Dalam sebuah tulisan berjudul “Masalah
Sosial Budaya Khususnya Pembangunan di Bali dalam Rangka Menyongsong Era
Tinggal Landas” disajikan dalam Dies Natalis ke 22 dan Wisuda ke 1 Sekolah
Tinggi Seni Indonesia Denpasar (1989), Prof. Mantra ada menulis sub judul
“Lembaga-lembaga Tradisional”. Prof. Mantra antara lain menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan lembaga-lembaga tradisional ini ialah lembaga yang telah
memberi dukungan pada kehidupan masyarakat social budaya dan telah berkembang
dari abad ke abad melalui proses sejarah. Dan ini telah memberi dukungan yang
mantap pada kehidupan social budaya dalam masyarakat Bali.
Lembaga-lembaga ini adalah desa adat, banjar, subak dan sekaa-sekaa yang
fungsional. Lembaga-lembaga ini sifatnya fungsional atas dasar landasan
tri-hita-karana, sifatnya yang menonjol
adalah social keagamaan, estetika, solidaritas, gotong-royong, rasa kebersamaan
yang dilandasi oleh tat-twam-asi.Dinyatakan juga bahwa konsep-konsep yang juga
mempengaruhi kehidupan social budaya masyarakat Bali dalam mencapai kehidupan
yang lebih tinggi yaitu catur asrama (esensi maknanya adalah membina kehidupan
yang berdisiplin dari masa kecil, remaja ke tingkat berkeluarga, lalu ketingkat
yang lebih tua kehidupan rokhani dan terakhir menyerahkan diri dalam mencari
kebenaran). Catur Paramaartha (membina kehidupan yang seimbang material dan
spiritual dan menuju hidup yang sejahtera di dunia dan di dunia yang akan
datang, sakala dan niskala). Konsep-konsep ini langsung atau tidak langsung,
terasa atau tidak terasa ikut mempengaruhi pola masyarakat Bali
dalam membina disiplin hidup rokhaninya. Semua unsure-unsur rokhani ini menyatu
dalam kehidupan masyarakat, membentuk kepribadian serta membina pegangan
hidupnya berbentuk disiplin dan menyatu dalam adat dan terwujud disiplin
masyarakat.
Dengan ladasan seperti terurai di atas
maka lembaga tradisional di Bali memiliki jiwa terbuka dan fleksibel. Ia tidak
saja memiliki peranan dalam mewujudkan ketertiban, keteraturan serta disiplin
masyarakat, namun juga menjadi “agent of modernization” dalam menyukseskan
pembangunan dan ternyata sangat berhasil. Ekses-ekses pembangunan dalam wujud
social sangat terkendali, karena landasan di bawah cukup mantap.
Dengan demikian Prof. Mantra yang
sepuluh tahun menjabat sebagai Gubernur kepala Daerah Tk. I Bali
menegaskan , “Maka untuk perkembangan pembangunan selanjutnya lembaga-lembaga
tradisional tetap hendaknya dapat pembinaan yang baik khususnya segi menyangkut
social budaya, menjelang tinggal landas pada permulaan Pelita VI “
LPD dan BUDA
Pengarahan yang diberikan oleh Prof.
Mantra kepada Majelis Lembaga Pembina Adat Tk. I Bali. Perhatian
yang diberikan oleh mantan duta besar Republik Indonesia
untuk negara India tersebut
dan yang baru saja datang dari lawatannya keberbagai pusat budaya di dunia itu,
kepada lembaga adat di Bali begitu besar.
Prof. Mantra mengatakan, lembaga adat adalah
satu lembaga yang mempunyai landasan yang kuat untuk mengantarkan masyarakat ke
arah kesejahtreaan dan kemakmuran dengan berbakti kehadapan Sang Hyang Widhi
Wasa. Lembaga adat terbuka untuk medernisasi dan juga dapat mengembalikan
kemajuan-kemajuan yang dicapai tanpa kehilangan jati diri.
Di bagian lain dinyatakan bahwa
lembaga adat telah dapat membuktikan bahwa bila bijaksana penangananya, maka
akan dapat tumbuh sehat dengan bentuk-bentuk perkembangan variasi luarnya yang
kaya tapi berakar. Ini telah dibuktikan dengan contoh LPD (Lembaga Perkreditan
Desa) yang di bentuk oleh Pemda pada tiap-tiap desa adat, dalam meningkatkan
kemakmuran. LPD ini dengan didukung oleh kekuatan desa adat, sifatnya yang
disiplin dengan solidaritas yang tinggi, telah berhasil dan jalannya baik
meskipun masih ada kekurangan-kekurangan dan telah menunjukkan keberhasilannya
dalam berpartisipasi mendukung pembangunan.
Bila LPD berhasil menghadapi tantangan
yang akan datang yang berkembang dan tumbuh dengan makin cepatnya pembangunan
mengarah ke desa-desa (khususnya dalam bidang pertanian), untuk pemerataan yang
membawa pertumbuhan hasil-hasil pertanian, juga pasar-pasar akan berkembang
pula semacam swalayan, maka LPD akan tetap menjadi andalan desa-desa yang dapat
memberi kemakmuran. Dengan demikian Lembaga Adat akan bertambah ampuh dan maju.
Tetapi sebaliknya bila tidak mampu meningkatkan perkembangannya sesuai deang
kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi, maka LPD kelihatannya makin kecil
peranannya karena tidak mampu menghadapi tantangan-tantangan kemajuan
pembangunan mendatang sebagai akibat kebijaksanaan mempercepat pemerataan
ekonomi, sehingga LPD tetap dapat memegang peranan yang penting sebagai lembaga
perkereditan di desa-desa.
Dengan demikian LPDdapat menjadi sumber
dana untuk mengembangkan usaha-usaha di desa-desa dalam rangka memperluas
usaha-usaha desa adat di samping yang telah ada yaitu LPD dengan membentuk
badan usaha desa sebagai pasar mengelola hasil-hasil pertanian di desa-desa dan
lain-lainnya, yang dapat melayani kebutuhan sehari-hari, semacam swalayan,
demikian pula juga usaha-usaha pengembangan wisata desa. Bila Badan Usaha Usaha
Desa Adat(BUDA) ini dapat terlaksana, maka desa-desa berhasil memperkuat
kedudukannya di bidang ekonomi. Dengan demikian tugas-tugas desa adat akan
lebih dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara agama dan social. Bila
sudah tercapai ini maka integritas desa akan dapat terpelihara, demikian pula
tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang
baru.
Jelas tampak bagi kita bagaimana
pemikiran yang dilontarkan untuk memberikan “kekuatan” ekonomi kepada desa adat
sebagai institusi social yang begitu berakar di Bali. Institusi social yang
telah memiliki kekuatan di bidang agama, solidaritas social, seni budaya.
Adanya BUDA diharapkan akan semakin dapat memperkuat integritas desa adat,
sehingga dapat menghadapi tantangan dan goncangan yang semakin besar.
Selanjutnya dapat tumbuh dengan segar dan penuh vitalitas. (Ki Buyut, dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment