Memasang Pekakas Anti Leak
Kalau boleh cerita tentang orang, kayaknya pengalaman
I Gede Lubak Injin ini layak untuk diceritakan kepada orang banyak. Tujuannya
bukan untuk membeberkan kejelekan atau menertawakan orang yang kena musibah,
namun hanya untuk mengingatkan kepada orang lain agar tak gegabah dalam
bertindak. Ceritanya begini:
Pada suatu hari I Made Sontoloyo Mabet Siteng yang
memang loyo duduk-duduk di bale banjar ditemani oleh I Wayan Kuat Bin Kenyat.
Sambil ngopi mereka berdua membicarakan masalah pohon beringin yang baru saja
ditebang di jaba pura. I Made Sontoloyo Mabet Siteng memang sedikit prihatin
dengan dengan ulah prejuru yang hanya bisa menebang pohon, tetapi tak pernah
menanam. Padahal sudah jelas-jelas pohon itu tak mengganggu dan diyakini pula
bahwa pohon itu linggih Ida Melanting. Namun dengan gagah berani si prejuru itu
memutuskan untuk menebang pohon tersebut yang sudah memberikan kesejukan di
halaman pura sejak ratusan tahun silam.
Sungguh sayang memang hal itu terjadi, tanpa ada yang
berani untuk melarang atau menghentikannya. Demikian penyesalan mereka berdua
di bale banjar, sambil mereka mencoba untuk berbuat sesuatu demi keajegan tanah
kelahirannya dan terpeliharanya aura taksu di tanah kelahirannya.
Sedang asiknya mereka berbicara berdua, tiba-tiba
datang I Gede Lubak Injin menghampiri mereka. Sontoloyo bersama I Kuat
mesem-mesem saja melihat kedatangan temannya yang bernama I Gede Lubak Injin
itu. Ia yang memang aeng dan medengen. Maksudnya bikin serem dan
angker tapi kadangkala menimbulkan keheranan sekaligus kelucuan bagi yang
melihat. Bagaimana tidak, I Lubak Injin berbadan cukup tinggi, rambutnya
panjang megambahan diikat dengan
karet berisi manik-manikan. Lehernya berlilitkan kalung emas berisi caling macan yang konon sebagai penolak
bala. Tangannya melingkar gelang kayu uli
berkepala Naga Besuki di kanan, dan di kiri melingkar gelang perak berisiskan
kombinasi antara permata dan pis bolong sebagai pengraksa jiwa atau jimat penjaga nyawa. Yang sudah umum adalah di
bagain jari tangannya berderet tiga buah cincin berwarna merah, hitam, dan
putih yang konon sebagai pemberian dari Ida Betara Segara, Betara di Gunung dan
Ida Betara di salah satu pura tenget di
Bali, yang fungsinya juga sebagai pelindung jiwa raga. Kayaknya dengan barang
itu saja, yang namanya kekuatan sihir, yang namanya tonya tak berani mendekat. Yang namanya leak desti dalam radius sepuluh meter sudah terbakar oleh
benda-benda aeng yang dipakainya itu.
Ternyata tak cukup di sana, I Sontoloyo masih
menyaksikan kehebatan sekaligus keanehan dari I Gede Lubak Injin, yakni di
belahan dada kirinya terpampang rerajahan berupa telapak kaki yang konon adalah
sebagai penunggalan dari Bapa Akasa dan Ibu Pertiwi untuk memberikan
perlindungan kepada orang tersebut. Belum lagi kalau diraba sabuk atau
pinggangnya, pastilah tak rata alias gluntuk-gluntuk
yang menandakan bahwa I Gede Lubak Injin mengenakan sesabukan yang berisi banyak bebuntilan,
sebagai penolak bala.
Ketika itu I Made Sontoloyo dan I Wayan Kuat terkejut
mendengar jeritan “Leaaaaaakkkkkkk…. Leeaaaaaaakkkkkkk, Weeeeeheheheheheheheh……”.
Ternyata itu adalah nada panggil Handphone I Gede Lubak Injin. HP-nya juga
berisi rerajahan rangda aeng.
Pokoknya I Made Sontoloyo dan I Wayan Kuat dalam hatinya geleng-geleng kepala
melihat penampilan I Gede Lubak Injin, seolah-olah kebal, sakti tak bisa mati.
Berceritalah
I Gede Lubak Injin kepada mereka berdua, namun sebelumnya ia berteriak ke warung
agar dihidangkan susu bercampur jeruk nipis. Maksudnya susu untuk sumber
protein dan tenaga, sedangkan jeruk adalah untuk menjaga vitalitas tubuhnya.
Demikian pengertiannya.
Lubak Injin dengan berapi-api bercerita tentang
dirinya kemarin malam ikut terlibat dalam ngerehang
Ida Ratu Ayu di desa anu. HaI ini atas permintaan temannya. Konon ceritanya
heboh sekali, sampai-sampai ia sendiri hampir terkena imbas dari orang yang
mencoba bermain ilmu hitam dalam acara ngereh
tersebut. Namun berkat kekuatan dan kesaktian jimat-jimat yang ia miliki ini,
semuanya menjadi berjalan dengan baik dan selamat.
Ia juga bercerita mengenai dirinya yang sudah beberapa
hari mengobati banyak orang terkena serangan mejik, semuanya sudah ia sapu
bersih alias sudah tak ada lagi leak yang mengganggu. Demikian I Lubak Injin
bercerita tanpa memberi kesempatan berkomentar kepada temannya berdua. Lalu I
Lubak Injin dengan gagah ke warung membayar susu jeruk nipisnya yang telah ia ceret, lalu hilang.
I Sontoloyo berkata “dasar I Krosokan tersebut sing
taen nduk. Jeg cara paling sakti gen….”. Kini diceritakan I Gede Lubak Injin
perjalanannya menuju pulang. Ia berpapasan dengan Ni Komang Puspitasari
Dewi Bulan Kencana yang lebih sering
dipanggil Men Buyar yang sedang menggendong cucunya. Men Buyar ketika itu
penampilannya sangat “seksi”. Ia hanya memakai sehelai handuk yang menutupi
buah dadanya yang sedikit ngelenteng
dan peset. Ia sempat menyapa I Gede
Lubak Injin. Ia pun menyapa seadanya. Sebab menurut radar niskala I Gede Lubak
Injin, konon Men Buyar alias Ni Komang Puspitasari Dewi Bulan Kencana adalah
“jelema bisa” (bisa ngeleak).
Berpapasan dengan Ni Komang Puspita, I Gede Lubak
Injin mengaktifkan radarnya semua, kalau seandainya Men Buyar macam-macam, agar
terbakar oleh kekuatan dan kesaktian jimat yang ia miliki.
Ternyata setelah berlalu keadaan dinilai aman.
Setelah sampai di rumah, I Gede Lubak Injin akan mandi
sedikit untuk menghilangkan rasa gerah badannya. Sebelum mandi ia merokok
sebatang. Namun setelah habis sebatang, ia merasakan ada sesuatu yang tak enak
menekan perutnya. Perutnya terasa mules. Semakin ditahan semakin terasa
mulesanya, sampai akhirnya ia bergegas menuju ke kamar mandi, dan benar saja,
ternyata “lancar” alias “mencret”
Segera
ia mengambil obat berupa minyak yang diberi oleh kak balian yang juga gurunya
di Gunung Kaja. Di minumnya sesuai
dengan anjuran. Reda sejenak, namun sebentarnya lagi mules, lagi ia ke kamar
mandi, lagi “lancar”. Diambilnya kemudian semua gegemet yang ia punyai dengan harapan untuk mengurangi pengaruh
penyakit ngencit pada dirinya. Reda
sejenak, I Gede Lubak Injin mulai berpikir, jangan-jangan ini serangan dari Men
Buyar yang ia sapa tadi. Ia mulai mengumpat dalam hatinya. “Nah jani sube lawan
gegemet wake ne” (ini lawan jimatku sekarang). Ia mulai mengaktifkan jimatnya
itu. Namun apa yang terjadi? semakin lama kok semakin terasa mulesnya. Kembali
ia menuju kamar kecil, sambil mengumpat kembali. “Sakit gede….. Men Buyar,
tunggu pembalasanku”.
