Friday, May 27, 2016

Mistik Politik dan Dukun Politik




Melumpuhkan dan Mengganggu Konsentrasi Lawan Politik

Seperti pernah disinggung jauh sebelumnya bahwa secara langsung atau tak langsung, pastilah seseorang akan bersinggungan dengan politik. Karena politik sejatinya adalah alat untuk mencapai kekuasaan. Kekuasan yang diperoleh digunakan untuk menata kehidupan masyarakat menuju pada kehidupan yang labih baik. Untuk penataan ke arah yang lebih baik ini, masing-masing kelompok memiliki pandangan serta konsep yang berbeda. Masing-masing yakin dengan konsepnya yang terbaik. Hal ini memunculkan kelompok-kelompok politik, menimbulkan aliran dan ideologi politik. Inilah yang kemudian memunculkan persaingan antara partai, antar kelompok untuk merebut posisi kekuasaan.
Persaingan perebutan kekuasaan ini lalu menimbulkan proses politik yang di dalamnya penuh dengan intrik pribadi dan kelompok. Kondisi ini melahirkan berbagai macam strategi politik, taktik politik, propaganda, dll. Tak salah kalau ada orang yang mencoba mengutak-atik kata “politik” menjadi “Poli” adalah banyak, “tik” adalah taktik. Jadi secara gamblang dikatakan bahwa politik mesti memiliki banyak taktik. Realitanya memang politik mesti tegaan, politik mesti berani, politik mesti konsisten, politk mesti pongah, banyak akal dan strategi untuk mencapai tujuan politik.
Ketatnya persaingan dalam dunia politik menyebabkan setiap adanya perhelatan politik pastilah ramai, hiruk pikuk orang mencari dukungan alias kampanye, bersinggungan satu sama lain kerapkali menimbulkan bentrok, kontak fisik, diwarnai kasak-kusuk di masyarakat, dll. Di sinilah strategi para kontestan diadu. Banyak yang mengandalkan dengan ketokohan saudara, bapak, ibu, garis keturunan ningrat, ada pula melakukan kegiatan untuk menarik simpati. Pokoknya akal bulus pastilah keluar saat diperlukan. Itu hanyalah sebagian kecil dari hiruk pikuk politik yang tampak di permukaan.
Di balik itu, ada hal-hal yang sudah menjadi rahasia umum, dimana kegiatan politik praktis di Bali bahkan di Indonesia secara umumnya menggunakan kekuatan-kekuatan di luar kemampuan alamiah manusia. Percaya atau tidak, terasa atau tidak, nyata atau tidak, pokoknya praktek mistik dalam politik sangat kental terjadi. Bukan kali ini saja, namun sudah terjadi sejak jaman dahulu.
Sesuatu yang tidak normal dilakukan oleh seorang politisi untuk mempengaruhi lawan politiknya, mempengaruhi masa pemilih dengan cara-cara tak normal tak masuk akal, dan tak logis, namun hasilnya dapat dilihat. Ini adalah kerjaan dari paranormal / dukun-dukun politik sesuai dengan order kliennya. Keberadaan dukun politik menjadi makin laris manis ketika perhelatan politik dimulai. Semua mencari dukun, mencari jimat, semua pergi ke tempat angker, sunyi dan sepi di malam hari.
Semua ini berawal dari kekawatiran dari setiap politisi jangan-jangan lawan politiknya menggunakan cara mistik. Di pihak lain yang dianggap lawan politiknya juga demikian pikirannya, akhirnya semua politisi menggunakan cara-cara mistik. Semua mohon keberuntungan dalam politik. Dukun politik yang hanya duduk-duduk di rumah laris manis kedatangan para klien memohon jimat penyengker agar tak terkena pengaruh majik dari lawan politknya. Apa yang dilakukan oleh seorang politisi dalam hal mistik, ikutilah penelusuran singkat ini.
Ada seorang politisi datang ke tempat paranormal, sebut saja Balian Sakti Tan Paingen Buin Aeng Sajan di sebuah tempat di Bali. Si dukun pastilah bertanya apa yang diinginkan. Setelah itu sang dukun pastilah akan memeriksa kondisi kejiwaan dari orang tersebut apakah keadaan kosong atau sudah berisi jimat. Lalu apakah ia sudah terkena aura mistik atau tidak. Sang dukun sesuai dengan kemampuannya lalu melakukan tindakan. 