kanduksupatra.blogspot.com. Ini kisah otentik
terkait masalah orang bisa ngeleak, dari daerah Sdm, Karangasem. Sebut saja
namanya Ni Luh Ayu, seorang anak kecil (7th) tinggal bersama ibu
tiri serta dadong (nenek) di sebuah
gubuk sepi jauh dari pemukiman. Luh Ayu ketika itu masih berumur sekitar tujuh
tahun.
Suatu hari Ayu melihat si dadong memegang
seutas kain. Kain itu menarik perhatian Ayu sambil mendekat. Kain itu dilihatnya
berwarna poleng (seperti sabuk). Ia tak tahu apa itu. Dadong kemudian menaruh
kain itu di tempat khhusus di dalam rumah. Kerapkali Ayu melihat dadongnya
berbicara sendiri menghadap ke kain poleng itu.Ia tak mengerti apa yang dilakukan
oleh dadong dan siapa yang diajak bicara. Ayu pun bertanya kepada dadongnya
tentang siapa yang diajak bicara. Dadongnya cuma menjawab “sing dadi, sing
dadi”.
Beberapa hari kemudian, suatu malam kain
itu dikeluarkan oleh dadong lalu di letakkan di atas meja. Tampak oleh Ayu kain
itu diajak bicara oleh dadong. Anehnya lagi kain tersebut seperti bisa berdiri
dan tampak hidup seperti ular. Ayu bertanya pada dadong, apa yang dadong
bilang, apa yang dadong lalukan?. I Dadong mengatakan “ten dados”, tak boleh,
tak boleh ikut, tak boleh tahu. kanduksupatra.blogspot.com
Beberapa saat dadong kemudian keluar
menuju halaman rumah memakai kain poleng itu. Karena saking sayangnya kepada
dadong, Ayu lalu mengikuti sambil bertanya “dadong kar kije…. dadong kar kije”
(nenek mau kemana?). Dadong tak menyahut,
langkahnya pasti dan lurus ke luar rumah. Ayu pun terus mengikuti. Ayu memang
tak bisa berpisah dari dadongnya. Sesampai di tempat tertentu, Ayu melihat
dadongnya mengurai rambut, kemudian salah satu kakinya diangkat kemudian melompat
– lompat (nengkleng). Ayu yang lugu
pun diam menunggui dadongnya melakukan
ritual yang tak ia ketahui. Setelah beberapa kali nengkleng sambil berputar,
kemudian Ayu melihat wajah dadongnya berubah menjadi membesar dan berlubang-
lubang (mungkin itu yang dikatakan orang selama ini sebagai wajah seperti umah tabuan / rumah tawon). Ayu sama
sekali tak takut, karena ia sangat sayang pada dadongnya.
Dadong yang sudah berubah wujud kemudian
meneruskan langkahnya, entah kemana. Namun Ayu tetap bertanya “dadong kar kije”.
Dadongnya yang sudah “nadi” tak menyahut. Sempat Ayu mengikuti langkah
dadongnya beberapa langkah, namun dadongnya semakin menjauh. Ayu lalu tak lagi
mengikuti dan bergegas ke rumah untuk memberi tahu ibu tirinya yang sedang
tidur. Ia membangunkan ibu tirinya dan mengatakan “biang, biang,… dadong di
sisi ngigel sambil nengkleng, muane dadi cara umah tabuan” (ibu, ibu,.. nenek
di luar sana menari-nari, mukanya seperti rumah tawon). Lalu dadong pergi entah
kemana. Demikian Ayu memberitahu ibu tirinya. kanduksupatra.blogspot.com
Ibu tirinya menyahut “ahh… ten dados.. ten dados” (ah tidak boleh…).
Maksudnya tak boleh melihat dan tak boleh mengikuti. Mungkin saja ibunya sudah tahu
dadongnya mempraktekkan ilmu pengeliakan.
Setelah mendapat jawaban demikian, Ayu
kembali mencari dadong. Ternyata dadongnya sudah ada di sana. Ia bertanya lagi,
“dadong mare kije, dadong ngudiang ?” (dadong tadi kenana?). Dadongnya diam. Ayu
hanya bisa memandangi dadongnya. Dadongnya juga asyik dengan ritualnya. kanduksupatra.blogspot.com
Ketika itu Ayu merasakan sakit perut
ingin beol (maaf). Ia kemudian beol di semak-semak tak jauh dari tempat
dadongnya ngeliak. Dadongnya tampak berjalan keliling dan sesaat hilang. Beberapa
saat kemudian muncul di Ayu yang sedang beol. Dadongnya kini sudah berubah
wujud kembali menjadi kuda berkaki tiga, dua di belakang, satu di depan.
