusti Ngurah Sumerta dapat dikalahkan oleh I
Gusti Ngurah Tegeh Kuri.
Kini diceritakan Sumerta dikuasai oleh I
Gusti Ngurah Tegeh Kuri. Setelah sekian lama, ada permintaan dari penguasa di Puri
Ksatria (lama) kepada I Gusti Ngurah Tegeh Kuri meminta wilayah Sumerta di bagian
selatan bencingah. I Gusti Ngurah Tegeh Kuri memenuhi permintaan tersebut.
Setelah berselang lama (sekitar 6 bulan), kembali penguasa Satria meminta sawah
yang berlokasi di sebelah timur Puri Satria akan dijadikan desa. Maka dipindahkanlah
penduduk Sumerta yang ada di bagian selatan bencingah untuk dijadikan
pekandelan puri satria.
Kini kembali diceritakan keturunan I
Pasek Nguneng yang bernama I Usah memiliki anak 5 yakni laki-laki 3, perempuan
2 orang. Laki-laki sulung bernama I Sinah, adiknya bernama I Jenar, dan adiknya
lagi bernama I Singgih. I Sah memiliki 5 anak yakni perempuan 3, laki-laki 2
orang. Yang laki-laki bernama I Gagar dan I Gegeng.
Karena sudah lama tinggal di Sumerta,
lalu I Usah membuat pelinggih kawitan di Sumerta yakni berupa padmasana dan meru tumpang telu. Sedangkan I Sah beserta dengan anaknya I Gagar bermukim
di sebelah selatan gria di Taman. Namun ada pembicaraan I Usah dengan I Sah
“kamu Sah, sekarang kamu mengurus pura di sini, Aku membawa kawitan (prasasti).
Apabila hari odalan, aku akan membawanya ke sini agar tidak putus hubungan
persaudaraan keturunanku dengan keturunanmu nanti”. Demikian diceritakan.
Sekitar tiga tahun kemudian, penguasa di
Satria berkata “kamu Usah, aku minta anakmu kedua-duanya yakni I Sinah dan I
Jenar, akan aku suruh untuk berburu”. I Usah mengikuti kehendak penguasa satria.
Diceritakan pada hari anggarkasih perangbakat,
sasih kapat, I Sinah dan I Jenar berburu ke Alas Sasih. Singkat cerita,
perburuan di Alas Sasih membawa petaka. Terjadi masalah dengan I Gusti Ngurah
Kepandean (penguasa Desa Intaran). I Sinah dan I Jenar secara tak sengaja berbuat kesalahan sehingga I Gusti Ngurah
Kepandean menuntut mereka berdua agar dihukum mati. Lalu raja Satrya menyuruh I
Sinah dan I Jenar agar lari sejauh-jauhnya keluar dari gumi Badung. Mereka
berdua berlari menuju ke arah timur laut menuju kerajaan Bangli, lalu memarekan
di sana. Hentikan dahulu ceritanya sampai di sini.
Kini kembali diceritakan mengenai
keturunan I Sah di Sumerta yakni I Gagar dan I Gegeng yang memarekan kehadapan
I Gusti Tegeh Kuri, serta mengempon Pura Kawitan yang dibangun di Sumerta.
Diceritakan I Gegeng mengangkat anak dari I Gagar. Namun dalam perjalanan
selanjutnya tidak ada keturunan di Sumerta. Sedangkan I Sinah dan I Jenar
sedang melarikan diri ke Bangli. Agar tidak terjadi kekosongan diSumerta, maka
I Gegeng mencari keluarga Pasek yang masih dalam satu garis keturunan Pasek
Padang Subadra. Maka didapatlah keluarga Pasek Padang Subadra yang ada di
Tainsiat. Pasek Padang Subadra di Tainsiat adalah keturunan dari garis purusa
Ki Pasek Subrata (anak pertama dari Ki Pasek Padang Subadra di Padang).
Sedangkan I Pasek Nguneng (kakek dari I Gegeng dan I Gagar di Sumerta) adalah
keturunan purusa Ki Pasek Kurubadra (anak bungsu dari Ki Pasek Padang Subadra
di Padang). Salah seorang keturunan Pasek Padang Subadra di Tainsiat dimohon
untuk tinggal dan ngerajeg di Sumerta untuk melanjutkan keluarga dan merawat
Pura di Sumerta.
Seiring dengan perjalanan waktu,
keluarga Pasek Padang Subadra yang dari Tainsiat berkembang pesat di Sumerta. Mulai
mendirikan linggih Ibu sebagai linggih dari leluhur, kemudian semakin
dilengkapi dengan medirikan panti / dadya di sebelah selatan dari pelinggih
Padmasana dan Meru Tumpang Telu.