Setelah
beberapa lama bolak balik ke kamar kecil sambil meminum loloh yang ia buat sendiri sesuai dengan anjuran sang gurunya, lalu
datanglah istrinya yang bernama Ni Putu Jegeg Ayu Candra Warashati, alias Men
Bro, sebab ia punya anak bernama I Gede Brongot. “Kenapa Beli, seperti ada yang
tak beres?”
“Tolong ambilkan aku minyak yang ada di atas tempat
tidur yang berwarna hitam. Perutku mules sekali”
Bolak-balik ia masuk ke kamar mandi crit….. keluar
sedikit, udah itu setop. Criittt…. Lagi, setop lagi. Demikian seterusnya. Ia
sudah memvonis Men Buyar yang menyebabkan ia ngencit seperti ini. Pada malam hari tiba ia membentengi dirinya
dengan berbagai macam penolak bala di rumahnya. Dalam situasi kecrat kecrit ngencit I Gede Lubak Injin
membangun pertahahan di rumahnya. Ia memasang pandan berduri di rumahnya diisi
dengan pis bolong, kesuna jangu, colek pamor tampak dara sekaligus juga
duri-duri beserta dengan lengis celeng.
Siapa tahu Men Buyar yang dicurigainya itu menggunakan “ilmu dauh tukad”. Ia
juga memasang klangsah sedikit di
rumahnya sebagai benteng agar kekuatan leak desti tak bisa masuk. Pokoknya
kalau urusan niskala, semua celah masuk sudah tertutup.
Barulah I Gede Lubak Injin merasa aman. Namun pas
tengah malam ia mulai merasa tak enak. Ada yang mengungkit-ngungkit perutnya,
lalu mules. Kembali ia bolak balik ke kamar mandi malam-malam. Sampai-sampai
istrinya mulai berpikir untuk menemui gurunya yang ada jauh di sana. Besok
pagi, dengan berbekal tisu, ia berangkat ke rumah gurunya untuk menanyakan
dirinya yang diserang “leak ngencit”. Gurunya memeriksa dan mengatakan bahwa
mencret yang tak kunjung sembuh tersebut disebabkan karena ada serangan dari
seseorang yang ditemukan di jalan. Orang
tersebut tak pakai baju, agak putih, dan baunya asam. Demikian hasil terawang
dari gurunya yang dianggap sakti dan dikaguminya.
Mendengar semua itu akhirnya I Gede Lubak Injin sudah
memastikan bahwa Men Buyar pelakunya. Sebab tadi ia tak pakai baju, kulitnya
memang agak putih, tetapi bau badannya agak asam karena sedikit kumal. Ia
kemudian meminta sarana kepada gurunya untuk melawan sekaligus menggempur Men
Buyar agar nyeleketek dan ngeseksek (semaput mampus).
Setelah beberapa hari I Gede Lubak Injin tak keluar
rumah karena terganggu oleh ngencitnya itu, tiba-tiba datang adik misannya yang
bernama I Nyoman Sepan Kedropon dan menyaksikan wajah I Gede Lubak Injin yang layu dudus (pucat pasi). Ada apa kau
Bak? Demikian Nyoman Sepan bertanya kepada I Lubak. Maka diceritakanlah awal
mula sampai akhir.
Namun mendengar perilaku kakaknya, ia curiga
jangan-jangan ini bukan masalah mistik. Ia berpikir bebelogan saja, sebab sekarang gumi sudah maju. Maka ia memutuskan
untuk membeli pil obat mencret di warung Dek Gus. Sekali diminum, dalam waktu
satu jam, ngencit-nya sudah stop
seketika. “Alangkah manjurnya obat yang kau miliki. Darimana kau dapat obat
ini. Balian siapa yang memberi. Atau sejak kapan engkau belajar pengobatan
menjadi balian?”
