Sunday, August 28, 2016

Asal Mula Desa Pesiapan, Tabanan



Gerambang Selem Vs Gede Beranjingan

Dahulu kerajaan Tabanan diperintah oleh Ida Cokorda Agung Tabanan yang terkenal arif bijaksana, sehingga rakyat Tabanan hidup damai, tentram dan tak kurang sandang pangan. Beliau didampingi oleh dua orang patih yang terkenal pemberani, sakti, dan sangat setia kepada raja. Namanya adalah I Gerambang Selem dan I Gede Beranjingan. Inilah yang membuat kerajaan Tabanan sangat disegani oleh kerajaan lainnya.
Pada suatu hari baginda raja ingin menguji kesetiaan dari kedua patih beliau, mengingat kedua patih beliau terdapat persaingan yang tidak sehat diantara keduanya. I Gede Beranjingan sebagai seorang patih, ia gemar bekerja di sawah, dan memelihara ayam aduan yang sering menang dalam sabungan ayam. I Gede Beranjingan sangat menyayangi ayam-ayamnya. Hal ini diketahui oleh baginda raja. Maka dipanggilah I Gerambang Selem untuk datang ke istana. Baginda raja bersabda “patihku Gerambang Selem, kudengar I Gede Beranjingan memiliki ayam aduan yang sangat tangguh. Pantaslah ia lama tak ke puri. Mungkin ia sedang sibuk dengan ayam-ayamnya. Cobalah datang ke sana, barangkali aku boleh melihat kehebatan ayamnya. Akan aku coba dengan ayam aduan di puri. Kalau memang ayamnya lebih tangguh, maka ayamnya akan aku pertaruhkan dalam pertarungan adu ayam antar kerajaan yang akan datang nanti”
Entah memang karena ada bibit ketidakcocokan diantara patoh keduanya, atau karena I Gerambang Selem salah mengartikan sabda raja, sehingga diartikan sebagai perintah untuk mengambil ayam I Gede Beranjingan. Maka bergegaslah I Gerambang Selem menuju ke rumah I Gede Beranjingan. Sesampainya di sana I Gerambang Selem berkata kepada istri I Gede Beranjingan “kemana istrimu?” Dijawab oleh sang istri “sumai hamba sedang di sawah, sebentar lagi datang karena hari sudah siang. Silahkan duduk Gusti Patih”
“Tidak, aku tidak lama. Aku ingin mengatakan bahwa sang raja ingin melihat ayam aduan I Gede Beranjingan dan aku harus egera membawanya ke istana” demikian I Gerambang Selem.
Dijawab lagi oleh istri I Gede Beranjingan ”maaf gusti patih, biarlah hamba jemput ke sawah dahulu. Sebab kalau dia datang dan dilihat ayamnya tak ada, maka ia akan marah. Tunggulah sebentar”.
I Gerambang Selem tak perduli. I Gerambang Selem mengambil semua ayam-ayam tersebut untuk dibawa ke istana. Istri I Gede Beranjingan tak berdaya untuk menghalanginya.
Setelah beberapa saat I Gerambang Selem membawa ayam-ayam itu, datanglah I Gede Beranjingan dari sawah. Seperti biasa ia akan melihat ayam-ayamnya terlebih dahulu. Ia terkejut dan dipanggilah istrinya lalu berkata “mana ayam-ayamku?” Dengan mata merah ia memandangi istrinya, yang ketakutan tersebut.  Dengan penuh rasa takut istrinya menjawab “ampun, ampun. Barusan Patih I Gerambang Selem mengambil ayam-ayam milik patih”.
Mendengar semua itu I Gede Beranjingan menjadi naik pitan “ada urusan apa ia mengambil aym-ayamku tanpa sepengetahuanku. Kurang ajar. Aku dipandang sebelah mata olehnya. Apakah ia merasa lebih sakti dari diriku, sehingga ia memancing diriku dengan cara mengambil semua ayamku”.
Istrinya mencoba untuk melanjutkan penjelasan dengan mengatakan bahwa ayam-ayam tersebut diambil atas perintah raja di Puri, untuk dicoba dengan ayam-ayam milik raja di puri. Namun semua itu tak digubris oleh I Gede Beranjingan, karena ia telah diliputi amarah yang tak terkendali dan rasa jengkelnya kepada I Gerambang Selem. Ia  berkata “baiklah I Gerambang Selem, kalau memang itu kehendakmu, akan aku hadapi dengan kekuatanku. Rupanya kau ingin adu kesaktian denganku. Kau sebenarnya ingin tahu siapa sebenarnya I Gede Beranjingan”
