Hari
hari penuh upacara yadnya. Teringat dengan data Biro Pusat Statistik beberapa
waktu lalu mengatakan bahwa “yadnya penyebab kemiskinan di Bali”.
Tentulah
“kurang bijak” ketika yadnya yang hakekatnya “suci” dikambinghitamkan sebagai
penyebab “kemiskinan”.
Siapa
saja yang memilih jalan leluhur mesti berjalan di atas tiga landasan yakni
tattwa (filsafat), susila (etika) dan yadnya (upacara). Ketiganya adalah satu
kesatuan di dalam menata rasa. Beragama tanpa tattwa sepertinya “buta”, beragama
tanpa susila kayaknya “kacau”, beragama tanpa upacara terasa “lumpuh” dan “hambar”.
Yadnya,
ungkapan rasa syukur kepada Sanghyang Mahakarana atas anugrah kehidupan ini.
Segala bentuk pengorbanan (tenaga, pikiran, waktu, materi) tercurah dalam
sebuah yadnya. Beryadnya adalah proses berkarma menata keseimbangan rasa untuk menggapai
berkah Hyang Jagatkarana.
Ketika
landasannya adalah “lascarya” (tulus), maka istilah berat, repot, atau miskin,
semuanya jadi sirna. Justru beryadnya adalah proses “pengayaan sejati”, kaya
akan karma, kaya rasa syukur, kaya sujud bhakti, kaya pahala, sarat dengan
investasi moral dan spiritual.
Dengan
beryadnya, kita mengubah materi duniawi menjadi kekayaan sejati yakni “kebajikan”
yang nantinya bisa dibawa ke sunialoka. Sedangkan kekayaan mentah (materi) tak
bisa dibawa ke sana.
Yadnya
adalah proses pematangan rasa untuk tidak pernah berhitung secara matematika
duniawi. Hitungannya adalah matematika sunia yakni “ketulusan”. Para leluhur
sejak jaman dahulu telah mendapatkan kebijaksanaan dan kemuliaan dengan jalan
beryadnya.
Secara
sekala, dengan yadnya, Sanghyang Maha Yadnya telah mengirimkan jutaan wisatawan
ke Bali. Sang Maha Merta telah menjawab semua yadnya manusia Bali untuk kesejahteraan
duniawi dan kedamaian di tanah leluhur ini. Dengan yadnya, Bali bagaikan gula.
Semut dari seantero negeri ikut menikmati manisnya “Gula Bali”. Bahkan para
bhuta kala dan bromo corah pun ikut menikmati berkah dari keutamaan yadnya.
Lalu….
ketika menyebut yadnya sebagai biang kemiskinan, mau dipalingkan kemana wajah
ini ? malu kepada leluhur !!. Maaf, cobalah tengok sebuah daerah dengan
keyakinan berbeda, mereka tak melakukan yadnya sama sekali, apakah masyarakat
di sana semua kaya?. Mohon maaf, sepertinya angka kemiskinan di sana lebih
besar. Ampura.
Panas bara di sasih kedasa..... iseng iseng manyurat....
#KeutamaanYadnya
#WarisanLeluhur #TattwaSusilaYadnya