Gerambang
Selem Vs Gede Beranjingan
Dahulu kerajaan Tabanan diperintah
oleh Ida Cokorda Agung Tabanan yang terkenal arif bijaksana, sehingga rakyat
Tabanan hidup damai, tentram dan tak kurang sandang pangan. Beliau didampingi
oleh dua orang patih yang terkenal pemberani, sakti, dan sangat setia kepada
raja. Namanya adalah I Gerambang Selem dan I Gede Beranjingan. Inilah yang membuat
kerajaan Tabanan sangat disegani oleh kerajaan lainnya.
Pada suatu hari baginda raja ingin
menguji kesetiaan dari kedua patih beliau, mengingat kedua patih beliau
terdapat persaingan yang tidak sehat diantara keduanya. I Gede Beranjingan
sebagai seorang patih, ia gemar bekerja di sawah, dan memelihara ayam aduan
yang sering menang dalam sabungan ayam. I Gede Beranjingan sangat menyayangi
ayam-ayamnya. Hal ini diketahui oleh baginda raja. Maka dipanggilah I Gerambang
Selem untuk datang ke istana. Baginda raja bersabda “patihku Gerambang Selem,
kudengar I Gede Beranjingan memiliki ayam aduan yang sangat tangguh. Pantaslah
ia lama tak ke puri. Mungkin ia sedang sibuk dengan ayam-ayamnya. Cobalah datang
ke sana, barangkali aku boleh melihat kehebatan ayamnya. Akan aku coba dengan
ayam aduan di puri. Kalau memang ayamnya lebih tangguh, maka ayamnya akan aku
pertaruhkan dalam pertarungan adu ayam antar kerajaan yang akan datang nanti”
Entah memang karena ada bibit
ketidakcocokan diantara patoh keduanya, atau karena I Gerambang Selem salah
mengartikan sabda raja, sehingga diartikan sebagai perintah untuk mengambil
ayam I Gede Beranjingan. Maka bergegaslah I Gerambang Selem menuju ke rumah I
Gede Beranjingan. Sesampainya di sana I Gerambang Selem berkata kepada istri I Gede
Beranjingan “kemana istrimu?” Dijawab oleh sang istri “sumai hamba sedang di sawah,
sebentar lagi datang karena hari sudah siang. Silahkan duduk Gusti Patih”
“Tidak, aku tidak lama. Aku ingin
mengatakan bahwa sang raja ingin melihat ayam aduan I Gede Beranjingan dan aku
harus egera membawanya ke istana” demikian I Gerambang Selem.
Dijawab lagi oleh istri I Gede
Beranjingan ”maaf gusti patih, biarlah hamba jemput ke sawah dahulu. Sebab
kalau dia datang dan dilihat ayamnya tak ada, maka ia akan marah. Tunggulah
sebentar”.
I Gerambang Selem tak perduli. I Gerambang Selem
mengambil semua ayam-ayam tersebut untuk dibawa ke istana. Istri I Gede
Beranjingan tak berdaya untuk menghalanginya.
Setelah beberapa saat I Gerambang
Selem membawa ayam-ayam itu, datanglah I Gede Beranjingan dari sawah. Seperti
biasa ia akan melihat ayam-ayamnya terlebih dahulu. Ia terkejut dan dipanggilah
istrinya lalu berkata “mana ayam-ayamku?” Dengan mata merah ia memandangi
istrinya, yang ketakutan tersebut. Dengan penuh rasa takut istrinya menjawab
“ampun, ampun. Barusan Patih I Gerambang Selem mengambil ayam-ayam milik patih”.
Mendengar semua itu I Gede
Beranjingan menjadi naik pitan “ada urusan apa ia mengambil aym-ayamku tanpa
sepengetahuanku. Kurang ajar. Aku dipandang sebelah mata olehnya. Apakah ia
merasa lebih sakti dari diriku, sehingga ia memancing diriku dengan cara
mengambil semua ayamku”.
