Monday, February 9, 2015

Ngencit





Memasang Pekakas Anti Leak

Kalau boleh cerita tentang orang, kayaknya pengalaman I Gede Lubak Injin ini layak untuk diceritakan kepada orang banyak. Tujuannya bukan untuk membeberkan kejelekan atau menertawakan orang yang kena musibah, namun hanya untuk mengingatkan kepada orang lain agar tak gegabah dalam bertindak. Ceritanya begini:
Pada suatu hari I Made Sontoloyo Mabet Siteng yang memang loyo duduk-duduk di bale banjar ditemani oleh I Wayan Kuat Bin Kenyat. Sambil ngopi mereka berdua membicarakan masalah pohon beringin yang baru saja ditebang di jaba pura. I Made Sontoloyo Mabet Siteng memang sedikit prihatin dengan dengan ulah prejuru yang hanya bisa menebang pohon, tetapi tak pernah menanam. Padahal sudah jelas-jelas pohon itu tak mengganggu dan diyakini pula bahwa pohon itu linggih Ida Melanting. Namun dengan gagah berani si prejuru itu memutuskan untuk menebang pohon tersebut yang sudah memberikan kesejukan di halaman pura sejak ratusan tahun silam.
Sungguh sayang memang hal itu terjadi, tanpa ada yang berani untuk melarang atau menghentikannya. Demikian penyesalan mereka berdua di bale banjar, sambil mereka mencoba untuk berbuat sesuatu demi keajegan tanah kelahirannya dan terpeliharanya aura taksu di tanah kelahirannya.
Sedang asiknya mereka berbicara berdua, tiba-tiba datang I Gede Lubak Injin menghampiri mereka. Sontoloyo bersama I Kuat mesem-mesem saja melihat kedatangan temannya yang bernama I Gede Lubak Injin itu. Ia yang memang aeng dan medengen. Maksudnya bikin serem dan angker tapi kadangkala menimbulkan keheranan sekaligus kelucuan bagi yang melihat. Bagaimana tidak, I Lubak Injin berbadan cukup tinggi, rambutnya panjang megambahan diikat dengan karet berisi manik-manikan. Lehernya berlilitkan kalung emas berisi caling macan yang konon sebagai penolak bala. Tangannya melingkar gelang kayu uli berkepala Naga Besuki di kanan, dan di kiri melingkar gelang perak berisiskan kombinasi antara permata dan pis bolong sebagai pengraksa jiwa atau jimat penjaga nyawa. Yang sudah umum adalah di bagain jari tangannya berderet tiga buah cincin berwarna merah, hitam, dan putih yang konon sebagai pemberian dari Ida Betara Segara, Betara di Gunung dan Ida Betara  di salah satu pura tenget di Bali, yang fungsinya juga sebagai pelindung jiwa raga. Kayaknya dengan barang itu saja, yang namanya kekuatan sihir, yang namanya tonya tak berani mendekat. Yang namanya leak desti dalam radius sepuluh meter sudah terbakar oleh benda-benda aeng yang dipakainya itu.
Ternyata tak cukup di sana, I Sontoloyo masih menyaksikan kehebatan sekaligus keanehan dari I Gede Lubak Injin, yakni di belahan dada kirinya terpampang rerajahan berupa telapak kaki yang konon adalah sebagai penunggalan dari Bapa Akasa dan Ibu Pertiwi untuk memberikan perlindungan kepada orang tersebut. Belum lagi kalau diraba sabuk atau pinggangnya, pastilah tak rata alias gluntuk-gluntuk yang menandakan bahwa I Gede Lubak Injin mengenakan sesabukan yang berisi banyak bebuntilan, sebagai penolak bala.
Ketika itu I Made Sontoloyo dan I Wayan Kuat terkejut mendengar jeritan “Leaaaaaakkkkkkk…. Leeaaaaaaakkkkkkk, Weeeeeheheheheheheheh……”. Ternyata itu adalah nada panggil Handphone I Gede Lubak Injin. HP-nya juga berisi rerajahan rangda aeng. Pokoknya I Made Sontoloyo dan I Wayan Kuat dalam hatinya geleng-geleng kepala melihat penampilan I Gede Lubak Injin, seolah-olah kebal, sakti tak bisa mati.
          Berceritalah I Gede Lubak Injin kepada mereka berdua, namun sebelumnya ia berteriak ke warung agar dihidangkan susu bercampur jeruk nipis. Maksudnya susu untuk sumber protein dan tenaga, sedangkan jeruk adalah untuk menjaga vitalitas tubuhnya. Demikian pengertiannya.
Lubak Injin dengan berapi-api bercerita tentang dirinya kemarin malam ikut terlibat dalam ngerehang Ida Ratu Ayu di desa anu. HaI ini atas permintaan temannya. Konon ceritanya heboh sekali, sampai-sampai ia sendiri hampir terkena imbas dari orang yang mencoba bermain ilmu hitam dalam acara ngereh tersebut. Namun berkat kekuatan dan kesaktian jimat-jimat yang ia miliki ini, semuanya menjadi berjalan dengan baik dan selamat.
