Wednesday, July 22, 2015

DISANGKA NGELEAK, RADEN AYU PEMECUTAN DIBUNUH



 
          Makam kramat Raden Ayu Siti Kotijah alias Raden Ayu Pemecutan alias Gusti Ayu Made Rai berada di tengah setra Badung, tepatnya di jalan Gunung Batukaru sekarang. Di bawah sebuah pohon kepuh yang besar, ada sebuah kuburan yang khusus untuk salah seorang keluarga Puri Pemecutan yang bernama Gusti Ayu Made Rai atau Raden Ayu Siti Kothijah. Bagaimana bisa terjadi adanya sebuah makam kramat tersebut ?. Ikuti penuturan dari Jero Mangku I Made Puger.
          Tersebutlah seorang raja di Puri Pemecutan yang bergelar I Gusti Ngurah Gede Pemecutan. Salah seorang putri beliau bernama Gusti Ayu Made Rai. Sang putri ketika menginjak dewasa ditimpa penyakit keras dan menahun yakni sakit kuning. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut, namun tidak kunjung sembuh pula. Sang raja ketika itu mengheningkan bayu sabda dan idep, memohon kehadapan Hyang Kuasa, di merajan puri. Dari sana beliau mendapatkan pewisik bahwa Sang raja hendaknya mengadakan sabda pandita ratu atau sayembara.
          Sang raja kemudian mengeluarkan sabda “barang siapa yang  bisa menyembuhkan penyakit anak saya, kalau perempuan akan diangkat menjadi anak angkat raja. Kalau laki-laki, kalau memang jodohnya akan dinikahkan dengan putri raja“. Sabda Pandita Ratu tersebut kemudian menyebar ke seluruh jagat, dan sampai ke daerah Jawa, yang didengar oleh seorang syeh dari Yogyakarta. Syeh ini mempunyai seorang murid kesayangan yang bernama Pangeran Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura. Pangeran kemudian dipanggil oleh gurunya, agar mengikuti sayembara tersebut ke puri Pemecutan Bali. Maka berangkatlah Pangeran Cakraningrat ke Bali diiringi oleh empat puluh orang pengikutnya.
          Singkat ceritanya, pangeran Cakraningrat mengikuti sayembara. Sakit tuan putri dapat disembuhkan secara total oleh Pangeran Cakraningrat. Sesuai dengan janji sang raja, maka Gusti Ayu Made Rai dinikahkan dengan Pangeran Cakraningrat, ikut ke Bangkalan Madura. Gusti Made Rai pun kemudian mengikuti kepercayaan Sang Pangeran, dan memeluk Agama Islam. Berganti nama menjadi Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah.
          Setelah sekian lama di Madura, Raden Ayu merindukan kampung halamannya di Pemecutan. Suatu hari ketika ada suatu upacara Meligia di Puri Pemecutan, Raden Ayu Pemecutan berkunjung ke Puri tempat kelahirannya. Pada suatu hari saat magrib di puri, Raden Ayu Siti Khotijah menjalankan sholat di puri dengan  mengenakan mukena. Ketika itu salah seorang patih di puri melihat hal tersebut, disangka Raden Ayu sedang mempraktekkan ilmu hitam atau ngeleak. Ketika itu orang Bali awam dengan cara sembahyang orang islam. Hal tersebut dianggap aneh dan dikatakan sebagai penganut aliran ilmu hitam.
          Kejadian tersebut dilaporkan kepada sang raja. Dan Sang raja menjadi murka. Diperintahkan kemudian untuk membunuh Raden Ayu Siti Kothijah. Raden Siti Khotijah dibawa ke kuburan Badung. Sesampai di depan Pura Kepuh Kembar, Raden Ayu berkata kepada patih dan pengiringnya “aku sudah punya firasat sebelumya mengenai hal ini. Karena ini adalah perintah raja, maka laksanakanlah. Dan perlu kau ketahui bahwa bahwa aku ketika itu sedang sholat atau sembahyang menurut kepercayaan islam, tidak ada maksud jahat apalagi ngeleak “. Demikian kata Raden Ayu.
