Monday, July 20, 2015

Bale Banjar Luwung tapi Suwung




Banjar adalah lembaga yang merupakan kumpulan dari beberapa orang di wilayah tertentu, yang terikat dalam norma tertentu, serta hidup dalam kebersamaan didasari atas kegotongroyongan. Mereka bisa berasal dari berbagai macam strata atau tingkatan sosial, dari berbagai macam soroh/klan, namun mereka ada dalam satu kesatuan, dalam ikatan sosial, adat, budaya, dan keamanan. Pada hakekatnya banjar adalah tempat untuk bersosialisasi, untuk berlindung dalam sebuah kesatuan keamanan, banjar sebagai tempat untuk belajar agama, adat, budaya, dan seni.
Sebagai lembaga, sudah tentu banjar terdiri dari orang-orang yang terikat dalam sebuah norma tertentu. Sebagai tempat maka ia memiliki wilayah tertentu, diatur oleh norma-norma/awig-awig baik yang tertulis maupun tak tertulis yang mengikat semua krama. Sebagai pusat kegiatan krama banjar, dibuatlah sebuah tempat yang disebut dengan bale banjar, yang berfungsi sebagai tempat melakukan pertemuan dan kegiatan lainnya. Di bale banjar itu sendiri terdapat sebuah bangunan pelinggih sebagai unsur parahyang banjar tersebut yakni Linggih Ratu Gede Penyarikan, yang merupakan manifestasi dari Ida Betara Siwa sebagai pengayom, dari sebuah organisai. Selain itu di beberapa tempat, di banjar juga dilengkapi dengan pelinggih lainnya, sepertri linggih Ratu Ayu, sesuai dengan situasi dan kondisi di wilayah masing-masing. Namun yang pokok adalah linggih dari Ida Ratu Gede Penyarikan, sebagai sungsungan dari krama banjar bersangkutan.
Kembali ke masalah bale banjar, dalam sejarahnya sangatlah fungsional. Artinya bahwa bale banjar sebagai sebuah pusat kegiatan sangat memegang peranan penting dalam perjalanan lembaga banjar. Semua orang berkiblat ke banjar. Banjar sebagai sentral masyarakat. Semua orang senang ke banjar. Dulu di Bali kita lihat banyak masyarakat yang suka di banjar, entah itu untuk ngobrol, untuk magecel, untuk kegiatan sosial lainnya setelah istirahat dari pekerjaan di sawah. Bahkan sampai malam hari kegiatan itu belangsung. Kalau dulu banyak masyarakat yang datang ke banjar hanya untuk tidur-tiduran, sebagai tempat istirahat yang konon katanya lebih nyaman. Kemudian banjar sebagai tempat linggih Ida Betara Bhagawan Penyarikan, dan juga milik krama bersama, maka banjar sekaligus sebagai tempat yang disakralkan atau dikramatkan. Tak banyak orang yang berani berkata macam-macam di banjar. bahkan menurut cerita orang pintar bahwa leak pun tak berani naik ke banjar. Karena di banjar terdapat linggih dari Ida Penyarikan. Kemudian banjar juga adalah sebagai tempat orang banyak, apabila nanti ketahuan seseorang ngeliak di banjar, maka ia akan berurusan dengan orang banyak dan awig-awig banjar. Sehingga untuk ngeliak, orang akan berpikir. Banjar adalah sebagai tempat yang cukup aman pada jaman dahulu.
Kesederhanaan kehidupan terdahulu, ditandai pula dengan kesederhanaan dari bentuk banjar yang diciptakan. Di Balik kesederhanaan tersbeut tersimpan karisma karena dibangun atas dasar nilai kebersamaan yang tinggi serta memiliki kesakralan tertentu. Yang menyebabkan banjar adalah merupakan sebuah kebutuhan dari orang-orang yang bermukim di sekitarnya. Para krama berlomba untuk dapat ikut ngayah atau berbuat sesuatu sebagai tanda bhakti dan pengabdian kepada banjar, yang dilakukan secara tulus iklas.
