Pada tahun 1956 Prof.IB.Mantra mempublikasikan
sebuah buku yang berjudul “Darsana Bali”. Buku kecil ini ternyata memuat
hal-hal yang sangat esensial dalam agama Hindu. Buku yang dinyatakan sebagai
“kenang-kenangan untuk Kakakku ini” memuat tiga tulisan masing-masing berjudul
“Pengertian Jiwatma dan Pramatma”, “Pengertian Hari Raya Galungan”, dan
“Kedudukan Agama Hindu di dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan”.
Lewat buku ini
pertama-tama ingin dijelaskan bagaimana hakikat manusia itu sendiri dan
bagaimana hubungannya dengan Parama-Atma. Bahwa pada hakikatnya jiwa sifat
asalnya adalah suci-nirmala. Jadi dasar hidup kita atau yang menghidupkan kita
adalah jiwa yang suci. Tetapi hidup di dunia ini yang tersembunyi didalamnya,
dengan diselubungi oleh bekas-bekas perbuatan kita (karma) lalu keliru menyamakan dirinya dengan ahamkara yang mana
terwujud ke luar dengan perkataan “Aku”. Inilah pengertian Jiwa atau Atma dalam
agama Hindu. Dan tujuan dari Agama adalah membebaskan jiwa (moksa) yang terikat
oleh badan kasar dan halus.
Bagaimana
Parama-Atma, Jiwa Seru Sekalian Alam dibayangkan? Di dalam kitab-kitab suci,
yaitu Weda-Weda, juga Brahmanda Purana, Bhuwanakosa, Tattwajnana dan lain-lain,
dapatlaj kita bayangkan di sana bahwa Sang Hyang Widhi adalah Pencipta dari
Alam Semesta ini, sekalian dengan isinya. Sang Hyang Widhi adalah suatu
kenyataan bagi para Rsi kita menurut pengalamannya. KebesaranNya dan
KeagunganNya tak dapat dibandingkan dengan siapapun. Ia terlepas dari hokum
kematian dan tak mengenal lahir (kekal). Panca indria kita yang terbatas ini
tak dapat membayangkan karena sifatNya mengatasi. Hanya dapat diraba-raba
dengan akal budi dan perasaan dan inipun terbatas pula. Sifat dari Sang Hyang
Widhi yang tak terbatas ini dalam pergaulan kita diberi nama Maha……..,dan
Parama….. Juga disebut Niskala dan Nirguna, dan kedua sebutan ini hanya memberi
kesan tentang tak sampainya panca indria kita membayangkannya. Pancaindria kita
terbatas sifatnya, bayangannyapun terbatas pula. Untuk lebih mendekati perasaan
manusia, ia menghendekai sesuatu yang dapat dibayangkannya, yang berupa tempat,
arca-arca atau bayangan-bayangan fikiran yang dapt mendekati perasaannya,
demikian pula hubungan terhadap Sang Hyang Widhi yang kemudian diberi sifat, yaitu
“saguna” dan juga dibayangkan mendekati manusia, disebut “sakala”. Dan inilah
yang langsung berhubungan dengan kita, yaitu dinamis, kebalikan dari pasif.
Prof. Mantra
kemudian menyatakan persetujuannya dengan pernyataan seorang sarjana besar dari
Amerika yang pernah datang ke India
dan mengadakan ceramah di Universitas Wiswa Bharati. Ia mengatakan, “From the
point of view of religion we all are still children, because we still need
support” (bahwa dari sudut agama (penghidupan kejiwaan), kita adalah masih
anak-anak, disebabkan karena kita masih memerlukan pertolongan atau pegangan).
Perbandingan ini dikeluarkan karena mengingat si bayi tak dapat melepaskan diri
dari ibunya.
Maka ditegaskan
bahwa pada akhirnya manusia berjuang menyaksikan hidupnya dengan sifat-sifat
dari Sang Hyang Widhi dengan menempuh bermacam-macam jalan menujuNya. Be in
harmony with God, sesuaikan diri dengan Sang Hyang Widhi. Itu berarti dalam
istilah Hindu, kembalilah kamu kepada sifat asalmu, suci nirmala itu dimana
akan terjadi persatuan dengan Sang Hyang Widhi.
