Rerajahan adalah sebuah gambar atau
tulisan pada media seperti kertas, kain, batu, tembikar, tembaga, lontar,
kulit, buah-buahan, dll., yang memiliki kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut
diharapkan dapat berfungsi sebagai pelindung, sebagai penyelamat, atau juga
sebagai pencelaka sesuai dengan maksud si pembuat rerajahan. Kekuatan mistik dari rerajahan
dapat dimunculkan dari kekuatan alam atau Illahi dengan cara mem-pasupati, mantra, upakara, dan dewasa (hari
baik), serta dengan kekuatan jnana. Dengan
demikian, tidak mudah membangkitkan kekuatan mistis dari sebuah gambar atau rerajahan.
Di
dunia, setiap kebudayaan memiliki yang namanya rerajahan, baik itu berupa gambar simbol atau huruf yang memiliki
nilai dan makna tertentu atau memiliki kekuatan mistik. Apalagi bangsa atau
kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan kuno yang lestari, pastilah banyak
memiliki bentuk rerajahan. Seperti
misalnya adat, budaya, dan agama Hindu di Bali, yang mana rerajahan masih sangat dipelihara, masih dipandang sebagai sesuatu
yang memiliki hal mistik di samping seni, serta sangat erat dalam kehidupan
manusia Bali, dengan kepercayaan hidup serta dengan praktik agama Hindu di
Bali. Entah itu merupakan sebuah rerajahan
untuk melindungi diri, melindungi pekarangan, menghalau musuh, menundukkan
musuh, melindungi ternak, mohon kesembuhan, dll. Demikian pula dengan rerajahan yang banyak ditemukan dalam
setiap prosesi upacara agama Hindu yang banyak menggunakan gambar, lambang, simbol,
baik itu yang ditulis di kain, batu,
tanah, daun lontar, buah, dll. Semuanya memiliki makna mistik religius. Rerajahan tersebut akan membangkitkan
kekuatan alam, kekuatan natural, kekuatan ilahi, sehingga vibrasi suci dan
mistik dari aksara dan gambar yang berbentuk rerajahan tersebut akan memancarkan sinar kekuatan atau taksu bagi tanah Bali ini sehingga Bali
akan kelihatan lebih bersinar, lebih bergetar, serta lebih metaksu.
Masyarakat
Hindu Bali banyak mewarisi rerajahan
yang tertulis dalam banyak lontar, baik lontar agama, lontar usadha, lontar pengeleakan, ataupun lontar yang lainnya. Begitu banyaknya sumber
yang ada karena bagi kehidupan masyarakat Hindu Bali, pola kepercayaan dan
kehidupannya tak terlepas dari yang namanya rerajahan.
Ada banyak rerajahan
yang dikenal di Bali, tetapi pada dasarnya ada
dua, yakni rerajahan yang didasarkan
atas aksara yaitu merupakan sebuah rangkaian huruf-huruf atau aksara yang memiliki
kekuatan mistik. Seperti dasaksara
dan dasa bayu. Kemudian, jenis yang
kedua adalah rerajahan yang berupa
gambar atau lambang yang disebut dengan tumbal.
Kedua macam rerajahan tersebut
digunakan baik untuk keperluan upacara yadnya,
untuk kewisesan (pengiwa maupun penengen),
atau memohon sesuatu seperti perlindungan, kesehatan, atau untuk sarana
pengusir hama,
dll. Untuk penggunaannya pun ada bermacam-macam cara; dengan cara dipakai di
badan sendiri, diletakkan di tempat tertentu seperti di halaman rumah maupun di
tempat tidur. Ditanam di pekarangan atau di tempat tertentu pun bisa sesuai
dengan maksud dan tujuan dari rerajahan
tersebut.
Rerajahan banyak macamnya, dalam
berbagai media, dan untuk tujuan bermacam-macam pula. Ada yang disebut dengan rerajahan linga buana, rerajahan bhuta totok, rerajahan bereare, rerajahan
manik usadha, rerajahan penyerung,
rerajahan penolak makhluk halus, rerajahan Sanghyang Gangga Osah, rerajahan guru yoni, rerajahan kebo, rerajahan Sanghyang Munda Paksi Gagak, rerajahan kuta raya, rerajahan
langlang buana, rerajahan pangroda,
rerajahan Sanghyang Bhuta Rajati, rerajahan Sanghyang Asah Gangga, rerajahan Sanghyang Naga Asah, rerajahan Sanghyang Tulapakalias, rerajahan Sanghyang Ongkara, rerajahan Sanghyang Mindara Cakra, rerajahan pada kulit ayam hitam, rerajahan pada nyuh gading, rerajahan
Sang Murtia Sang Mina, rerajahan
Sanghyang Prabu Asmara, rerajahan
Bima Sengara, rerajahan Sanghyang Asmara
Jati, rerajahan sedah, rerajahan pengalah
tikus, rerajahan untuk tumbal ayam, rerajahan Brahmana Lare, rerajahan
Sanghyang Brahma Teguh, rerajahan pengempu rare, rerajahan penolak leak,
dll.
Sebenarnya
masih banyak sekali macam rerajahan
dalam bentuk gambar yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Bali.
Entah itu digunakan secara terang-terangan atau yang bersifat rahasia, sehingga
dengan demikian arti penting dari rerajahan
untuk kehidupan masyarakat Bali sangatlah
penting dan sangatlah berarti. Rerajahan
telah melindungi masyarakat Bali dari penyakit
dari musuh-musuhnya. Rerajahan telah
menyelamatkan tanah Bali, membuat tanah Bali menjadi memiliki getaran kesucian
yang lebih dibandingkan dengan tempat lain, dan rerajahan telah membuat Bali
memiliki aura spiritual yang kuat.
Boleh
dikata bahwa kepercayaan masyarakat yang kental dengan mistik kemudian dijiwai
oleh ajaran agama Hindu didukung dengan ritual yang seimbang serta ditambah
dengan jnana, manusia Bali sejak zaman
dahulu sampai sekarang ini seakan-akan setiap tanah Pulau Bali telah di-rajah. Rerajahan tersebut terpelihara sampai sekarang melalui keyakinan
akan ajaran agama Hindu, keyakinan akan saudara empat, keyakinan akan tri hita karana, serta keyakinan akan
kekuatan di luar kekuatan manusia. Semua itu telah diharmoniskan sejak zaman
dahulu sampai sekarang. Menjadilah Bali seperti yang konon dikatakan oleh para
spiritualis sebagai pulau yang bervibrasi spiritual yang kuat, sebagai pulau yang
beraura mistis, serta sebuah pula yang bersinar.
Demikian
pula dengan manusia yang menghuninya yang beragama Hindu, semuanya telah di-rajah, baik itu ketika potong gigi atau
upacara yang lainnya. Pohon-pohon juga di-rajah
ketika tumpek dengan sarana bebantenan yang semuanya merupakan
sebuah rerajahan yang dituangkan ke dalam
untaian janur. Demikian pula dengan binatang dan benda-benda lainnya yang semuanya
telah dimohonkan pasupati melalui banten dan aksara serta rerajahan ketika rerahinan tumpek dan pada
hari-hari tertentu lainnya. Maka dari itu, tak salah kalau semua hal yang ada
di Bali adalah sebuah produk rerajahan. (ki buyut dalu).
No comments:
Post a Comment