Setelah itu I Gede Beranjingan berkata kepada istrinya “istriku, semua ini adalah tantangan bagi diriku. Akan aku hadapai dan akan aku cari ia sampai ke ujung langit”. Istrinya mencoba untuk menghalangi dan menjelaskan duduk persolaannya. Namun I Gede Beranjingan sudah mengambil keris pusaka luk selikur (lekuk dua puluh satu) yang terkenal tangguh itu. Ia segera pergi mencari I Gerambang Selem.
Kini diceritakan Ida Cokorda di Puri yang telah menunggu kedatangan I Gerambang Selem. Namun raja mempunyai firasat lain. Sebab seperti tak biasanya I Gerambang menerima perintah. Ia segera pergi, tanpa menanyakan secara rinci perintah raja. Firasat raja bahwa kedua patihnya tak ada kecocokan, menyebabkan raja menjadi kawatir. Jangan-jangan terjadi sesuatu diantara mereka.
Sang raja lalu berkehendak pergi menemui keduanya. Diirini oleh pasukan istana, beliau pergi ke rumah I Gede Beranjingan. Sesampai di sana didapati bahwa istri I Gede Beranjingan telah menangis tersedu-sedu.  Sang raja berkata “mana suamimu. Kenapa kau menangis?”
“Ampun tuanku. Suami hamba pergi ke rumah I Gerambang Selem menyusuli ayam-ayamnya yang telah diambil. Ia berangkat dengan membawa senjata lengkap. Hamba sangat khawatir, jangan-jangan terjadi pertumpahan darah diantara mereka. Tolonglah hamba tuanku”. Mendengar kata-kata istri I Gede Beranjingan, segera sang raja menuju ke rumah I Gerambang Selem.
Kini kembali diceritakan I Gede Beranjingan yang telah sampai di rumah I Gerambang Selem. Marahnya meledak-ledak dan berkata “hai kau Gerambang Selem, betul-betul kurang ajar kau. Apa maksudmu mengambil ayam-ayamku. Kalau kau memang jantan mari kita bertarung. Ambil senjatamu, kita tunjukkan siapa yang lebih tangguh diantara kita”.
I Gerambang Selem juga tersinggung dan mulai naik darah. Maka ia meladeni tantang I Gede Beranjingan. “Baiklah kalau memang begitu maumu. Kita memang harus membuktikan siapa yang lebih tangguh diantara kita. Musuh tak pernah kucari. Tapi kalau ia datang, pantang bagiku untuk mengelaknya”.
Terjadilah pertarungan diantara keduanya. Keduanya memang tangguh, keduanya pintar bertarung dan sama-sama kuat. Setelah beberapa lama bertarung, I Gede Beranjingan memanfaatkan kelengahan dari I Gerambang Selem, dan berhasil menancapkan keris luk selikurnya di pantat I Gerambang Selem dan tembus sampai ke perut. Maka gugurlah I Gerambang Selem.
Berbarengan dengan tewasnya I Gerambang Selem, raja Tabanan baru sampai di sana. Sayang segalanya sudah terlambat. Dipandangnya kedua patih tersebut. Tampak penyesalan beliau yang amat dalam. Lalu dengan terbata-bata beliau bersabda kepada rakyat di sana “karena di tempat ini telah terjadi pertempuran karena siap (ayam), maka tempat ini mulai sekarang tempat ini kuberi nama Pesiapan. Sebab di sini telah gugur seorang patih karena memperebutkan ayam.
Demikian asal mula terjadinya nama Desa Pesiapan. Konon keris luk selikur yang digunakan untuk menewaskan I Gerambang Selem, disimpan di sebuah pura bernama pura Batur di Desa Timpag. Pura ini menjadi tempat pemujaan masyarakat dari keturuan I Gede Beranjingan. Demikian diceritakan. (Ki Buyut Dalu 2016). #OriginalArtikelByKanduk