1. Memperkuat mereka secara niskala dengan memberikan energi tertentu sebagai pelindung 2. Memberikan jimat tertenu berupa sabuk, cincin, gelang, keris , baju, dll, sebagai pelindung sekaligus untuk menambah kekuatan, wibawa, dll. 3. Si Dukun memeriksa rumah yang bersangkutan apakah sudah bersih secara niskala atau tidak, lalu menambahkan kekuatan tertentu untuk menjamin keselamatan yang bersangkutan dari serangan mistik lawan-lawan politiknya  4. Mengajak si pemohon untuk datang ke tempat tertentu memohon kepada para Dewa agar diberikan kekuatan dan kemenangan 5. Ada pula yang bertindak kasar melalui balian saktinya, si pemohon meminta agar lawan politiknya dilumpuhkan, seperti membuat lawan politiknya sakit, danseterusnya. 6. Bisa juga dilakukan seorang penekun spiritual mengalihkan perhatian pesaingnya dengan mencoba mencelakai orang-orang terdekatnya seperti mencelakai istri, anak, keluarga, atau orang terdekat, dengan harapan pesaingnya menjadi sibuk, kesedihan, yang akhirnya mengacaukan konsentrasi. 7. Ada juga balian sakti melakukan dengan cara menggunakan sarana tertentu, mencoba mengacaukan aura di sebuah kawasan tertentu. Harapannya untuk mempengaruhi pikiran pemilih. Kekuatan aura kacau ini, pemilih menjadi linglung dan mudah diarahkan untuk memilih kandidat tertentu. Ini tentunya memerlukan kekuatan dan kesaktian yang lebih, karena menyangkut pikiran orang banyak. 8. Ada pula dukun politik yang mampu untuk mengacaukan pikiran para pemilih ketika memasuki ruang pemilihan. Bagi yang kekuatan kejiwaannya lemah pastilah akan terpengaruh, bahkan konon pemilih dibuat tak melihat gambar pilihannya, dan justru yang dilihatnya gambar yang lain, dll
Artinya dengan kekuatan mistik yang dimiliki untuk mengacaukan pikiran secara niskala. Sehingga dalam sebuah perhelatan politik, dukun-dukun politik menjadi laris. Bahkan satu orang kandidat bisanya mencari dukun lebih dari satu, tak di satu tempat namun tersebar ke seluruh arah, dengan harapan bantuan kekuatan niskala datang dari segala arah. Bahkan dalam sebuah laporan petanggunganjawaban dana kampanye disebutkan bahwa seorang kandidat mengalokasikan dana untuk seorang balian adalah puluhan juta rupiah. Bisa dibayangkan berapa duit dialokasikan untuk meminta bantuan dukun-dukun politik jika seorang kandidat mendatangi enam, tujuh, delapan, samapai sepuluh dukun politik. Artinya untuk ukuran Bali, maka anggaran untuk dukun dalam politk sudah lumrah, bahkan ada yang menganggarkan sampai ratusan juta rupiah. Si dukun mau-mau saja, siapapun yang datang mereka melayani.
Saking banyaknya sang kandidat mencari balian sakti, banyaknya jimat yang dibawa untuk melindungi diri, justru kerapkali membawa kekacauan aura dalam diri kandidat dan lingkungannya. Karena energi yang dicurahkan oleh banyak dukun untuk melindungi seseorang tak semuanya berjalan selaras, tak semuanya seimbang, dan bahkan ada diantara energi tersebut ada yang bertolak belakang. Justru hal ini akan membawa dampak buruk, bingung, bahkan sakit bagi yang bersangkutan. Dalam situasi seperti ini, biasanya mereka merasa dirinya diserang oleh lawan politiknya. Padahal tidak. Dalam kondisi seperti ini, kembali si politisi mencari kekuatan baru karena kekuatan yang ada dirasa tak mampu menahan serangan lawan, maka nambahlah balian pelindungnya. Padahal semua itu akibat dari kebanyakan balian yang mengeluarkan energi yang tak selaras, bukan karena serangan musuh.
Itulah di balik layar mengenai hiruk pikuk dunia politik. Penggunaan kekuatan mistik dalam politik ada yang kasar dan ada pula yang halus. Hanya si pengorder dan si dukun bersangkutan yang mengetahui keadaan yang pasti.  
Demikian sekelumit kasak-kusuk yang sering terdengar dalam permainan politik yang melibatkan kekuatan-kekuatan di luar kekuatan alamiah manusia. Walaupun semua itu sah-sah saja, namun untuk hal kemanusiaan, etika, moral, dan karma mesti menjadi bahan renungan bagi para politisi. Budaya politik seperti ini melahirkan para pemimpin yang tak pernah percaya diri. Pemimpin yang tergantung pada pada jimat-jimat, serta pemimpin yang suka menakuti-nakuti dengan kekuatan gaib, dll. (Ki Buyut, 2016).  


