Konon katanya, dongkang
(kodok darat yang kulitnya kasar), memiliki kepekaan yang tinggi dalam ilmu
leak. Maksudnya si dongkang bukan sebagai balian sakti atau spiritualis.
Maksudnya bahwa si dongkang tersebut memilki kepekaan atau iritabilita yang tinggi tentang perubahan aura di sekitarnya.
Mungkin saja si dongkang memiliki antena atau kulitnya yang kasar tersebut
mampu mendeteksi perubahan lingkungan sekitarnya. Kalau ada perubahan yang
mungkin tak normal, maka ia akan bersuara. Korok … korokkkkk… Cerita ini
berkembang dari jaman ke jaman dari awaktu ke waktu secara turun temurun, di
kalangan masyarakat Bali. Sehingga ada keyakinan bahwa dongkang memiliki
kemampuan untuk melihat leak.
Ngomong tentang dongkang, I Made Bibih Lambih punya
cerita tentang ini. Suatu malam ia tidur di rumahnya. Sebelum tertidur ia
seperti biasa nonton tipi sampai
tengah malam. Ia masuk ke kamar tidur lalu. Tidurnya tak begitu nyenyak alias ngeramangsawa, menerawang tak karwan.
Matanya ngantuk, tetapi pikirannya masih bekerja, artinya seperti setengah
tidur. Dalam situasi yang demikian, dibolak balik bantalnya agar bisa tidur
(demikian kata orang ditirunya). Namun tetap saja ia masih gelisah. Sampai
akhirnya pada suatu saat merrasakan malam begitu kelam, tak ada suara apa
sedikitpun. Suasananya senyap. Ia lalu mendengar suara dongkang di luar korok
korok, kororokkkk…. Ia teringat dengan cerita bapaknya dulu, bahwa kalau tengah
malam ada dongkang berbunyi, apalagi pada musim kering, pastilah dongkang itu melihat sesuatu. Dongkang tersebut pastilah melihat
atau merasakan ada leak di dekatnya.
Ingat dengan cerita tersebut, I Made Bibih Lambih
menjadi teringat dan terbayang, pastilah di rumahya sedang ada leak. Pastilah
ada rangda, celuluk, bojog, atau yang lainnya di halaman rumahnya. Ihhhh
takuuttttt…. Demikian perasaan I Made Bibih Lambih. Ia mencoba untuk melihat ke
luar melalui kaca jendela rumahnya, namun tak terlihat apa-apa. Ia berpikir
mungkin saja leak tersebut sedang bersembunyi atau ada di bagian lain dari
sudut rumahnya sehingag tak terlihat dari tempatnya mengintip. Demikian I Made
Bibih Lambih secara tak sengaja menakut-nakuti dirinya sendiri. Makin takutlah
ia, sedangkan dongkang tersebut juga tetap berbunyi. Tak hanya satu, ada lagi
dongkang menyahut di bagian lain dari sudut pekarangan rumahnya. I Made Bibih Lambih menjadi semakin takut,
malah ia berpikir leak yang ada di rumahnya lebih dari satu. Ia berpikir
rumahnya sedang dikepung leak. Ia mencoa untuk membangunkan kakaknya yang sedang
terlelap tidur di kamar sebelah. Tak lama kemudian kakaknya I Wayan Sarwa
Medengen terbangun. Kakaknya ini memang suka dengan hal yang berbau magis,
mistik dan suka berguru kepada orang untuk belajar kanuragan. Ia juga banyak
banyak punya jimat-jimat sebagai penangkal bahaya. Oleh karena ceritanya
seputar itu-itu saja, maka namanya dibekang ditambahkan oleh orang-orang dengan
sebutan “medengen” yang artinya gawat genting dan serem. Padahal nama aslinya I
Wayan Sarwa.
Ketika terbangun, ia bersama adiknya mengamati situasi
rumah. Mendengar suara krokkk krokkk, pikiran I Wayan Sarwa sudah melayang
serem dan mistik. I Wayan Sarwa Medengen teringat dengan “bekal” (jimat) yang
diberikan oleh gurunya ketika berguru ke Karangasem. Pesan gurunya “kalau ada
leak, pakailah sabuk ini dan ucapkan mantra selengkapnya”.
Segera ia pergi ke kamarnya untuk mengenakan sabuk
tersebut, sambil mengucapkan mantra-mantra yang diajarkan oleh gurunya
terdahulu. Sabuk dililitkan di pinggang, bungkung
(cincin) dengan permata yang cukup besar dikenakannya di jari tengah kanan dan
kiri, warna merah dan hitam. Artinya sebagai penempur leak menggunakan kekuatan
Brahma dan Wisnu. Demikian katanya. Ia teringat lagi, kalau ia masih punya
benda bertuah lainnya yakni, sebuah keris kecil diselipkan di pinggangnya yang
telah terlilit sabuk. Belum yakin dengan kekuatan dari benda-benda tersebut, ia
masih mempunyai simpanan berupa kayu bertuah yang konon diambil dari daerah
Bali bagian barat yang sudah di-pasupati.
Barulah I Wayan Sarwa Medengen merasa yakin dengan
dirinya tak akan terkena pengaruh leak yang sedang mengepung rumahnya. Bagaimana dengan adiknya? I Made
Bibih Lambih tak begitu suka dengan yang namanya jimat-jimat. Ia hanya
mengamati dari dalam rumahnya, sambil menguap ngantuk. Ia tak seberani kakaknya
dan tak tertarik dunia aeng seperti
kakaknya.