Ayu menjadi heran dan bingung kok
dadongnya bisa kelihatan seperti kuda berkaki tiga dan mengeluarkan suara kuk,..
kukk,… kuuk,… kuk…, demikian sambil keliling. Terdengar juga suara gledug,..
gledug,… gledug… seperti suara langkah kaki kuda. Ayu mengamati dadongnya
dengan seksama. Ketika kuda lewat di depan Ayu, ternyata dari belakang tak
tampak kuda lagi. Yang kelihatan malah dadongnya sendiri yang berjalan
membungkuk tertatih-tatih memegang tongkat dengan kedua tangannya. Jadi
kelihatan seperti kuda berkaki tiga (kaki belakang adalah dua kaki dadong, satu
kaki depan adalah tongkat yang dibawanya). Dadong tampak seperti bermuka kuda,
karena saat itu dadong sambil meniup sebuah alat bunyi-bunyian, sehingga mulut
dadong kelihatan monyong. Alat bunyi ini ditiup mengeluarkan suara kuk… kuk..
kuk… Sedangkan suara gledug… gledug… tersebut adalah suara hentakan tongkat
yang dibawa oleh dadong.
kanduksupatra.blogsopt.com
Ayu yang sama sekali tak merasa takut,
cuman dia bertanya-tanya dalam hatinya, dadongnya sedang ngapain. Ia ingin
dadongnya cepat pulang. Ritual malam itu pun berakhir, dadong kembali ke rumah diikuti
Ayu. Sesampai di rumah, dadongnya menaruh kain sesabukan itu di tempat semula.
Disarankan oleh dadongnya, kalau dadong sudah keluar rumah memakai sabuk ini
malam-malam, maka tak boleh ikut. Demikian juga ibunya juga menyarankan demikian.
Pada suatu hari, penasaran dengan benda
seperti ikat pinggang poleng berisi bentol bentol itu, Ayu kemudian melihatnya di
tempat penyimpanan. Barang itu tergeletak di sana. Ia mengambil barang itu dan
melilitkannya di pinggang seperti apa yang dilakukan oleh dadongnya. Lalu ia
berjalan keluar. Ternyata Ayu merasakan dirinya berjalan melayang tanpa menyentuh
tanah, ia pun kebingungan dan takut. Ia kembali ke dalam rumah lalu membuka
ikat pinggang dan menaruhnya di tempat semula. Ia kembali merasa seperti biasa.
Hal itu dilakukannya tanpa sepengetahuan dadongnya. Karena merasakan keajaiban
sabuk dadongnya itu, maka ia tak berani lagi coba-coba.
Demikian kisah nyata yang di alami Ni
Luh Ayu ketika kecil. Ayu kini sudah dewasa. Ia mulai memahamai benda tersebut serta
praktek yang dilakukan oleh dadongnya. Rupanya kain poleng itu sabuk pengeliakan. Sedangkan ritual
nengkleng yang dilakukan dadongnya adalah ritual ngerehin dengan sikap masuku
tunggal (berdiri dengan satu kaki) sambil menari-nari memuja Hyang Betari
untuk mencapai puncak yang disebut nadi.
Pada saat nadi, maka bayu sabda idep
menyatu, si pelaku lalu diselimuti oleh energi sukma tertentu, sehingga yang
bersangkutan tampak seperti apa yang mereka inginkan. Ada yang diselimuti oleh
energy sukma dimana mukanya tampak berubah menyeramkan berupa bojog, celuluk,
jaran, kebo, bade, rangda, dll. Si pelaku liak asik dengan dirinya, menikmati
puncak pemujaannya (lia, lila, liang
/ senang / nikmat) dengan segala sensasinya. Yang tampak seperti jaran berkaki
tiga disebut dengan gegendu jaran,
sedangkan kerbau berkaki tiga dsebut dengan gegendu
kebo.
Menurut cerita, jarang ada orang yang
bisa dilihat oleh orang lain ketika melakukan ritual nengkleng, kecuali memang
satu murid seperguruan. Namun kejadian Ayu yang masih kecil ini termasuk aneh.
Mungkin karena Ayu dianggap masih kecil, tak tahu apa-apa, sehingga dadongnya
tak melarang Ayu menyaksikan ritual ngeliak yang ia lakukan. Mungkin dadongnya
berpikir begini “walaupun dilihat toh juga ia tak mengerti”. Bisa juga
dadongnya sengaja memperkenalkan pengeliakan sedini mungkin kepada cucunya Ayu
sebagai generasi penerus ilmu liaknya nanti.
Mungkin dadongnya juga berpikir begini “ngeliak sambil ngempu” (ngeliak
sambil mengajak cucu). Tapi dadongnya tak berpikir bahwa apa yang dilihat oleh
cucunya itu tersimpan dalam memori Ayu, lalu ketika dewasa ia akan memikirkan kembali
masa kecil dan teringat dengan apa yang ia lihat. Pada saat itulah baru ia akan
tahu tentang apa yang dilakukan oleh dadongnya terdahulu. Cucunya mulai paham
bahwa ternyata dadongnya sebagai penekun ilmu liak. Dan… ketika semua itu
disadari oleh Ayu, dadongnya sudah meninggal.
Nah
yang menjadi pertanyaan sekarang, dimanakah sabuk itu disimpan oleh dadongnya?
Siapakah yang mewarisi ilmu itu sekarang? Kepada siapakah sabuk itu diberikan?
Ni Luh Ayu merasa heran, takjub dan kadangkala lucu ketika menceritakan
pengalaman masa kecilnya itu. Sedangkan Ni Luh Ayu sampai saat ini tak pernah
menyentuh dunia liak seperti yang dilakoni oleh dadongnya terdahulu. Ia malah ngiring sesuhunan dan menjadi seorang
spiritualis. Demikian Ayu menceritakan kepada penulis.
#LiakAdalahBudaya
#MisteriBali #BudayaBali #OriginalArtikelByKiBuyutDalu
kanduksupatra.blogsopt.com