Friday, May 13, 2016

Ni Calonarang menghidupkan mayat di Setra Gandamayu




Pergumulan Pustaka Lipyakara dan Astacapala


            Disebutkan seorang janda tinggal di Girah, Ni Calonarang namanya memiliki seorang putri bernama Ratna Menggali, parasnya cantik tetapi tidak ada yang mau melamar. Karena tidak ada yang mau melamar anaknya, maka Ni Calonarang berkehendak menghancurkan kerajaan Daha..
            Untuk mencapai tujuannya, Ni Calonarang madewa saraya ke setra gandamayu,  memuja Ida Betari Durga, diikuti oleh para sisya (muridnya). Ni Calonarang berkata ”Rarung, bunyikan kamank  kangsimu, mari kita menari !!!”. Si Guyang segera menari, dengan gerak merentang-rentangkan tangan dan menepuk-nepuk. Setelah mereka membagi diri menjadi lima penjuru, pergilah Ni Calonarang ke tengah kuburan. Ia menemukan mayat orang mati mendadak pada hari Sabtu Kliwon. Mayat itu didirikan, diikat pada pohon kepuh. Mayat itu dihidupkan diberi nafas,  Si Weksirsa dan Mahisawadana membukakan matanya. Hidup kembali mayat itu, dan dapat berbicara.
            Mayat hidup tersebut berkata ”siapakah tuan yang menghidupkan hamba? sangat besar hutang hamba. Hamba tidak tahu membalasnya. Hamba hendak mengabdi kepadanva, lepaskanlah ikatan hamha dari pohon kepuh. Hamba hendak berbakti dan bersujud”
Lalu Si Weksirsa berkata, “Engkau kira engkau akan hidup lama? Sekarang engkau akan kupenggal lehermu” Segera lehernya dipenggal, melesatlah kepala mayat itu, darahnya menyembur menggenang. Darah itu dipakai mencuci rambut oleh Calonarang. Kusutlah rambutnya oleh darah, ususnya dikalungkan, dengan secepatnya diolah dipanggang semua, digunakan untuk korban para bhuta dan segala yang tinggal di Ruhunan itu, terutama Batari Bagawati. Korban utama itu dihaturkan dan segera muncul Batari dari kahyangan. Bersabda kepada Calonarang “aduh, anakku Calonarang, apakah maksudmu mempersembahkan makanan kepadaku dan bakti menyembah? Aku terima persembahanmu itu”
            Janda Girah menjawab “Dewi penguasa dunia, jangan marah kepada hamba. Maksud hamba mohon perkenan Betari untuk membinasakan orang di seluruh kerajaan”
            Batari berkata, “ya, aku senang Calonaarang tetapi engkau harus waspada dalam bertindak” Lalu janda di Girah minta pamit, menghormat  kepada Batari.
            Diceritakan kemudian Calonarang berhasil mendapatkan pengetahuan tentang ”keburukan”,  maka direalisasikan untuk menghancurkan kerajaan Daha. Dari pinggir kota kerajaan, rakyat mulai mengalami penderitaan dan tertimpa berbagai macam penyakit yang sulit disembuhkan dan akhirnya meninggal, semakin hari semakin banyak masyarakat yang meninggal tanpa sebab.
            Baginda Raja merasa kesulitan menghadapi hal itu, akhirnya mengadakan paruman Agung, dengan mengundang berbagai Rsi, Pendeta, Bhagawan, Mpu dan yang lainnya. Akhirnya menyepakati bahwa Mpu Bharadah yang diberi tugas untuk menyelesaikan ulah Si Calonarang.        
            Mpu Bharadah mengutus anaknya Mpu Bahula untuk mengawini putri Calonarang yang bernama Ratna Manggali, dengan tujuan untuk mempelajari ilmu yang dimiliki oleh Calonarang.
            Kehadiran Mpu Bahula yang berparas tampan, dapat diterima oleh Calonarang dan Ratna Manggali. Singkat cerita, terjadilah perkawinan dengan hidup sangat rukun. Tetapi yang menjadi khawatir Mpu Bahula adalah kepergian Calonarang dan Ratnamanggali setiap malam pergi ke kuburan. Mpu Bahula ingin mengikuti istrinya ke kuburan tetapi tidak diijinkan, hanya diberikan sebuah pustaka yang dipakai dasar untuk melaksanakan ajaran itu, pustaka tersebut bernama Lipyakara..
            Pustaka  lipyakara segera dibawa ke pesraman Mpu Bharadah, setelah dibaca dan dipelajari dengan waktu yang sangat singkat Mpu Bharadah dengan mudah dapat memahami isinya, bahwa ajaran tersebut sama dengan ajaran Mpu Bharadah, hanya dipergunakan untuk aliran kiri.
            Setelah Mpu Bharadah menguasai ilmu dari pustaka Lipyakara, maka datanglah beliau ke rumah Calongarang, dengan tujuan untuk menyadarkannya. Tetapi Calonarang meminta dirinya agar diruwat atas dosa-dosa yang telah dilakukannya. Mpu Bahula tidak bersedia meruwatnya, karena dosa-dosa yang dilakukan menghancurkan kerajaan dan membunuh masyarakat. Calonarang seketika itu bangkit emosinya, sambil berkata ”Biarkahlah sampai mati, saya akan mempertahankan pustaka lipyakara ini”. Sambil membalikan badannya, menantang Mpu Bharadah, Calonarang menyihir sebuah pohon beringin dan seketika terbakar akibat tatapan mata Calonarang. Mpu Bharadah berkata ”keluarkanlah seluruh ilmu yang dimiliki”!
            Calonarang semakin marah, seluruh tubuhnya keluar api dari rambutnya, matanya, telinganya, mulutnya, siap untuk menerkam Mpu Bharadah. Mpu Bharadah duduk dengan tenang, sambil komat kamit melantunkan mantra yang termuat dalam pustaka Astacapala, ketika tubuh Mpu Bharadah diterkam, maka pada saat itu pula Calonarang meninggal dengan badan terbakar. (ki buyut)



