Diceritakan pada jaman dahulu ketika
wilayah kekuasaan Raja Kesiman sampai ke daerah pesisir timur dan tenggara yang
meliputi daerah Sanur Intaran dan sekitarnya. Pada masa kejayaan Puri Agung
Kesiman, hiduplah seorang yang mumpuni di bidang ilmu kedigjayaan atau ilmu
kewisesan yang diberi julukan Rangda Jero Agung, tinggal di Desa Intaran.
Dikisahkan Rangda Jero Agung hidup bahagia
bersama sang istri tercinta. Namun seiring dengan perjalanan waktu, sang istri
kemudian amor ing acintya alias meninggal dunia. Waktu pun berlalu,
danpandangan masyaraakat pun berubah terhadap rangda Jero Agung. Entah apa yang
terjadi, masyarakat Intaran mencurigai bahwa Rangda Jero Agung memiliki ilmu
pengliakan.
Kasak kusuk itu terdengar pula oleh
Rangda Jero Agung. Lantaran merasa difitnah, maka Rangda Jero Agung lalu menghadap kepada Bendesa Intaran. Karena
tidak puas akan penjelasan yang diberikan oleh Jero Bendesa, Rangda Jero Agung
merasa jengah. Rangda Jero Agung kemudian pergi ke Pura Dalem Blanjong Sanur
melakukan dewasraya untuk memperoleh panugrahan kawisesan dengan memanunggalkan
bayu sabda idep.
Ida Betari Durga yang maha pengasih
kemudian mengabulkan permohonan Rangda
Jeero Agung. Ida Betari Durga napak di hadapan Rangda Jero Agung dan memberikan
penugran. Penugrahan yang diberikan
Betari Dalem adalah berupa Legu (nyamuk). Hal ini lantaran masyarakat Desa
Intaran tidak pernah melakukan upacara yadnya dan persembahyangan di Pura Dalem
Blanjong Sanur.
Dengan anugrah tersebut, Rangda Jero
Agung membuat kekacauann dengan menyebar wabah penyakit melalui kesaktian legu
tersebut. Desa Intaran menjadi grubug. Mengetahui desanya terkena wabah penyakit,
dimana banyak warga yang mati secara tidak wajar, Bendesa Intaran lalu
menghadap ke Puri Kesiman. Puri Kesimanpun Mengutus Ki Mekel Klutug, untuk
menyelidiki wabah penyakit yang terjadi di Desa Intaran.
Dari pengamatan Ki Mekel Klutug di desa
Intaran, kemudian didapat informasi bahwa penyebab semua ini adalah Rangda Jero
Agung yang menggelar kewisesan dengan mengerahkan ajian Legu Gondong. Akhirnya
terjadi pertempuran dimana Ki Mekel Klutug melawan Rangda Jero Agung. Atas
pertempuran tersebut, kemudian Randa Jero Agung dapat dikendalikan serta
kondisi masyarakat berangsur angsur normal kembali.
Dari kisah Legu Gondong tersebut dapat
dipetik sebuah nilai positif bahwasannya Fitnah atau Raja pisuna yang ditebar
bisa jadi akan menghancurkan kehidupan orang banyak. Sebab doa dan permohonan
orang yang terhina teraniaya dan tertindas sangat manjur. Hal ini persis ketika
anak Ki Balian Batur difitnah telah menjual makanan lawar jelema.
Satu lagi yang penting adalah kisah Legu
Gondong bisa jadi adalah permainan Tuhan dalam hal Dewi Durga uuntuk
mengingatkan manussia dan masyarakat agar tidak melupakan Widhi atau Tuhan
dengan cara melakukan yadnya dan perssembahyangan di Pura Dalem Blanjong.
Artinya kejadian ini adalah peringatann Tuhan kepada manusia untuk senantiasa
mendekatkan diri kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, karena manusia adalah
ciptaan Tuhan.
Kisah
Legu Gondong ini juga sebagai cerminan dari pertempuran Rwa Bhineda yakni dua
kekuatan baik dan buruk, positif negatif, kebenaran dan kejahatan akan
senantiasa bersanding di dunia ini. (Kand.)