Friday, April 8, 2016

Tanting Mas nama lain dari Ni Calonarang ?






Tanting Mas adalah permaisuri Prabhu Dirah, yang karena jengkel suaminya tidak mau menggendong anaknya yang menangis, pada saat paseban agung, menjadi marah dan memandangi suaminya dengan tajam dan sang rajapun mati ditempat. Anaknya yang dipermasalahkan tersebut kini sudah besar, yang bernama Ratna Manggali. Akan dijodohkan dengan Prabhu Erlangga di Kediri, tetapi prabhu Erlangga menolak permintaan tersebut. Penolakan prabhu Erlangga menyebabkan Tanting Mas (Walenateng Dirah) menjadi sangat marah, dan memohon kepada Bhatari Durga ntuk menghancurkan kerajaan Erlangga, dengan ilmu tuju, desti, teluh, neranjana. Disebut juga dengan leak ugig.
Tata cara untuk menjadi leak ugig. Pada malam hari tanggal apisan, yakni hari pertama terang bulan, diperempatan jalan dihaturkan sajen berupa nasi tumpeng barak (nasi tumpeng merah), ayam panggang buik (bulu merah), kelapa beras dan uang kepeng yang berjumlah masing-masing sembilan buah. Sesajen ini ditaruh disanggah cucuk yang ditancapkan di perempatan jalan. Orang yang akan mempelajari ini, berdiri menghadap ke selatan, tempat kedudukan Dewa Brahma dan mengucapkan Mantra; “Om Ah Ang Sang Hyang Brahma Wisesa, ingsun aminta lugraha kesaktian. Ong Sidhi rastuastu”.  Diucapkan tiga kali, tubuh dilemaskan, nafas ditahan beberapa saat, ujung lidah dilipat ke langit-langit. bayangkan Dewa Brahma bersemayam di dalam hati. Kemudian diputar ke kiri (kiwa) sambil membaca mantra, mula-mula ke arah utara, lalu ke barat, kemudian ke timur. Selanjutnya tengadahkan kepala ke atas kemudian menunduk ke bawah. Ingat pada saat arah pandangan itu, mantra tersebut di atas diucapkan sebanyak tiga kali. Selanjutnya bayangkan Dewa Brahma keluar dari hati naik ke atas dan keluar lewat mata kanan atau mulut. Dia memancarkan sinar yang terang benderang menuju ke arah tenggara, tempat kedudukan Dewa Sangkara yang bersenjatakan dupa murub, dengan mantra: “Om Ah Ang Brahma Wisesa. Ong Angi murub sakalangan, murub angabar-abar sekadi gunung Mahameru, ebek majeleg panes, bedahring akasa, tagel betel ring sapta petala, metu geni maring tinggale Bhatara Hyang Prameswara, ring tinggale tengen ida metu mangeseng mangelebur sakwehing.......... (dasamala)........... Ong sidhi rastu-astu pomo, pomo, pomo” Jika ingin mengeluarkan api lewat mulut, maka mantranya menjadi sebagai berikut: “Om. Ah , Ang Sang Hyang Brahma Wisesa, medal ring hati, amarga sira ring cangkem, mangregep japa mantra wisesa, metu geni mawisesa, ring cangkem murub, bedah ring akasa, tagel betel maring sapta petala, mangeseng mangelebur sakwehing................. (dasamala).............”. Ada lima macam api yang masing-masing bisa dihidupkan, yaitu: “Agni petak; api yang berwarna putih, berawal dari jantung melalui saluran sumsum tulang belakang atau urung-urung gading dapat dinaikan menuju ke siwadwara (ubun-ubun). Agni Abang; api berwarna merah berasal dari hati dapat dinaikan menuju mulut. Api kuning; berasal dari buah pinggang dapat disalurkan menuju telinga. Api Cemeng; api berwarna hitam, berasal dari empedu dapat diteruskan menuju hidung; Api Nila; berwarna biru-merah, berpusat dirangkaian hati disalurkan menuju rambut”. Untuk dapat  mengalirkan kekuatan api ini dari alat-alat tubuh tempat asalnya menuju ke atas, sehingga mau mengalir melalui urung-urung gading, maka ucapkanlah mantra sebagai berikut: “Sing, Ung, Mang, Ong” sebanyak 33 kali.
Dengan mengucapkan mantra dan upakaranya maka semua pengikut Walunateng Dirah dapat berubah wujud sesuai dengan keinginannya. Sehingga dengan mudah kerajaan. Erlangga dimusnahkan.  Baginda Raja, kemudian mengutus Mpu Peradah untuk mengatasi masalah tersebut. Atas kebijaksanaan Mpu Peradah mengutus sisyanya Mpu Bahula untuk menikahi Ratna Manggali, dengan tujuan untuk mendapatkan mantra-mantra tersebut di atas.
            Singkat cerita mantra tersebut kemudian didapatkan oleh Mpu Bahula, untuk dipelajari oleh Mpu Peradah, bahwa sesungguhnya ilmu itu adalah mengajarkan filsafat yang sangat utama, namum Walunateng Dirah keliru (sengaja membawa ke arah yang negatif) di dalam penerapannya. Nilai kebaikan dan keutamaan pustaka itu dipraktekkan terbalik, sehingga menjadi aji wegig, karena dipergunakan untuk membunuh orang-orang yang tak berdosa. Ongkara yang dibuat Sumungsang (     )  (menghadap kebawah) oleh Walunateng Dirah, kemudian dibalikan oleh Mpu Peradah menjadi Ongkara Ngadeg atau Ongkara Tunggal  (      ) (menghadap ke atas). Dengan merubah satu atau dua kata Leak Ugig akan berubah menjadi Leak Sari menurut Mpu Peradah. Semenjak saat itu, tidak ada lagi Aji Ugig yang berkuasa, karena sudah ditandingi oleh Leak Sari. (KiBuDa)

No comments:

Post a Comment