Wednesday, May 11, 2016

Pulau Bali Merajah




            Rerajahan adalah sebuah gambar atau tulisan pada media seperti kertas, kain, batu, tembikar, tembaga, lontar, kulit, buah-buahan, dll., yang memiliki kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai pelindung, sebagai penyelamat, atau juga sebagai pencelaka sesuai dengan maksud si pembuat rerajahan. Kekuatan mistik dari rerajahan dapat dimunculkan dari kekuatan alam atau Illahi dengan cara mem-pasupati, mantra, upakara, dan dewasa (hari baik), serta dengan kekuatan jnana. Dengan demikian, tidak mudah membangkitkan kekuatan mistis dari sebuah gambar atau rerajahan.
            Di dunia, setiap kebudayaan memiliki yang namanya rerajahan, baik itu berupa gambar simbol atau huruf yang memiliki nilai dan makna tertentu atau memiliki kekuatan mistik. Apalagi bangsa atau kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan kuno yang lestari, pastilah banyak memiliki bentuk rerajahan. Seperti misalnya adat, budaya, dan agama Hindu di Bali, yang mana rerajahan masih sangat dipelihara, masih dipandang sebagai sesuatu yang memiliki hal mistik di samping seni, serta sangat erat dalam kehidupan manusia Bali, dengan kepercayaan hidup serta dengan praktik agama Hindu di Bali. Entah itu merupakan sebuah rerajahan untuk melindungi diri, melindungi pekarangan, menghalau musuh, menundukkan musuh, melindungi ternak, mohon kesembuhan, dll. Demikian pula dengan rerajahan yang banyak ditemukan dalam setiap prosesi upacara agama Hindu yang banyak menggunakan gambar, lambang, simbol,  baik itu yang ditulis di kain, batu, tanah, daun lontar, buah, dll. Semuanya memiliki makna mistik religius. Rerajahan tersebut akan membangkitkan kekuatan alam, kekuatan natural, kekuatan ilahi, sehingga vibrasi suci dan mistik dari aksara dan gambar yang berbentuk rerajahan tersebut akan memancarkan sinar kekuatan atau taksu bagi tanah Bali ini sehingga Bali akan kelihatan lebih bersinar, lebih bergetar, serta lebih metaksu.
            Masyarakat Hindu Bali banyak mewarisi rerajahan yang tertulis dalam banyak lontar, baik lontar agama, lontar usadha, lontar pengeleakan, ataupun lontar yang lainnya. Begitu banyaknya sumber yang ada karena bagi kehidupan masyarakat Hindu Bali, pola kepercayaan dan kehidupannya tak terlepas dari yang namanya rerajahan.
            Ada banyak rerajahan yang dikenal di Bali, tetapi pada dasarnya ada dua, yakni rerajahan yang didasarkan atas aksara yaitu merupakan sebuah rangkaian huruf-huruf atau aksara yang memiliki kekuatan mistik. Seperti dasaksara dan dasa bayu. Kemudian, jenis yang kedua adalah rerajahan yang berupa gambar atau lambang yang disebut dengan tumbal. Kedua macam rerajahan tersebut digunakan baik untuk keperluan upacara yadnya, untuk kewisesan (pengiwa maupun penengen), atau memohon sesuatu seperti perlindungan, kesehatan, atau untuk sarana pengusir hama, dll. Untuk penggunaannya pun ada bermacam-macam cara; dengan cara dipakai di badan sendiri, diletakkan di tempat tertentu seperti di halaman rumah maupun di tempat tidur. Ditanam di pekarangan atau di tempat tertentu pun bisa sesuai dengan maksud dan tujuan dari rerajahan tersebut.
            Rerajahan banyak macamnya, dalam berbagai media, dan untuk tujuan bermacam-macam pula. Ada yang disebut dengan rerajahan linga buana, rerajahan bhuta totok, rerajahan bereare, rerajahan manik usadha, rerajahan penyerung, rerajahan penolak makhluk halus, rerajahan Sanghyang Gangga Osah, rerajahan guru yoni, rerajahan kebo, rerajahan Sanghyang Munda Paksi Gagak, rerajahan kuta raya, rerajahan langlang buana, rerajahan pangroda, rerajahan Sanghyang Bhuta Rajati, rerajahan Sanghyang Asah Gangga, rerajahan Sanghyang Naga Asah, rerajahan Sanghyang Tulapakalias, rerajahan Sanghyang Ongkara, rerajahan Sanghyang Mindara Cakra, rerajahan pada kulit ayam hitam, rerajahan pada nyuh gading, rerajahan Sang Murtia Sang Mina, rerajahan Sanghyang Prabu Asmara, rerajahan Bima Sengara, rerajahan Sanghyang Asmara Jati, rerajahan sedah, rerajahan pengalah tikus, rerajahan untuk tumbal ayam, rerajahan Brahmana Lare, rerajahan Sanghyang Brahma Teguh, rerajahan pengempu rare, rerajahan penolak leak, dll.
            Sebenarnya masih banyak sekali macam rerajahan dalam bentuk gambar yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Bali. Entah itu digunakan secara terang-terangan atau yang bersifat rahasia, sehingga dengan demikian arti penting dari rerajahan untuk kehidupan masyarakat Bali sangatlah penting dan sangatlah berarti. Rerajahan telah melindungi masyarakat Bali dari penyakit dari musuh-musuhnya. Rerajahan telah menyelamatkan tanah Bali, membuat tanah Bali menjadi memiliki getaran kesucian yang lebih dibandingkan dengan tempat lain, dan rerajahan telah membuat Bali memiliki aura spiritual yang kuat.
            Boleh dikata bahwa kepercayaan masyarakat yang kental dengan mistik kemudian dijiwai oleh ajaran agama Hindu didukung dengan ritual yang seimbang serta ditambah dengan jnana, manusia Bali sejak zaman dahulu sampai sekarang ini seakan-akan setiap tanah Pulau Bali telah di-rajah. Rerajahan tersebut terpelihara sampai sekarang melalui keyakinan akan ajaran agama Hindu, keyakinan akan saudara empat, keyakinan akan tri hita karana, serta keyakinan akan kekuatan di luar kekuatan manusia. Semua itu telah diharmoniskan sejak zaman dahulu sampai sekarang. Menjadilah Bali seperti yang konon dikatakan oleh para spiritualis sebagai pulau yang bervibrasi spiritual yang kuat, sebagai pulau yang beraura mistis, serta sebuah pula yang bersinar.
            Demikian pula dengan manusia yang menghuninya yang beragama Hindu, semuanya telah di-rajah, baik itu ketika potong gigi atau upacara yang lainnya. Pohon-pohon juga di-rajah ketika tumpek dengan sarana bebantenan yang semuanya merupakan sebuah rerajahan yang dituangkan ke dalam untaian janur. Demikian pula dengan binatang dan benda-benda lainnya yang semuanya telah dimohonkan pasupati melalui banten dan aksara serta rerajahan ketika rerahinan tumpek dan pada hari-hari tertentu lainnya. Maka dari itu, tak salah kalau semua hal yang ada di Bali adalah sebuah produk rerajahan. (ki buyut dalu).   