Jawab Nyoman Sepan Kedropon “Peh sajan jelema otak
leak. Sedikit dikit leak. Dikit-dikit balian” Sambil tersenyum I Nyoman Sepan
melengkapi jawabannya “Balian yang memberi obat namanya Dek Gus. Ia buka warung
di sebelah. Obatnya bernama “pil stopcret” alias pil obat mencret. Harganya
seribu rupiah”. Dasar jelema otak leak, pikirannya cuman berisi leak, desti,
balian dan gegemet. Nyoman Kedropon kembali menyambung “Obat ini aku beli di
warung harganya seribu rupiah. Kau ini ngencit
bukan amah leak, kau mencret biasa”
Dalam keadaan demikian datanglah I Wayan Kuat dan I
Sontoloyo, menengok temannya yang terserang “leak ngencit” selama seminggu. I
Sontoloyo berkata “aku sangat yakin kalau leak yang menyerang kamu itu bernama
“leak susu jeruk”. Sepertinya itu yang membuat engkau mencret. Sebab aku dulu
pernah minum susu dicampur jeruk nipis, dan langsung mencret. Aku suah sempat
tanya ke dokter katanya disebabkan oleh reaksi asam dengan susu. Dan bisa juga
akibat gejala lactosa intoleran
(perut tak bisa menerima susu) sehingga mencret”. I Sontoloyo lagi menambahkan
“Artinya ramalan gurumu bahwa mencretnya akibat orang yang berkulit putih tak
berpakaian itu benar. Maksudnya putih tersebut adalah susu dan tak berbaju
adalah gelasnya. Sedangkan baunya agak asam adalah jeruk nipisnya. Kau bertemu
di jalan itu juga betul, sebab susu yang engkau minum tadi engkau beli tadi di
warung”
“Waduh benar sekali katamu, cuman aku salah
menafsirkan tenung dari guruku. Cuman yang jadi masalah adalah aku udah kadung
mesesangi, “kalau mencretku ini sembuh aku akan memberikan guling kepada siapa saja yang dapat menyediakan obat”
Akhirnya ia menyanggupi sesangi-nya dengan membeli seekor guling dan diberikan kepada
sepupunya I Nyoman Sepan Kedropon. Ia membawa guling ke rumahnya dan I Nyoman
pun kaget. Dan setelah dijelaskan I Nyoman Kedropon dapat menerimanya. Guling
itupun dipakai pesta oleh I Nyoman dan teman-temannya pada malam itu juga.
Mereka bergembira karena dengan modal cuman beli obat mencret seribu rupiah,
bisa dapat guling seharga lima ratus ribu. Ia kemudian membeli minuman, bir,
anggur, dan segala minuman dicampur. Sampai guling itu habis tengah malam.
Pesta pun usai, semuanya tertidur pulas kebetekan
alias kekenyangan.
Pada keesokan harinya, I Kuat, I Nyoman Kedropon, I
Made Sontoloyo, dan beberapa temannya secara tak sengaja ketemu di warung
Dek Gus. Semua serentak membeli “stop cret” alias obat mencret. “lho kok semua
beli obat mencret?” demikian Dek Gus keheranan. Mereka semua berbisik
mengatakan dirinya mencret-mencret. Tak sengaja pula mereka bertemu dengan I
Gede Lubak Injin yang sudah sehat. Mereka semua segera bubar. Cuman I Lubak
bertanya kepada Dek Gus “ada apa gerangan mereka berkumpul pagi-pagi, tidak
seperti biasanya?” Dek Jung pun bercerita sejujurnya.
Tiba-tiba saja I Lubak Injin tertawa ngakak….. waa haa
haa…. Rupanya gantian. Mereka terserang “leak ngencit”. Leak yang menyerangnya
bernama “leak be guling campur bir” haaaaahahahaaaaa……