Dengan gagah berani dan yakin, I Wayan Sarwa Medengen
keluar rumah untuk mencari tahu, dan kalau mungkin bertempur dengan leak yang
sedang berada di pekaranagn rumahnya. Ia keluar rumah dengan keyakinan penuh,
sambil membawa senter kecil. Ia mengendap-endap sambil mengamati dan mendekat
ke sumber bunyi dongkang tersebut, sambil membayangkan kira-kira bagaimana rupa
leak yang akan ia hadapi. Dalam hatinya ia berpikir, kalau tampak akan ia bakar
dengan jimat-jimat yang sudah memenuhi badannya.
Suara donkang itu berada di sekitar pohon mangga di
halaman rumahnya. Ia mendekat ke sana sambil waspada. Suara dongkang makin
dekat. Dengan kewaspadaan penuh, ia sudah berada di bawah pohon mangga.
Tiba-tiba ada sesuatu yang menerpa punggungnya dan terasa dingin. I Wayan Sarwa
Medengen sedikit terkejut. Diraba punggungnya, terasa ada sesuatu yang lengket.
Rupanya leak telah menyerang dirinya dari belakang. Ia mulai semakin waspada
dan tegang. Sedangkan suara dongkang sudah tak berbunyi lagi. Dalam hatinya ia
berbisik “perlihatkan dirimu leak, akan kubakar dirimu. Berani berani
mengganggu ke rumahku”. Sekejap kemudian tiba-tiba ada serangan kedua mengenai
kepalanya. Yang ini agak encer dan terasa agak hangat.
Si Wayan Sarwa Medengen mulai mengayunkan tongkat
saktinya, dengan harapan leak yang tak kelihatan tersebut terkena dengan
sendirinya. Sekali ayun, tongkat saktinya mengeluarkan suara wuussssss….. Suara
tongkat tersebut terdengar agak keras karena malam hari. Akibat ayunan tongkat
tersebut, tiba-tiba di atas pohon mangga berkelebat beberapa bayangan terbang
menuju ke kegelapan malam. Si Wayan semakin siaga dan mencoba untuk menyenter
ke arah dahan pohon.
Di cabang pohon mangga tersebut ternyata ada yang
bertengger berbulu hitam dan putih. Bukan leak seperti dalam pikirannya, namun
beberapa ekor ayam manuk dan pengina yang sedang tidur. Rupanya yang
berkelebat tadi adalah dua ekor ayam yang kaget dan terbang tak menentu ke arah
kegelapan malam. Dan sialnya lagi, ternyata serangan lengket dingin yang
mengenai punggungnya adalah tain blek
(tai ayam hitam bau) yang dikeluarkan oleh ayam-ayam itu. Termasuk serangan
hangat encer yang menerpa kepalanya adalah tai ayam yang baru keluar dari
pantat ayam betina yang terbang tadi. Sial…. Sial…. memang sial. Sambil mangkel
ia kembali ke tempat semula dengan kesal, lampu senternya dalam keadaan hidup.
Secara tak sengaja lalu ia melihat dongkang sebanyak empat ekor sedang
betumpuk-tumpuk. Waahhhh.… rupanya dongkang ini ribut bukannya ngetarang leak (memberitahu ada leak),
tapi ia bersuka ria sambil menikmati musim kawinnya yang indah di malam hari.
Sialaan……, malah aku mengeluarkan segala macam jimat. Lebih kesalnya lagi bahwa
jimat yang ia pakai itu tak bisa melindunginya dari serangan kotoran ayam tadi.
Demikian I Wayan ngomel dengan rasa kesal.
Kisah berlanjut. Suaranya yang berisik di tengah
malam, menyebabkan anjingnya terbangun dan menggongong ngawur akibat terkejut
karena kepupungan. Semakin kesal ia
dengan anjing miliknya sendiri yang menggonggong majikannya di tengah malam. I
Wayan Sarwa Medengen menjadi semakin kesal sambil berkata “sajan cicing sing
nawang bo” (dasar anjing tak bisa mencium bau majikannya). Karena saking
kesalnya digonggong anjing, akhirnya tongkat sakti yang dibawanya itu digunakan
untuk ngelempag (memukul) anjing
piaraannya. Kaiiiiiiiiiing…… kaing…. kaing…
demikian terdengar di kegelapan malam. Anjing jenis kacang yang bernama
I Sansiro Moderano kontan menjauh dari majikannya sambil menggongong kembali.
Saking kesalnya I Wayan, ia menjadi emosi tak karuan.
Tongkat saktinya hanya bertuah untuk memukul anjing. Ia kembali ke kamarnya
sambil memeriksa badannya yang bau karena pejunin
siap (kena tai ayam). Ia membuka semua jimat-jimat saktinya. Lalu ada yang
kurang. Keris kecil sakti yang ia selipkan dipinggangnya ternyata tak ada.
Ia bergegas dengan senternya ke tempat “pertempuran
sengit” tadi. Senter disenter, akhirnya keris kecil tersebut ketemu dan
terjatuh dibawah penyemuhan baju
(jemuran baju). “Badah, sialan lagi. Keris saktiku jadi leteh karena jatuh di tempat yang kotor” demikian kata I Wayan
Sarwa Medengen dalam hatinya. Rupanya keris sakti itu terjatuh saat ia ngelempag cicing tadi.
Adiknya I Made Bibih Lambih lalu bertanya “gemana bli,
ketemu leaknya?”
Segera dijawab “Ketemu. Leaknya bukan celuluk atau bojog. Tapi leaknya berupa ayam, dongkang dan anjing”.
Adiknya tertawa dalam hati sambil berkata “biarkan
semuanya berjalan secara alami, jangan semua dikira leak. Begitulah kalau
berpikir terlalu mistik. Tapi kalau pun toh itu leak, biarkan ia menikmati
dirinya menjadi leak. Toh juga leak itu manusia. Haaaaaa…… “.