Komoh adalah olahan kakhas Bali yang
terbuat dari daging mentah dicincang halus, diberi bumbu, lalu diseduh dengan
air panas. Air seduhan daging cincang tersebut lalu diisi dengan darah segar,
diisi garam secukup. Untuk mengkonsumsi komoh harus menggunakan cawan atau
mangkok kuah, dengan cara disiup (minum langsung dari mangkok). Kalau dahulu
menggunakan mangkok kau (batok kelapa).
Kalau melihat bentuknya yang cair dan
berwarna merah, maka komoh adalah simbolisasi dari darah. Sesuai dengan tradisi
bhairawa yang berkembang di tanah Bali seperti yang terdapat di dalam patung
bhairawa di Pura Kebo Edan dimana patung tersebut membawa mangkuk darah. Ini
artinya bahwa praktek penggunaan darah sangat lekat dalam ritual Bhairawa Kuno.
Dengan meminum darah, sebagai persembahan kepada Bhairawa untuk mendapatkan
anugrah kekuatan dari Dewa Pujaan penganut Bhairawa yakni Dewi Sakti atau Dewi
Durga.
Praktek ini masih berkembang sampai
sekarang namun dalam bentuk olahan yakni berupa komoh. Komoh adalah daging
mentah yang dicincang halus kemudian diambil airnya, dicampur dengan darah,
sehingga kelihatannya merah cair. Kemudian untuk aroma diberikan bumbu yang
sangat keras seperti rempah-rempah dan merica serta rasa yang pedas. Sehingga
kalau diamati, seseorang yang makan komoh, persisi seperti Sang Kala Bhairawa
yang sedang meminum darah. Apalagi dilengkapi dengan olahan lainnya seperti
lawar yang notabene adalah daging, dan kuah ares yang dilengkapi dengan balung
sebagai simbolisasi daging dan tulang belulang. Ditambahlan dengan rasanya yang
pedas dan aroma yang khas, maka akan menambah sensasi dari penikmatnya serta
menambah sensasi para pemuja Bhairawa.
Dengan komoh, tersebut diharapkan
mendapatkan kekuatan secara jasmani, serta mendapatkan kekuatan rohani dan
sudah tentu mendapatkan kewisesan karena telah mempersembahkan darah kepada
Sang Bhairawa sebagai sumber kekuatan atau kesaktian.
Dalam aspek sosial, mebat atau ngelawar,
atau lawar memiliki makna yang dalam ketika menjalai kehidupan bersama di dunai
ini. Bagaikan lawar, terdiri dari berbagai macam komponen, bahan, bumbu,
daging, dll. Ini sebagai simbolisasi dari kenakeragaman sifat, bentuk, karakter
manusia dalam masyarakat. Semua bahan diolah, dipadukan sesuai dengan porsi
masing-masing, sehingga menjadi suatu adonan yang memiliki aroma sedap serat
rasa yang enak, dan menyehatkan, serta menimbulkan gairah atau semangat. Bahan-bahan
dalam lawar tersebut menyatu saling melengkapi, saling mengisi sehingga menjadi
suatu adonan yang sempurna. Demikian pula dengan masyarakat, secara individu
memiliki karakter masing-masing, memiliki kelebihan masing-masing. Namun dalam
kehidupan bersama, maka manusia mesti mengikuti seperti lawar. Artinya manusia
mesti saling melengkapi, saling mengisi, bersatu, sehingga menjadi suatu
kumpulan masyarakat yang saling membantu, saling mengasihi, saling menghormati,
sehingga menimbulkan suatu hal yang menyenangkan. (Kand).
No comments:
Post a Comment