Demikian perjalanan panjang banjar sejak jaman dahulu. Sampai akhirnya sekarang keberadaan banjar masih sangat penting kalau ditinjau dari segi tatanan kepemerintahan. Banjar dipakai sebagai objek pembangunan, dan sekaligus subjek pembangunan. Lembaga banjar sangatlah memegang peranan penting dalam pemerintahan di Bali saat ini, yang tak ada di tempat lain di Indonesia. Dengan system banjar, program KB yang dicanangkan oleh pemerintah pada masa lalu dinyatakan paling berhasil di tingkat nasional dan dunia. Demikian juga system pengerahan masa, dengan memanfaatkan institusi banjar akan semakin mudah.
Sejalan dengan perkembangan jaman serta perkembangan perekonomian masyarakat, banyak bale banjar yang mengalami renovasi sesuai dengan perkembangan jaman, termasuk juga dari desain bentuknya, banyak yang mengalami pergeseran. Banyak banjar yang ditingkatkan menjadi lantai dua dan bahkan ada yang memakai lantai tiga. Konstruksi pun sudah berubah dari konstruksi tradisional beratap alang-alang menjadi atap genteng, kemudian lantai keramik, serta konstruksi beton, dengan berbagai ornamen yang menunjukkan adanya perubahan atau pergeseran dalam model desain bangunan bale banjar.
Banyak bale banjar yang kemudian berubah fungsi sesuai dengan perkembangan jaman. Ada yang dibuat model seperti ruko untuk dikontrakkan sebagai lahan pemasukan finansial bagi banjar, ada banjar yang digunakan sebagai garase kontrakan, dll. Dari sini terkesan bahwa pembangunan bale banjar orientasinya adalah finansial. Sedangkan fungsi sosialnya seperti tempat rapat, tempat untuk berkesenian, belajar agama, tempat bersosialisasi dan sebagainya sudah bergeser, ada yang dipersempit, bahkan ada yang digeser ke atas, bahkan ada yang ditiadakan.
Jadi banjar tak lagi memiliki fungsi sosial yang sebenarnnya namun banjar lebih merupakan sebuah lembaga atau tempat untuk menghimpun dana atau lembaga finansial, untuk menghimpun dana sebanyak-banyak. Prestasi  seorang kelian banjar sekarang tidak diukur dari sejauhmana ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik, membina masyarakat serta menyatukan unsur tri hita karana dalam kehidupan banjar, melainkan seberapa banyak dana yang dapat dikumpulkan, atau seberapa banyak penambahan kas yang dicapai oleh masa kepengurusan kelian tersebut. Jadi hitungannya adalah finansial. Kalau sudah kas banyak berarti bagus, walaupun harus mengorbankan banjar untuk dikontrakkkan dan sebagainya yang justru hal tersebut telah melanggar dan merusak tatanan kehidupan banjar yang berlandaskan tri hita karana.
Dalam perkembangan selanjutnya, banjar banyak yang berkembang ke arah modern. Dari segi perhyangan, bangunan pelinggih banjar sangatlah bagus, berukir, dan bahkan diperada, kemudian dilakukan upacara pemlaspas dengan mengadakan upacara ngenteg linggih yang meriah yang dihadiri para penggede daerah. Namun setelah itu kegiatan keagamaan menjadi kosong, karena tak ada satupun yang mebhakti ke banjar ketika rerahinan atau purnama tilem. Demikian pula dengan kgiatan keagamaan lainnya tak terhiraukan, semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Dalam hal pawongan juga demikian banyak masyarakat yang tersibukkan dengan kegiatan dan pekerjaan sehari-hari menyebabkan mereka jarang ke banjar. Tak seperti terdahulu. Bahkan ada banjar yang dibuat dengan sangat megah sekali, namun sayang sekali, sama sekali tak orang yang naik ke banjar. Jadi apa gunanya bale banjar megah, tapi hanya dipakai untuk pamer bahwa banjar tersebut banyak punya uang, sedangkan masyarakatnya tak senang di banjar alias banjarnya bagus tapi tak pernah ada orang di banjar. Alias kegiatan dari banjar tersebut minus, kalau mungkin diistilahkan dengan banjar luwung kewala suwung Bale banjar bagus tapi sepi. Bahkan ada celotehan dari seseorang mengatakan bahwa banjar bagus hanya disediakan bagi kuluk untuk ngenceh dan meju, atau untuk dagang sapu dan keset beristirahat siang.
