Dasar
dari susila agama Hindu yang dikekalkan di dalam weda-weda adalah
“pengakuan bahwa hanya ada satu jiwa yang memenuhi dunia seluruhnya, berada
dimana-mana (wyapaka) dan menjadi dasar hidup makhluk seluruhnya di dunia ini.
Inilah ajaran yang tinggi mutunya mengajarkan sifat kasih dengan tiada di
batasi oleh sekte atau agama lainnya. Inilah dasar hidup yang harmonis,
harga-menghargai, hormat-menghormati. Demikian Prof. Mantra dalam tulisannya berjudul
“Kedudukan Agama Hindu di dalam menghadapi ilmu
Pengetahuan” (1956).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa upacara
para Maha Resi kita seperti Aham Brahma-asmi, Tat-twam, Ayam Atma Brahma,
adalah menyiratkan adanya kesadaran jiwa manusia bersatu dengan Jiwa Besar
(Sang Hyang Widhi). Ketiga ucapan ini menunjukkan dua prinsip yang ada
hubungannya. Kedua prinsip ini adalah yang satu Brahman (Sang Hyang Widhi) yang
dipandang dari sudut ontology adalah berada dibelakang penghidupan di dunia ini
(physical life). Prinsip yang kedua adalah jiwatma yang berkedudukan di
belakang penghidupan mental (mental life) dari makhluk. Dan persatuan dari
kedua prinsip ini adalah dipandang Satu (tunggal) di dalam Weda-Weda. Jadi
ucapan ini adalah suatu tanda kesadaran jiwa manusia akan tunggalnya dengan
Jiwa Besar (Sang Hyang Widhi).
Apakah akibat dari ajaran tersebut ?
Akibatnya ialah : pengakuan bahwa corak yang bermaca-macam di dunia ini baikpun
agama apa saja, hanya lain rupa dan pakiannya, tetapi jalannya di dalam menuju
Satu. Inilah berarti bahwa tiap-tiap corak atau jalan mempunyai cara tersendiri
untuk mengembangkan jiwanya. Menganggap yang Satu lebih rendah dari yang
lainnya berarti merendahkan diri sendiri, karena itu adalah bertentangan dengan
ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Marilah kita ulangi disini mantra yang dikenal oleh
berjuta-juta umat Hindu, yang dikekalkan di dalam kitab sucinya :
“Sebagai bermacam-macam sungai yang
mempunyai sumber di berbagai-bagai tempat, semua menuju dan bertemu serta bersatu
di Laut, begitulah,O, Hyang Widdhi, bermacam-macam jalan yang ditempuh oleh
berbagai-bagai golongan berdasarkan pandangannya sendiri, meskipun berbeda-beda
tampaknya langsung atau tak langsung semuanya menuju Engkau”. Pun di dalam
kitab suci Bhagawadgita, Sri Kresna meninggalkan pesannya kepada Arjuna
sebagai berikut : Siapa saja yang datang kepadaKu (Brahman), dengan rupa apa
saja, Aku ketemui dia ;semua orang berjuang melalui bermacam-macam jalan yang
ada akhirnya menuju kepadaKu (Brahman).
Akibat dari ucapa-ucapan yang ditaati oleh
oleh umat Hindu itu, memberi pandangan lain tersendiri coraknya didalam
menghadapi hidup yang berbeda-beda ini. Jika kita dengan hati-hati membaca
dengan ucapan-ucapan tersebut diatas, maka kita segera dapat mengambil
kesimpulan bahwa agama Hindu menerima keadaanya di dalam berbeda-beda menuju
yang Satu. Menerima keadaan yang berbeda-beda berarti menghormati masing-masing
ciptaan manusia yang dipengaruhi oleh alam sekelilingnya. Di sini pembaca akan
segera dapat melihatnya bahwa kepercayaan Hindu tak memakai istilah toleransi,
tetapi sebaliknya menerima suatu keadaan yang berbeda-beda menuju yang Satu.
Perbedaan kedua kata itu adalah besar sekali memberi pengaruh pada jiwa
manusia. Perkataan toleransi adalah setingkat lebih tinggi dari “permusuhan”,
dan lebih tinggi dari toleransi adalah “menghormati”. Dan jika kita lebih
mendalam lagi maka, Menghormati adalah mendekati kearah ajaran-ajaran Agama
didalam kitab-kitab suci, yaitu “Kasih”.
Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa
pandangan menerima dalam agama hindu adalah lebih tegas di dalam penghargaan
dan menghormati sati dengan yang lainya, sedangkan toleransi adalah kabur
didalam pandangan pergaulan sehari-hari, karena selalu memberi jalan untuk
merendahkan satu dengan yang lain. Menerima, bukan berarti statis dan
masing-masing harus terputus hubungannya dengan yang lain, bahkan sebaliknya
bersifat dinamis, untukpergaulan yang harmonis. Toleransi adalah sebaliknya
statis karena penyebabnya perhubungan syak-wasangka pada manusia, dan tegang
satu dengan yang lainnya. Pandangan
menerima adalah berjiwa menghargai dan menghormati tiap-tiap pandangan
hidup suatu golongan di mana tiap-tiap individu diberi kesempatan untuk mengembangkan
jiwanya menurut alam tadi dengan tiada gangguan dari luar yang memandang
kepunyaannya lebih tinggi. Jika Jiwa menerima ini menjadi golongan yang
mempunyai kebudayaan berbeda, maka terjadi pertumbuhan saling mengerti dan
menghilangkan rasa curiga satu sama lain. Ini disebabkan karena sikap menerima
adalah bersifat menghargai pribadi manusia yang mana adalah dasarnya demokrasi
yaitu tiap-tiap golongan yang mewakili satu corak hidup harus diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk mempertinggi corak hidup mereka dengan tiada mengganggu
kemajuan golongan yang lain. Tiap golongan yang berada didalam proses riwayat
yang sama adalah sifatnya tersendiri dan spesifik dan mempunyai suatu harga
diri dan susila yang tertinggi di dalam hidup kita adalah bahwa kita harus
menghormati individu. Atas dasar menerima dan menghormati, hilangkan perasaan
syak wasangka, sesudah itu sifat dinamis akan timbul atas kesadaran diri
sendiri, dan pertukaran kebudayaan satu dengan yang lain akan berlangsung
dengan subur. (Ki Bu/Kand/dbs)
No comments:
Post a Comment