Wednesday, May 4, 2016

Misteri Jeritan Kedis Engkik-engkik Engkir



          
  Pernah mendengar burung Engkik-engkik Engkir? Atau paling tidak mendengar suaranya yang rada-rada sedih memelas di kejauhan yang berbunyi engkikkk… engkkiiikkk …. Engkkiiiiirrrrrr….. Suaranya mengundang rasa iba, karena ia berbunyi kadangkala di siang hari, pagi hari bahkan pada malam hari. Burung ini dalam bahasa Indonesianya disebut Burung Kedasih.
            Rupa dari burung ini mirip seperti burung crukcuk dengan ukuran yang juga sangat mirip. Biasanya burung ini muncul ketika musim hujan akan berakhir yakni pada sasih kedasa atau sekitar bulan Maret – April. Burung ini muncul setiap tahun sekali dengan suaranya yang menciri sekali. Dengan kemunculannya yang misterius dan setahun sekali, kemudian banyak mitos yang menyertai kehadiran burung ini.
            Konon burung ini akan melahirkan anaknya, namun sehabis melahirkan, maka dadanya akan pecah dan ia segera akan mati. Nah, kedatangan kematiannya tersebutlah yang diratapi oleh burung tersebut dengan mengalunkan suara yang sedih.
            Diyakini pula burung ini adalah burung yang sedang sengsara meratapi nasibnya dengan mengalunkan suara sedih engkik-engkik engkir. Katanya burung ini merasa sedih karena segera akan meninggalkan anaknya yang baru lahir untuk ditinggal mati, tak ada yang mengasuh. Karena itulah ia menangis sedih pagi, siang dan malam.         
            Kemudian ada mitos menyatakan bahwa burung ini adalah penjelmaan dari atma-atma kesasar atau roh-roh gentayangan yang sedangkan mendapatkan hukuman. Atau roh-roh yang tak mengetahui dimana ia berada, karena ia diliputi oleh kebingungan dan ketakutan, sehingga dengan demikian ia merasa ketakutan dan mengumandangkan suara yang sedih di atas pohon.
            Terlepas dari mitos yang berkembang secara turun temurun di masyarakat, apa sebenarnya burung Engkik-engkik Engkir tersebut?. Sejatinya burung tersebut adalah burung biasa dengan suara yang memang terdengar mengalun sedih, terdengar sampai pada jarak yang cukup jauh. Memang begitulah kicauannya. Mengenai postur tubuhnya sangat mirip dengan burung crukcuk, warnanya abu-abu, sedangkan di bagian kepala sedikit agak kelabu kebiruan. Kehadirannya pada bulan Maret-April. Karena memang burung ini adalah burung yang mengikuti arus hujan, sehingga ia harus bermigrasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Kebetulan bahwa hujan di Bali berlangsung pada bulan November sampai April maka burung ini muncul pada bulan Maret-April atau mungkin mendahului yakni pada bulan Februari, tergantung dari siklus hujan.
