Ketika berbicara tentang “Seni dan
Waktu”, Prof. Mantra menguraikan sesuatu yang sangat penting kita catat. “Kedua
unsur ini, yakni seni dan waktu sangat penting. Bila hanya karya seni
semata-mata perhitungannya adalah ekonomi dan pembuatannya sangat cepat dan
lalu komersial sukses, hal ini sudah bertentangan dengan dasar-dasar dari
konsep kebudayaan. Karena karya budaya
tidak bisa masuk dalam karya massal yang lebih menekankan pada kuantitas dari
pada kualitas. Tiap-tiap benda budaya mempunyai keunikannya. Dengan
dasar-dasar tadi maka peranan individu dalam keseimbangannya telah ditempatkan
secara sadar untuk membina integritas para siniman serta hasil-hasil karyanya
yang bermutu.
Pernyataan tersebut di atas telah
menegaskan tentang pandangan Prof. Mantra tentang kualitas seni itu sendiri,
tetapi juga pandangan beliau tentang hubungan seni dan teknologi. Sebuah
perumpamaan disampaikan: ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dapat
diumpamakan sebagai pedal-gas, dan seni budaya sebagai roda. Orang tidak bisa
demikian menjalankan mobil tanpa kedua-duannya. Roda memberi arah dan pedal gas
memberi dorongan untuk maju. Jadi keduanya diperlukan untuk berkembang.
Demikian pandangan Prof. Mantra tentang
kualitas seni, hubungan seni dengan waktu, seni dan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pandangan dengan visi yang jauh ke depan. Maka dengan demikian kita
pun mulai menangkap apa yang menjadi latar belakang diselenggarakannya Pesta
Kesenian Bali, yang ternyata tidak semata-mata dalam hubungannya dengan dunia
kepariwisataan.
Berbicara khusus tentang seni budaya
Bali, dinyatakannya bahwa seni budaya Bali
telah hidup kembali dengan penuh kesadaran dan berkembang dengan suburnya
dengan penuh jiwa yang dinamis penuh kreativitas. Ia telah mengatasi
unsur-unsur yang melemahkan kreativitas dan merosotnya mutu akibat dari keadaan
ekonomi tahun-tahun sebelumnya yaitu saat mulai pelita tahun 1969. “Sekarang
orang tidak lagi merasa pesimis menghadapi perkembangan-perkembangan perubahan
masyarakat karena seni akan mampu mengatasinya dan sebaliknya, akan
memanfaatkan kemajuan yang telah dicapai dan ini berkat dinamik serta
kreativitas yang tinggi dari masyarakat sendiri. Orang-orang luar negeri yang
biasanya sangat pesimis melihat Bali dijadikan pusat pengembangan pariwisata
yang akan membawa malapetaka akan kehidupan kebudayaan Bali, akhirnya hormat
dan mengakui bahwa Bali memiliki potensi dan
kemampuan yang sangat besar”.
Sampai di sini kita teringat dengan
landasan-landasan yang mendalam yang mendasari kebudayaan Bali:
1) Agama Hindu adalah sumber inspirasi dari seni budaya. Seni sacral sebagai
akibat dari ini sangat mendalam dan meresap jiwa umatnya 2) seni adalah tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakatnya, ia adalah satu. Oleh karena itu
nilai estetik, keindahan adalah sangat kuat dalam masyarakat Bali.
Sangat tinggi kesadaran seninya. Antara seniman dan masyarakat penontonnya
terdapat komunikasi yang hidup 3) seni mempunyai fungsi dalam masyarakat dan
mempunyai kedudukan sosial yang dihormati. Seperti wayang, ketekok jago, dll, ia dipentaskan / dipertunjukkan pada waktu upacara-upacara
tertentu 4) seni dilihat sebagai unsur yang dapat menumbuhkan rasa kemuliaan
dalam hidup.
Landasan-landasan tersebut kiranya
mengandung nilai-nilai universal bagi mansuia. Bahwa seni sesungguhnya tidak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat, bahwa seni dapat mengangkat “derajat”
manusia, dapat menumbuhkan rasa religiusitas, dapat menumbuhkan kehalusan rasa,
rasa kemulian dalam hidup.
No comments:
Post a Comment