Sunday, July 26, 2015

PURA MEKAH Pantang menghaturkan daging babi




Memang unik kedengarannya di telinga tentang nama pura ini. Pura Mekah, begitulah namanya sesuai dengan yang terpampang dalam candi pamedalan pura tersebut. Melihat dan mendengar nama tersebut membuat kita menjadi ingin tahu mengenai keberadaan tempat suci tersebut. Berikut hasil penelusuran tentang keberadaan pura tersebut.



Pura Mekah berada di kawasan Denpasar, tepatnya di Banjar Binoh Kaja, desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Barat. Di sebelah selatan jalan  Tohjaya, Denpasar. Pura ini terletak di pemukiman penduduk, pengemongnya yang berjumlah kurang lebih 25 KK. Pura Mekah ini tidaklah terlalu luas, namun memiliki jeroan dan jaba pura. Di bagian jeroan terdapat pelinggih gedong Hyang, gedong Ratu Gede, penglurah, tajuk pepelik, bale pawedan, dll. Pintu masuk ke jeroan pura adalah sebuah candi kurung yang memang sedikit unik, dimana di bagian atasnya berbentuk kejawen.



Seorang penglingsir keluarga pengempon menceritakan hal ikwal pura Mekah. Namun ia secara jujur mengakui tidak banyak yang dapat ia ceritakan mengenai keberadaan pura tersebut. Ia sudah mewarisi apa yang mereka lakukan selama ini. “Saya tidak tahu banyak tentang nama Mekah sebagai nama pura tersebut. Yang jelas bukan berarti kiblat“. Demikian kata seorang penglingsir pura tersebut. Namun narasumber yang dapat menjelaskan keberadaan pura ini sudah tidak ada lagi, ditambah dengan tidak adanya sumber tertulis yang memuat kisah tersebut, maka ia mencoba untuk menanyakan hal tersebut kepada orang pintar. Dan didapat sebuah bawos atau penika bahwa pura tersebut konon bukan mekah tetapi megah atau megeh yang artinya besar atau tinggi. Hanya sampai di situ saja. Dan didapat pula bahwa pura tersebut adalah penyungsungan dari warga keturunan Arya Kepakisan.



Dengan adanya bawos tersebut, pihak keluarga dari pengemong sampai saat ini belum juga mendapatkan keyakinan yang penuh dengan hal tersebut. Sehingga pihak keluarga berencana untuk nuur dan ngewacen prasasti yang memang sudah ada sejak dahulu. “Dahulu ketika saya kecil, prasasti ini memang sudah pernah dibaca, namun ketika itu saya tidak runggu. Sehingga sampai sekarang informasi dan cerita menjadi terputus. Akhirnya kami menjadi kelimpungan tidak tahu apa, siapa kami dan bagaimana pura Mekah itu sebenarnya “. Demikian kata seorang pengemong.



“Sampai akhirnya beberapa kejadian menimpa kami seperti kesakitan, yang membuat kami mencoba untuk menelusuri ke orang pintar. Didapat pula bahwa penika  suba ngelah baju, nguda sing anggo. Sudah punya baju kok tidak dipakai. Yang menurut saya itu berarti bahwa sudah ada yang dipakai untuk menelusuri, dan juga sudah punya prasasti kenapa tidak dibaca. Demikian penuturan dari I Made Kerti salah seorang penua di keluarga tersebut.



Lebih lanjut kemudian Made Kerti didampingi keponakannya I Ketut Murnia bercerita. Ada sesuatu yang unik memang di keluarga kami. Hampir setiap KK ada saja salah seorang yang mengalami sakit gangguan perkencingan yakni lubang kencingnya kecil, sehingga menyulitkan untuk membuang air seni. Akhirnya kemudian dilakukan operasi pemotongan kulit alat kelamin alias sunat. Dan setelah itu normal kembali. Ada pula yang unik di sini adalah setiap rerahinan atau piodalan di pura Mekah, maka semua haturan atau sesaji pantang menggunakan ulam bawi atau daging babi. Entah ini ada kaitannya dengan nama pura Mekah dengan daging babi. Saya tidak mengetahui hal tersebut. Yang unik lagi bahwa setiap odalan yang jatuh pada Wraspati Kliwon Warigadean dilakukan upacara sebagaimana mestinya, termasuk pemuspan. Namun setelah prosesi piodalan berakhir, maka dilanjutkan dengan ngaturang idangan yang terdiri dari berbagai jenis jaja cacalan dan raka-raka atau buah. Diringgi dengan puja astawa dari pemangku. Diringi dengan mengitari banten hidangan tersebut sambil membawa tumbak dan kadutan. Namun yang lain dari pada yang lain adalah prosesi nganteb atau mengayat tersebut mengahdap ke Barat. Konon menurut I Made Kerti, bahwa pengayatan tersebut dilakukan ke Jawi atau Jawa sebagai asal dari para leluhur mereka. Ada yang konon mengatakan dari Jawa, dari Solo, dan bahkan ada yang mengatakan dari Madura. Yang jelas kiblat mereka menghaturkan hidangan tersebut adalah menghadap ke Barat “.



Dari keunikan yang ada tersebut, kemudian ada yang mencoba untuk berspekulasi bahwa pantaslah pura tersebut di bernama pura Mekah. Mengingat ada kejadian penyakit yang menimpa keluarga yakni  penyempitaan kulit kelamin sehingga harus di sunat. Adanya pantangan untuk tidak menggunakan daging babi sebagai haturan. Ditambah lagi dengan mengayat ke barat. Demikian spekulasi orang-orang sekitarnya.



Spekulasi boleh saja, namun yang jelas I Made Kerti dan keluarga besarnya hanya menjalankan semua itu sebagai warisan dari leluhurnya. Yang semuanya itu didasari atas keyakinan Hindu Bali. Tidak ada hal selain Hindu yang kami lakukan di pura Mekah. Dan kami bersyukur atas suecan atau anugrah dari betara sesuwunan  di sana, karena kami dapat menikmati kesejahteraan sampai saat ini. Semoga sampai kepada keturunan nanti. Demikian I Made Kerti seorang pensiunan  guru, yang juga mantan klian dinas di banjar Binoh Kaja. (inks)

No comments:

Post a Comment