Tanting Mas adalah permaisuri Prabhu Dirah, yang karena jengkel suaminya
tidak mau menggendong anaknya yang menangis, pada saat paseban agung, menjadi
marah dan memandangi suaminya dengan tajam dan sang rajapun mati ditempat.
Anaknya yang dipermasalahkan tersebut kini sudah besar, yang bernama Ratna
Manggali. Akan dijodohkan dengan Prabhu Erlangga di Kediri, tetapi prabhu
Erlangga menolak permintaan tersebut. Penolakan prabhu Erlangga menyebabkan
Tanting Mas (Walenateng Dirah) menjadi sangat marah, dan memohon kepada Bhatari
Durga ntuk menghancurkan kerajaan Erlangga, dengan ilmu tuju, desti, teluh, neranjana. Disebut juga dengan leak ugig.
Tata cara untuk menjadi leak ugig.
Pada malam hari tanggal apisan, yakni hari pertama terang bulan, diperempatan
jalan dihaturkan sajen berupa nasi tumpeng barak (nasi tumpeng merah), ayam
panggang buik (bulu merah), kelapa beras dan uang kepeng yang berjumlah
masing-masing sembilan buah. Sesajen ini ditaruh disanggah cucuk yang
ditancapkan di perempatan jalan. Orang yang akan mempelajari ini, berdiri
menghadap ke selatan, tempat kedudukan Dewa Brahma dan mengucapkan Mantra; “Om Ah Ang
Sang Hyang Brahma Wisesa, ingsun aminta lugraha kesaktian. Ong Sidhi
rastuastu”. Diucapkan tiga kali,
tubuh dilemaskan, nafas ditahan beberapa saat, ujung lidah dilipat ke langit-langit.
bayangkan Dewa Brahma bersemayam di dalam hati. Kemudian diputar ke kiri (kiwa) sambil membaca mantra, mula-mula
ke arah utara, lalu ke barat, kemudian ke timur. Selanjutnya tengadahkan kepala
ke atas kemudian menunduk ke bawah. Ingat pada saat arah pandangan itu, mantra
tersebut di atas diucapkan sebanyak tiga kali. Selanjutnya bayangkan Dewa
Brahma keluar dari hati naik ke atas dan keluar lewat mata kanan atau mulut.
Dia memancarkan sinar yang terang benderang menuju ke arah tenggara, tempat
kedudukan Dewa Sangkara yang bersenjatakan dupa murub, dengan mantra: “Om Ah Ang
Brahma Wisesa. Ong Angi murub sakalangan, murub angabar-abar sekadi gunung
Mahameru, ebek majeleg panes, bedahring akasa, tagel betel ring sapta petala,
metu geni maring tinggale Bhatara Hyang Prameswara, ring tinggale tengen ida
metu mangeseng mangelebur sakwehing.......... (dasamala)........... Ong sidhi
rastu-astu pomo, pomo, pomo” Jika ingin mengeluarkan api lewat mulut, maka
mantranya menjadi sebagai berikut: “Om. Ah ,
Ang Sang Hyang Brahma Wisesa, medal ring hati, amarga sira ring cangkem,
mangregep japa mantra wisesa, metu geni mawisesa, ring cangkem murub, bedah
ring akasa, tagel betel maring sapta petala, mangeseng mangelebur
sakwehing................. (dasamala).............”. Ada lima macam api yang masing-masing bisa
dihidupkan, yaitu: “Agni petak; api
yang berwarna putih, berawal dari jantung melalui saluran sumsum tulang
belakang atau urung-urung gading
dapat dinaikan menuju ke siwadwara
(ubun-ubun). Agni Abang; api berwarna
merah berasal dari hati dapat dinaikan menuju mulut. Api kuning; berasal dari
buah pinggang dapat disalurkan menuju telinga. Api Cemeng; api berwarna hitam, berasal dari empedu dapat
diteruskan menuju hidung; Api Nila;
berwarna biru-merah, berpusat dirangkaian hati disalurkan menuju rambut”. Untuk
dapat mengalirkan kekuatan api ini dari
alat-alat tubuh tempat asalnya menuju ke atas, sehingga mau mengalir melalui urung-urung gading, maka ucapkanlah
mantra sebagai berikut: “Sing, Ung, Mang, Ong” sebanyak 33 kali.
Dengan mengucapkan mantra dan upakaranya maka semua pengikut Walunateng
Dirah dapat berubah wujud sesuai dengan keinginannya. Sehingga dengan mudah
kerajaan. Erlangga dimusnahkan. Baginda
Raja, kemudian mengutus Mpu Peradah untuk mengatasi masalah tersebut. Atas
kebijaksanaan Mpu Peradah mengutus sisyanya Mpu Bahula untuk menikahi Ratna
Manggali, dengan tujuan untuk mendapatkan mantra-mantra tersebut di atas.
Singkat cerita mantra tersebut
kemudian didapatkan oleh Mpu Bahula, untuk dipelajari oleh Mpu Peradah, bahwa
sesungguhnya ilmu itu adalah mengajarkan filsafat yang sangat utama, namum
Walunateng Dirah keliru (sengaja membawa ke arah yang negatif) di dalam
penerapannya. Nilai kebaikan dan keutamaan pustaka itu dipraktekkan terbalik,
sehingga menjadi aji wegig, karena
dipergunakan untuk membunuh orang-orang yang tak berdosa. Ongkara yang dibuat
Sumungsang ( ) (menghadap kebawah) oleh Walunateng Dirah, kemudian
dibalikan oleh Mpu Peradah menjadi Ongkara Ngadeg atau Ongkara Tunggal (
) (menghadap ke atas). Dengan merubah satu atau dua kata Leak Ugig akan
berubah menjadi Leak Sari menurut Mpu Peradah. Semenjak saat itu, tidak ada
lagi Aji Ugig yang berkuasa, karena
sudah ditandingi oleh Leak Sari. (KiBuDa)
No comments:
Post a Comment