Ada hal lain lagi, secara pawongan semakin hari semain banyak jumlah penduduk dan anggota banjar. Karena saking sibuk atau karena memang jaman sudah berubah serta model pergaulan manusia Bali sudah berubah menyebabkan ada beberapa dari krama banjar saling tak mengenal, karena kurangnya terjadi sosialisasi diantara mereka. Bahkan diantara kalangan anak muda di banjar yang tergabung dalam sekaa truna tak saling tak mengenal satu sama lainnya. Hubungan antara karma banjar menjadi sangat formal. Ada banyak banjar yang ngereneb, mengkilat, namun setelah diamati ternyata dalam seminggu belum tentu ada krama yang datang atau naik ke banjar. Berbeda dengan sebua banjar di pinggir kota atau di pedesaan, banjarnya kecil sederhana, namun setiap hari ada saja orang yang datang, duduk, bahkan tidur-tiduran di banjar, termasuk sekaa terunanya masih saling paras paros sarpanaya, gilik seguluk selunglung sebayantaka.
Nah kalau sudah begini apa yang mesti dilakukan. Bagaimana mengembalikan fungsi banjar tersebut secara parahyangan, palemahan dan pawongan. Apa yang harus dilakukan. Mesti ada upaya-upaya serius ke arah tersebut. Yang pertama tentu disadarkan masyarakat mengenai kebutuhan manusia Bali ke depan kalau ingin menjadi manusia Bali seutuhnya. Bahwa manusia Bali yang luhur saat ini yang merupakan warisan nenek moyang adalah muncul atau tumbuh berkembang dari proses sosialisasi yang panjang, dengan semangat kebersamaan dan kegotong royongan, dilandasi atas Ajaran Hindu, serta ajaran leluhur, berlandaskan adat. Bukannya tercipta dari sifat individualistis, meterialistik dan formalitas.
Artinya faktor penumbuh tersebut mesti di kembangkan. Mestinya kegiatan keagamaan atau perahyangan senantiasa diintensifkan dengan melakukan pertemuan yang lebih rutin entah itu persembahyangan bersama, atau kegiatan lain seperti sekaa kidung, sekaa kawin, dll. Kemudian ada sekaa gong, sekaa sekaa yang lainnya untuk lebih membuat lebih seringnya diantara krama banjar untuk bertemu, sehingga terjadi interaksi sosial yang akan menyebabkan tumbuhnya rasa solidaritas yang semakin tinggi diantara karma banjar.
Untuk menjadikan banjar sebagai sebuah wahana dari manusia Hindu Bali yang sejati, semestinya orientasi kehidupan banjar serta orientasi dari manajemen banjar yang sudah menjadi dari hakekat yang sejatinya perlu untuk dikembalikan. Mengembalikan hakekat orientasi manajeman banjar yang hanya mengumpulkan dana banjar sebanyak-banyaknya menjadi orientasi yang lebih mengedepankan kepada terselengaranya keharmonisan hubungan antar krama banjar dengan karma banjar, antar krama banjar dengan banjar tetangga dalam bentuk pasewitran banjar, krama banjar dengan sesuhunan di banjar, krama banjar dengan alam lingkungannya. Walaupun terwujud dalam bentuk yang lebih modern yang disesuaikan dengan jaman sekarang, Bukan berarti kita kembali ke jaman terdahulu yakni harus ngelawar dengan menggunakan sengkui, menggunakan klangsah dan sebagainya, tetapi roh dari kebersamaan tersebut masih dapat terjaga dalam wujud yang lebih baru, dengan tetap menjunjung tinggi asas para tetua Bali yakni paras-paros.
Akan lebih indah terlihat kehidupan banjar dalam kondisi yang sederhana namun penuh dengan kebersamaan, dipenuhi oleh roh sejati dari banjar tersebut, dibanding dengan kemegahan dalam kesepian. Banjar luwung kewala suwung. (Inks).

2 comments:

  1. terimakasih,
    menarik dan perlu pemahaman seperti ini supaya mengerti makna Bale banjar yang sesungguhnya.

    ReplyDelete