Dalam tradisi Hindu Indonesia kita
memang memiliki sejumlah pedoman tata kesusilaan yang juga disebut sasana,
terlebih lagi tuntunan kesusilaan bagi para pandita dan pinandita. Kitab-kitab
(lontar) seperti Wreti Sasana, Siwa Sasana misalnya adalah bacaan awal bagi
seorang calon pandita.
Pada tahun 1983 Prof. Ida Bagus Mantra
telah menerbitkan sebuah buku yang banyak dibaca berjudul Tata Susila Hindu
Dharma (diterbitkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat). Buku ini
dibaga menjadi 8 Bab, yaitu Pendahuluan, Dasar dari Tata Susila, Benar dan
Salah, Pedoman dan Ukuran Tata Susila, Kebijakan dan Dasarnya, Bahagia dan
Perasaan Hati, Kewajiban yang harus dijunjung, Kesusilaan dan kedursilaan yang
dilakukan terhadap sesama manusia. Bab yang terakhir dibagi menjadi tiga sub
bab, masing-masing berjudul : Kesusilaan dan keduesilaan antara yang lebih
tinggi, kesusilaan dan kedursilaan antara orang yang sederajat (hubungan suami
istri), dan kesusilaan dan kedursilaan terhadap yang lebih rendah.
Begitu luas dan mendalamnya cakupan
tata susila Hindu. Namun ada hal-hal yang mendasar yang dapat kita catat. Pada
bagian awal buku ini Prof. Mantra telah menegaskan bahwa tujuan tata susila
ialah untuk membina hubungan yang selaras atau hubungan yang rukun antara
seseorang (jiwatma) dengan mahluk yang hidup di sekitarnya, perhubungan yang
selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat ityu
sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa lain dan antara manusia dengan alam
sekitarnya. Telah menjadi kenyataan bahwa perhubungan yang selaras atau rukun
antara seseorang dengan mahluk sesamanya, antara anggota-anggota sesuatu
masyarakat, suatu bangsa, manusia dan sebagainya, menyebabkan hidup yang aman
dan sentosa. Suatu keluarga masyarakat bangsa atau manusia, yang anggota-anggotanya
hidup tidak rukun atau tidak selaras pasti akan runtuh dan hambruk. Perhubungan
yang rukun (selaras) berarti kebahagiaan dan hubungan yang kacau, atau tidak
rukun berarti mala petaka.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa tata
susila membina watak manusia untuk menjadi anggota keluarga, anggota masyarakat
yang baik, menjadi putra bangsa dan menjadi manusia yang berpribadi mulia,
serta membimbing mereka untuk mencapai pantai bahagia. Selain dari pada itu,
tata susila juga menuntun seseorang untuk mempersatukan dirinya dengan mahluk
sesamanya dan akhirnya menuntun mereka untuk mencapai kesatuan jiwatmanya
dengan paramatma (Hyang Widhi Wasa). Adapun kebahagian yang mutlak dan abadi
hanya dapat dinikmati bilamana roh seseorang dapat mencapai kesatuan dengan Hyang
Widhi ; karena hanya kesatuan antara jiwatma dengan Hyang Widhi itu saja yang
dapat memberi kebahagiaan yang diliputi oleh perasaan tenang tenteram karena
murninya roh (atma) yang disebut Ananda.
Sangat jelas apa yang menjadi arah dan
tujuan dari ajaran tata susila Hinduitu : kehidupan yang serasi dan harmonis
sebagai landasan untuk mencapai tujuan yang tertinggi : Ananda.
Setelah menjelaskan secara mendalam apa
yang menjadi dasar dari tata-susila, apa yang disebut benar dan salah, pedoman
dan ukuran tata susila dan seterusnya maka sampailah Prof. Mantra pada uraian
tentang kesusilaan dan kedursilaan. Tampak Prof. Mantra memulai uraianya dari
hal-hal yang sangat mendasar.
Tentang kesusilaan dan kedursilaan
dinyatakan bahwa hubungan kesusilaan dan kedursilaan berdasarkan atas rasa
kasih dan dengki. Kasih mendorong rasa berkorban, rasa mengekang diri, rasa
mengabdi untuk kebahagiaan sesamanya. Kasih muncul dari dalam kalbu yang
merupakan alam Paramatma, yaitu alam Ananda (kebahagian). Kasih adalah dasar
semula kebijakan (dharma) dan dengki adalah dasar kedursilaan (adharma).
Persatuan sesuai dengan hokum kebenaran dan pemecahan bertentangan dengan hokum
kebenaran itu. Kerukunan menunjukkan kemajuan dan percekcokan menunjukkan kemunduran
. (Buyut/ dbs).
No comments:
Post a Comment