Monday, August 22, 2016

Mengapa Hyang Naga Basuki Berstana di Gunung Agung ? “Bali” artinya “Sakti”




Dikisahkan Betara Guru memiliki putra bernama Naga Besuki, tinggal bersama di Gunung Semeru. Pada suatu pagi Naga Besuki menghadap ayahnya. Betara Guru berkata “wahai anakku, kenapa tumben pagi-pagi datang ke mari?
Naga Besuki berkata “ayah, anaknda ingin sekali bertemu dengan saudara-saudara yang ada di Bali yakni Betara Geni Jaya yang berstana di Gunung Lempuyang, Betara Mahadewa di Gunung Agung, Betara Hyang Tumuwuh di Batukaru, Betara Manik Umang di Gunung Beratan dan Betara Hyang Tugu di Gunung Andakasa. Anaknda sangat rindu bertemu dengan suadara di Bali. Itulah sebabnya anaknda mohon ijin untuk pergi ke Bali”
Betara Guru berkata “anakku sayang, kalau boleh janganlah anaknda pergi ke Bali untuk mencari saudaramu. Sebab pulau Bali itu sangat jauh dari sini. Bila anaknda ke sana maka sudah tentu akan menyeberang laut. Selain itu keempat sudaramu berstana berjauhan satu sama lain dan dibatasi oleh hutan belantara yang berbahaya. Ayah yakin engkau akan menemui kesulitan dalam perjalanan. Dan seandainya engkau ke sana, maka siapa yang akan ayah ajak untuk menjaga Gunung Semeru”
Naga Besuki berkata lagi “kalau demikian ayahnda berarti melarang anaknda ke Bali dan ayahnda meragukan kesaktianku. Tadi ayah mengatakan bahwa pulau Bali dibatasi laut. Kalau hanya laut, maka gampang bagiku untuk mengatasinya. Demikian juga ayah mengatakan tempat saudaraku berjauhan satu sama lainnya dibatasi hutan. Seberapa besarkah pulau Bali itu? Demikian Naga Besuki berkata dan meremehkan perjalanan menuju ke Bali
“Jangan meremehkan pulau Bali. Jangan dianggap pulau Bali sebesar telur. Naga Besuki, kalau demikian maumu ayah tak lagi akan melarangmu. Pergilah ke pulau Bali” Demikian Betara Guru.
Naga Besuki dengan gembiranya mohon pamit untuk pergi ke pulau Bali. Naga Besuki berangkat dari Semeru menuju Blambangan. Dalam perjalanan, segala yang dilewati menjadi rusak dan banyak pohon yang tumbang, karena Naga Besuki amatlah besar dan panjang. Demikian juga dengan binatang hutan semua berlarian.
Tak lama dalam perjalanan sampailah Naga Besuki di Blambangan. Naga Besuki naik ke atas gunung di Blambangan untuk melihat pulau Bali. Oleh karena dari kejauhan, maka pulau Bali kelihatan sangat kecil. Kemudian Naga Besuki berkata dalam hati “ternyata aku telah dibohongi oleh ayah. Sudah nampak pulau Bali sebesar telur. Ayah tak percaya dengan kemampuanku”
Apa yang dikatakan oleh Naga Besuki telah diketahui oleh Betara Guru dan beliau mengikuti perjalanan Naga Besuki, namun beliau tak tampak. Tiba-tia kemudian Betara Guru menampakkan diri di depan Naga Besuki dan berkata “Hai Naga Besuki, karena engkau telah meremehkan pulau Bali dan mengatakan sebesar telur maka sekarang buktikanlah. Dari sini kelihatan sebuah puncak gunung, gunung itu bernama Gunung Simanunggal. Dapatkah engkau menelan puncak gunung tersebut? Kalau engkau bisa maka ayah yakin dengan kesaktianmu”
Naga Besuki berkata “baiklah ayah. Kalau demikian perintah ayah, maka anaknda akan menelan puncak gunung Simanunggal. Bahkan kalau ayah mengijinkan maka anaknda akan menelan pulau Bali sekaligus”
Naga Besuki bersiap-siap untuk menelan pulau Bali. Dari mata Naga Besuki memancar sinar terang memandang tajam Gunung Simanunggal. Tampak Naga Besuki bagaikan seekor burung Garuda raksasa yang sedang menyambar puncak gunung Simanunggal. Tapi sayang, jangankan menelan semuanya, menelan puncak Gunung Simanunggal saja tak bisa.  Naga Besuki lalu mengelapar-gelepar sambil membelah puncak gunung Simanunggal, yang menyebabkan puncak Gunung bagian selatan terlempar. Naga Besuki mencoba sekuat tenaga dan berulang-ulang untuk dapat menelan puncak Gunung Simanunggal, namun tak berhasil. Hal tersebut diketahui oleh Betara Guru.
Betara Guru berkata “Naga Besuki, masihkah engkau ingin melanjutkan kehendakmu?
Naga Besuki berkata “Anaknda mohon ampun atas keangkuhan anaknda. Anaknda telah menganggap enteng dan meremehkan pulau Bali. Sekarang silahkan ayahnda menghukum anaknda atas keangkuhan ini”
Betara Guru bersabda “anakku Naga Besuki, mulai saat ini ayah mengingatkanmu mulai sekarang jangan lagi meremehkan pulau Bali. Agar engkau mengetahui saja bahwa Bali artinya Sakti. Oleh karena itu, mulai saat ini ayahnda perintahkan kepadamu agar tinggal di gunung Simanunggal, bersama dengan sudara-saudaramu menjaga pulau. Runtuhnya puncak Gunung Simanunggal bagian selatan adalah atas perbuatanmu, maka dari itu engkau harus menjaganya agar tak runtuh lagi”
Demikian sabda Betara Guru kepada Naga Besuki. Dan mulia saat itu Naga Besuki sangat taat kehadapan titah Hyang Betara Guru. Dan semenjak Naga Besuki berstana di Gunung Simanunggal, maka sangat jarang terjadi gempa, banjir, dan angin ribut di Bali.
(kanduk supatra / ki buyut dalu) #OriginalArtikelByKanduk