Istrinya mencoba untuk melanjutkan penjelasan
dengan mengatakan bahwa ayam-ayam tersebut diambil atas perintah raja di Puri,
untuk dicoba dengan ayam-ayam milik raja di puri. Namun semua itu tak digubris
oleh I Gede Beranjingan, karena ia telah diliputi amarah yang tak terkendali
dan rasa jengkelnya kepada I Gerambang Selem. Ia berkata “baiklah I Gerambang Selem, kalau
memang itu kehendakmu, akan aku hadapi dengan kekuatanku. Rupanya kau ingin adu
kesaktian denganku. Kau sebenarnya ingin tahu siapa sebenarnya I Gede
Beranjingan”
Setelah itu I Gede Beranjingan
berkata kepada istrinya “istriku, semua ini adalah tantangan bagi diriku. Akan
aku hadapai dan akan aku cari ia sampai ke ujung langit”. Istrinya mencoba
untuk menghalangi dan menjelaskan duduk persolaannya. Namun I Gede Beranjingan
sudah mengambil keris pusaka luk selikur (lekuk dua puluh satu) yang terkenal
tangguh itu. Ia segera pergi mencari I Gerambang Selem.
Kini diceritakan Ida Cokorda di
Puri yang telah menunggu kedatangan I Gerambang Selem. Namun raja mempunyai firasat
lain. Sebab seperti tak biasanya I Gerambang menerima perintah. Ia segera
pergi, tanpa menanyakan secara rinci perintah raja. Firasat raja bahwa kedua
patihnya tak ada kecocokan, menyebabkan raja menjadi kawatir. Jangan-jangan
terjadi sesuatu diantara mereka.
Sang raja lalu berkehendak pergi menemui keduanya.
Diirini oleh pasukan istana, beliau pergi ke rumah I Gede Beranjingan. Sesampai
di sana didapati bahwa istri I Gede Beranjingan telah menangis tersedu-sedu. Sang raja berkata “mana suamimu. Kenapa kau
menangis?”
“Ampun tuanku. Suami hamba pergi
ke rumah I Gerambang Selem menyusuli ayam-ayamnya yang telah diambil. Ia
berangkat dengan membawa senjata lengkap. Hamba sangat khawatir, jangan-jangan
terjadi pertumpahan darah diantara mereka. Tolonglah hamba tuanku”. Mendengar
kata-kata istri I Gede Beranjingan, segera sang raja menuju ke rumah I Gerambang
Selem.
Kini kembali diceritakan I Gede
Beranjingan yang telah sampai di rumah I Gerambang Selem. Marahnya
meledak-ledak dan berkata “hai kau Gerambang Selem, betul-betul kurang ajar
kau. Apa maksudmu mengambil ayam-ayamku. Kalau kau memang jantan mari kita
bertarung. Ambil senjatamu, kita tunjukkan siapa yang lebih tangguh diantara
kita”.
I Gerambang Selem juga tersinggung
dan mulai naik darah. Maka ia meladeni tantang I Gede Beranjingan. “Baiklah
kalau memang begitu maumu. Kita memang harus membuktikan siapa yang lebih
tangguh diantara kita. Musuh tak pernah kucari. Tapi kalau ia datang, pantang
bagiku untuk mengelaknya”.
Terjadilah pertarungan diantara
keduanya. Keduanya memang tangguh, keduanya pintar bertarung dan sama-sama kuat.
Setelah beberapa lama bertarung, I Gede Beranjingan memanfaatkan kelengahan
dari I Gerambang Selem, dan berhasil menancapkan keris luk selikurnya di pantat
I Gerambang Selem dan tembus sampai ke perut. Maka gugurlah I Gerambang Selem.
Berbarengan dengan tewasnya I Gerambang
Selem, raja Tabanan baru sampai di sana. Sayang segalanya sudah terlambat.
Dipandangnya kedua patih tersebut. Tampak penyesalan beliau yang amat dalam.
Lalu dengan terbata-bata beliau bersabda kepada rakyat di sana “karena di
tempat ini telah terjadi pertempuran karena siap (ayam), maka tempat ini mulai
sekarang tempat ini kuberi nama Pesiapan. Sebab di sini telah gugur seorang
patih karena memperebutkan ayam.
Demikian asal mula terjadinya nama
Desa Pesiapan. Konon keris luk selikur
yang digunakan untuk menewaskan I Gerambang Selem, disimpan di sebuah pura
bernama pura Batur di Desa Timpag. Pura ini menjadi tempat pemujaan masyarakat
dari keturuan I Gede Beranjingan. Demikian diceritakan. (Ki Buyut Dalu 2016). #OriginalArtikelByKanduk
No comments:
Post a Comment