Teranglah dengan
uraian diatas bahwa pusat kisaran dari agama, dimana termasuk di dalamnya semua
hari-hari suci, adalah berinti dan berpusat tentang perhubungan jiwa manusia
atau Atma dengan Sang Hyang Widhi atau Parama-Atma Yang Mahasuci. Jika jiwa
telah bersatu dengan Sang Hyang Widhi maka jiwa manusia mengalami perubahan dan
memasuki kenyataan yang di dalam Weda-Weda disebut “Sat-Cit-Ananda”,
Kebenaran-Kesadaran-Kebahagiaan. Kebenaran maksudnya ialah hanya satu yang
benar yaitu Sang Hyang Widhi, Kesadaran berarti bahwa jika waktu memasuki
perubahan itu sadar akan sifatnya yang asal, yaitu suci-nirmala. Dan
kebahagiaan adalah akibat dari persatuan dengan Sang Hyang Widhi yang memeberi
kebahagiaan yang tak terhingga. Jadi dengan singkat Sat-Ci-ananda berarti
kesadaran dari jiwa bahwa hanya ada satu kebenaran dan jiwa sendiri adalah
suci, dan pertemuan ini adalah memberi kebahagiaan.
Sampai disini
Prof. Mantra mencatatkan apa yang
disebutnya sebagai “inti sari dari semua Agama di dunia”. Ucapan yang terasusun
indah dan puitis itu adalah juga memiliki makna yang sangat tinggi, ucapan dari
seorang Arjuna ketika memuja Sang Hyang Siwa. Mpu Kanwa yang menyusun kata-kata
bermakna itu dalam karya Kakawin Arjunawiwaha memang bermaksud menguraikan inti
sari dari ajaran agama Hindu. Ternyata pa yang diringkaskan ke dalam beberapa
bait kakawin itu adlah ajaran yang dapat memberikan kita pandangan yang luas
dan universal dan segala pikiran-pikiran yang rendah sifatnya atau dapat
meruwetkan keadaan akan dapat kita atasi :
Terjemahan
bait-bait kakawin itu adalah swbb ;
- Sembahku yang hina, moga-moga terlihat oleh pengemudi sekalian alam, lahir batin sembahku dibawah duliMu tiada lain. Sebagai api di dalam kayu, sebagai minyak di dalam santan, Engkaulah nyatanya yang kelihatan jika ada orang bicara tentang kebaikan.
- Berada dimana-mana, inti sari Parama-tattwa (kebenaran yang tertinggi) yang sukar dapat dicapai, Engkaulah itu. Engkau berada baik pada yang ada maupun pada yang tiada, baik besar maupun kecil, baik kotor maupun bersih. Pencipta, Pelindung, Pengembali sekalian yang ada, Engkaulah yang menjadi sebabbnya. Asal dan tujuan dunia ini, Engkaulah jiwa dari yang tak ada dan yang ada.
- Bagai bayangan bulan di dalam tempayan yang berisi air, jika air suci bersih, teranglah bayangan bulan itu,. Dan begitulah sifatMu pada sekalian mahluk. Pada yang beryogalah Engkau berkenyataan.
- Akan didapatkan oleh mereka yang tak pernah didapatkannya. Akan dapat dipikirkan oleh mereka yang tak pernah dipikirkannya. Akan diketahui oleh mereka yang tak pernah diketahuinya. Engkau adalah kebahagiaan yang kemuliaannya tiada taranya.
Demikianlah,
kutipan di atas telah menjelaskan dariman datangnya dan kemana kembalinya
sekalian yang ada di dunia ini, teristimewa manusia itu sendiri. Bahwa manusia
pada hakikatnya adalah suci dan akan kembali kepada Yang Maha Suci.
(Ki Budal/dbs)
No comments:
Post a Comment