Dalam sejarah selanjutnya, terjadi pula
perubahan kekuasaan kerajaan Badung dari Dinasti Tegeh Kuri ke dinasti Arya
Kenceng di Bandana Negara. Walaupun demikian, semua penguasa wilayah masih
tunduk kepada kekuasaan Dalem di Gelgel. Untuk memperkuat kedudukan Dalem di
Gelgel maka peran Pasek sangat diperhitungkan. Sehingga warga Pasek
dipersatukan di masing-masing wilayah. Maka keluarlah keputusan Dalem di Gelgel
yakni menunjuk dan menetapkan moncol pasek (pimpinan warga Pasek) di masing
masing wilayah di Bali, yakni:
1. Untuk
wilayah Karangasem ditunjuk dan ditetapkan Ki Bendesa di Desa Selat
2. Untuk
wilayah Klungkung ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Gelgel di Desa Tegak
3. Untuk
wilayah Bangli ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Gelgel di Desa Songan
4. Untuk
wilayah Gianyar ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Padang Subadra di Banjar
Sangging Gianyar
5. Untuk
wilayah Badung ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Padang Subadra di Sumerta.
Namun karena tak ada keturunannya, maka ditunjuk sebagai penggantinya adalah Ki
Pasek Padang Subadra dari Banjar Tainsiat, Denpasar.
6. Untuk
wilayah Tabanan ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Tohjiwa di Desa Tangguntiti.
7. Untuk
wilayah Buleleng ditunjuk dan ditetapkan Ki Pasek Baleagung di Banjar Baleagung
Buleleng.
Atas ditunjuknya Pasek Sumerta menjadi
Moncol Warga Pasek di Badung, maka status Pura pun ditingkatkan menjadi Pura
Dadya Agung, sehingga nama lengkapnya menjadi Pura Dadya Agung Pasek Sumerta. (Alamat di banjar Pande, Desa Pakraman Sumerta, Desa Dinas Sumerta Kaja). Sesuai
dengan status sebagai Pura Dadya Agung Pasek dan fungsinya sebagai Moncol Warga
Pasek di Badung, maka Pura Pasek Sumerta tidak saja di-siwi (disungsung) oleh keturunan Pasek Padang Subadra di Sumerta, namun
juga oleh seluruh Pasek keturunan Sapta Resi yang ada di wilayah Badung
(kerajaan Badung). Baik dari warga Pasek Padang Subadra, Pasek Gelgel, Pasek
Ngukuhin, Pasek Dangka, Pasek Gaduh, Pasek Tangkas, Pasek, Kebayan, Pasek
Salahin, Pasek Tohjiwa, dan warga pasek lainnya. Demikian keputusan Dalem
terdahulu.
Namun perlu diingat, bagi mereka yang
merupakan keturunan dari keluarga Pasek Padang Subadra di Sumerta dan Tainsiat,
maka mereka bersembahyang dari pura Ibu (paling selatan), kemudian pura panti /
dadya (di tengah), lalu di paling utara (padmasana dan meru tumpang telu) sebagai
linggih dari Betara Kawitan Ratu Pasek.
Sedangkan bagi penyiwi yang bukan
keturunan dari keluarga di Sumerta dan Tainsiat, hanya menghaturkan bakti di pelinggih
paling utara saja yakni di Padmasana dan Meru Tumpang Telu sebagai linggih Kawitan
Ratu Pasek. Itulah sebabnya mengapa pemedek ada yang bersembahyang tiga kali
(di selatan, tengah dan paling utara), namun ada pula yang hanya di utara saja.
Itulah latar belakangnya agar bisa dipahami.
Dalam perkembangan selanjutnya, dikatakan
bahwa pelinggih Padmasana dan Meru Tumpang Telu adalah milik dari Puri Kesiman.
Hal itu tidaklah demikian ! Pelinggih Padmasana
dan Meru Tumpang Telu tersebut tetaplah milik pura (keluarga Pasek) sebagai
pengayatan Betara Kawitan Pasek / Ratu Pasek. Namun karena status dari Pura
Pasek Sumerta adalah sebagai “moncol”, maka keberadaannya dibawah koordinasi Kerajaan
Badung, dalamhal ini adalah Puri Kesiman. Karena pada jaman kerajaan Badung, rakyat
diperintah oleh tiga puri secara kolektif, sehingga disebut dengan Sang Raja Tiga
di Badung. Sang Raja Tiga tersebut adalah: di bagian barat dikoordinasikan oleh
Puri Pemecutan, di bagian tengah dikoordinasikan oleh Puri Satrya / Denpasar,
di bagian timur dikoordinaksikan oleh Puri Kesiman. Dalam hal ini Desa Sumerta
masuk wilayah koordinasi Puri Kesiman. Sehingga wajar bahwa masyarakat Sumerta
beserta dengan lembaga adat dibawah koordinasi Puri Kesiman / Raja Kesiman.
Demikian riwayat singkatnya.
Demikian
dapat diceritakan secara singkat untuk sekedar memberikan informasi, bersumber
dari: 1) Babad Pasek oleh Jro Mangku Gede Kt Soebandi 2) Babad Pasek terjemahan
Gusti Bagus Sugriwa 3) Babad Badung 4) Babad Dalem 5) Babad Arya 6) Babad Tegeh
Kuri 7) Babad Usana Bali Pulina 8) Prasasti Lelintihan I Pasek Nguneng.
(Ki Buyut Dalu).
Kanduksupatradesember2015
No comments:
Post a Comment