          Raden Ayu berpesan kepada Sang patih “ jangan aku dibunuh dengan menggunakan senjata tajam. Bunuhlah aku dengan menggunakan tusuk konde yang diikat dengan daun sirih (lekesan, Bali). Tusukkan ke dadaku. Apabila aku sudah mati, maka dari badanku akan keluar asap. Apabila asap tersebut berbau busuk, maka tanamlah aku. Tetapi apabila mengeluarkan bau yang harum, maka buatkanlah aku tempat suci yang disebut kramat “.
          Setelah meninggalnya Raden Ayu, ternyata bau yang keluar sangatlah harum. Perasaan dari para patih dan pengiringnya menjadi tak menentu, ada yang menangis. Sang raja menjadi sangat menyesal dengan keputusan beliau. Jenasah Raden Ayu dimakamkan di tempat tersebut serta dibuatkan tempat suci yang disebut kramat, sesuai dengan permintaan beliau menjelang dibunuh. Untuk merawat makam kramat tersebut, ditunjukklah Gede Sedahan Gelogor yang saat itu menjadi kepala urusan istana di Puri Pemecutan.
          Pada suatu hari gegumuk (kuburan) Raden Ayu tumbuh sebuah pohon tepat di tengah-tengah kuburan tersebut. Pohon tersebut membuat kuburan engkag atau terbelah. Pohon tersebut dicabut oleh Sedahan Moning, istri dari sedahan Gelogor, dan kemudian tumbuh lagi. Sampai akhirnya yang ketiga kalinya, pohon tersebut tumbuh kembali. Jero Sedahan Gelogor bersama Sedahan Moning kemudian bersemedi di hadapan makam tersebut, didapatkan petunjuk agar pohon yang tumbuh di atas kuburan beliau agar dipelihara. Karena melalui pohon tersebut beliau akan memberikan mukjijat kepada umat yang bersembahyang di tempat tersebut. Pohon tersebut konon tumbuh dari rambut Raden Ayu. Sampai sekarang pohon tersebut tumbuh menjadi pohon besar yang tumbuh tepat di atas makam tersebut. Pohon itu disebut taru rambut. Demikian Jero Mangku Made Puger menuturkan.
          Ketika ditanya mengenai aci atau upacara yang dipersembahkan di sana, Jero Mangku Puger menjelaskan bahwa odalannya jatuh pada Redite wuku Pujut, sebagai peringatan hari kelahiran beliau (otonan). Persembahan yang dihaturkan adalah mengikuti cara kejawen yakni tumpeng putih kuning, jajan, buah-buahan, lauk pauk tanpa daging babi.
          Kini makam kramat tersebut banyak dikunjungi oleh para peziarah warga muslim untuk nyekar maupun tirakat. Bahkan sering dilaksanakan istighosah di tempat tersebut.
Berkenaan dengan keberadaan beliau yang telah mencapai alam kesunyatan, lalu terbersit sebuah pemikiran “mungkinkah terhadap arwah beliau dilaksanakan upacara penyucian seperti layaknya keluarga Puri Pemecutan yakni upacara pelebon, meligya, lalu dilinggihkan di merajan? Sehingga dengan demikian beliau akan menyatu dengan kesunyatan, amor ing acintya” Lalu di tempat sekarang di buat sebuah tugu capah sebagai “pinget”. Sehingga beliau tidak menjadi objek kunjungan dan menjadi monumen sejarah kelam masa lalu. Sekaligus keturunan sekarang dapat menuntaskan kesalahan di masa lalu. Demikian kira-kira. Tapi mungkinkah….? Ini adalah pemikiran pribadi. Mohon ampun bila tak berkenan. (inks)

























  

No comments:

Post a Comment