            Burung ini pada musim Maret-April itu adalah masanya untuk berkembang biak atau kawin dengan melantunkan suara yang merdu untuk menarik pasangan lawan jenisnya. Kemudian ketika perkawinan berlangsung, burung ini tak punya ketrampilan membuat sarang, sehingga untuk urusan bersarang ia harus menjadi parasit. Maksudnya adalah ia akan selalu mencari sarang burung crukcuk atau burung kepicitan atau burung cinglar yang sedang bertelur. Ketika pemiliki sarang tak ada, maka burung Engkik-engkikk Engkir tersebut bertelur di sarang burung tersebut. Agar tidak kentara perbuatannya, maka ia menjatuhkan telur burung pemilik sarang, sehingga ketika datang burung pemilik sarang (burung crukcuk atau burung kepicitan) untuk mengeram, maka burung crukcuk akan mengira bahwa ia telah mengerami telurnya sendiri. Padahal yang dieraminya adalah telur burung Engkik-engkik Engkir. Itulah sebabnya kalau diperhatikan di sekitar burung Engkik-engkik Engkir berbunyi, maka di sekitarnya pasti ada burung crukcuk atau burung cinglar. Mungkin di sekitar tersebut sedang ada burung crukcuk yang sedang bertelur. 
            Setelah menetas, maka burung crukcuk secara tak sengaja akan mengasuh anak dari burung Engkik-ngkik Engkir. Ketika itu induk burung Engkik-engkik Engkir tersebut sudah meninggalkan daerah tersebut untuk bermigrasi ke daerah lainnya.
            Si burung pengasuh ini akan setia mengasuh dan membesarkan anak yang bukan anak kandungnya sendiri. Karena burung ini juga mirip dengan dirinya, demikian pula dengan telurnya ukurannya sangat mirip, sehingga tak mengundang kecurigaan burung crukcuk.
            Itulah kehidupan biologis dari burung Engkik-engkik Engkir yang curang. Ia mengorbankan anak orang lain demi kelangsungan hidup anaknya. Ia sendiri adalah bukan sebuah burung yang trampil karena tak bisa membuat sarang. Burung ini juga burung yang malas, karena menyerahkan pengasuhan anak kepada burung lain. Ia adalah tipe burung sangat tega meninggalkan anaknya mengembara ke tempat-tempat yang ia ingini.
            Nah terkait dengan misteri burung Engkik-engkik Engkir yang ditandai dengan suaranya yang mengalun lantang, biasanya ia berbunyi di atas pucuk pohon yang tinggi. Dengan frekwensi suara yang tinggi kuat dan di tempat yang tinggi, maka suaranya terdengar sampai ke jarak yang jauh. Inilah pada jaman dahulu dipakai sebagai tanda Sasih Kedasa (bulan kesepuluh dalam penanggalan Bali). Terkait dengan tanda dari burung ini, konon kabarnya Ida Cokorda Pemecutan dari Puri Pemecutan sangat meyakini kehadiran burung ini sebagai pertanda Sasih Kedasa. Konon sebelum Ida Cokorda Pemecutan mendengar burung tersebut berbunyi lantang, maka tidak akan diadakan upacara odalan atau Ngedasa di Pura Tambangan Badung.
            Demikian kabarnya mengenai misteri burung Engkik-engkik Engkir.
(Ki Buyut Dalu/Inks)