Ia juga bercerita mengenai dirinya yang sudah beberapa hari mengobati banyak orang terkena serangan mejik, semuanya sudah ia sapu bersih alias sudah tak ada lagi leak yang mengganggu. Demikian I Lubak Injin bercerita tanpa memberi kesempatan berkomentar kepada temannya berdua. Lalu I Lubak Injin dengan gagah ke warung membayar susu jeruk nipisnya yang telah ia ceret, lalu hilang.
I Sontoloyo berkata “dasar I Krosokan tersebut sing taen nduk. Jeg cara paling sakti gen….”. Kini diceritakan I Gede Lubak Injin perjalanannya menuju pulang. Ia berpapasan dengan Ni Komang Puspitasari Dewi  Bulan Kencana yang lebih sering dipanggil Men Buyar yang sedang menggendong cucunya. Men Buyar ketika itu penampilannya sangat “seksi”. Ia hanya memakai sehelai handuk yang menutupi buah dadanya yang sedikit ngelenteng dan peset. Ia sempat menyapa I Gede Lubak Injin. Ia pun menyapa seadanya. Sebab menurut radar niskala I Gede Lubak Injin, konon Men Buyar alias Ni Komang Puspitasari Dewi Bulan Kencana adalah “jelema bisa” (bisa ngeleak).
Berpapasan dengan Ni Komang Puspita, I Gede Lubak Injin mengaktifkan radarnya semua, kalau seandainya Men Buyar macam-macam, agar terbakar oleh kekuatan dan kesaktian jimat yang ia miliki.
Ternyata setelah berlalu keadaan dinilai aman.
Setelah sampai di rumah, I Gede Lubak Injin akan mandi sedikit untuk menghilangkan rasa gerah badannya. Sebelum mandi ia merokok sebatang. Namun setelah habis sebatang, ia merasakan ada sesuatu yang tak enak menekan perutnya. Perutnya terasa mules. Semakin ditahan semakin terasa mulesanya, sampai akhirnya ia bergegas menuju ke kamar mandi, dan benar saja, ternyata “lancar” alias “mencret”
          Segera ia mengambil obat berupa minyak yang diberi oleh kak balian yang juga gurunya di Gunung Kaja.  Di minumnya sesuai dengan anjuran. Reda sejenak, namun sebentarnya lagi mules, lagi ia ke kamar mandi, lagi “lancar”. Diambilnya kemudian semua gegemet yang ia punyai dengan harapan untuk mengurangi pengaruh penyakit ngencit pada dirinya. Reda sejenak, I Gede Lubak Injin mulai berpikir, jangan-jangan ini serangan dari Men Buyar yang ia sapa tadi. Ia mulai mengumpat dalam hatinya. “Nah jani sube lawan gegemet wake ne” (ini lawan jimatku sekarang). Ia mulai mengaktifkan jimatnya itu. Namun apa yang terjadi? semakin lama kok semakin terasa mulesnya. Kembali ia menuju kamar kecil, sambil mengumpat kembali. “Sakit gede….. Men Buyar, tunggu pembalasanku”.
Setelah beberapa lama bolak balik ke kamar kecil sambil meminum loloh yang ia buat sendiri sesuai dengan anjuran sang gurunya, lalu datanglah istrinya yang bernama Ni Putu Jegeg Ayu Candra Warashati, alias Men Bro, sebab ia punya anak bernama I Gede Brongot. “Kenapa Beli, seperti ada yang tak beres?”
“Tolong ambilkan aku minyak yang ada di atas tempat tidur yang berwarna hitam. Perutku mules sekali”
Bolak-balik ia masuk ke kamar mandi crit….. keluar sedikit, udah itu setop. Criittt…. Lagi, setop lagi. Demikian seterusnya. Ia sudah memvonis Men Buyar yang menyebabkan ia ngencit seperti ini. Pada malam hari tiba ia membentengi dirinya dengan berbagai macam penolak bala di rumahnya. Dalam situasi kecrat kecrit ngencit I Gede Lubak Injin membangun pertahahan di rumahnya. Ia memasang pandan berduri di rumahnya diisi dengan pis bolong, kesuna jangu, colek pamor tampak dara sekaligus juga duri-duri beserta dengan lengis celeng. Siapa tahu Men Buyar yang dicurigainya itu menggunakan “ilmu dauh tukad”. Ia juga memasang klangsah sedikit di rumahnya sebagai benteng agar kekuatan leak desti tak bisa masuk. Pokoknya kalau urusan niskala, semua celah masuk sudah tertutup.
Barulah I Gede Lubak Injin merasa aman. Namun pas tengah malam ia mulai merasa tak enak. Ada yang mengungkit-ngungkit perutnya, lalu mules. Kembali ia bolak balik ke kamar mandi malam-malam. Sampai-sampai istrinya mulai berpikir untuk menemui gurunya yang ada jauh di sana. Besok pagi, dengan berbekal tisu, ia berangkat ke rumah gurunya untuk menanyakan dirinya yang diserang “leak ngencit”. Gurunya memeriksa dan mengatakan bahwa mencret yang tak kunjung sembuh tersebut disebabkan karena ada serangan dari seseorang yang ditemukan di jalan.  Orang tersebut tak pakai baju, agak putih, dan baunya asam. Demikian hasil terawang dari gurunya yang dianggap sakti dan dikaguminya.
Mendengar semua itu akhirnya I Gede Lubak Injin sudah memastikan bahwa Men Buyar pelakunya. Sebab tadi ia tak pakai baju, kulitnya memang agak putih, tetapi bau badannya agak asam karena sedikit kumal. Ia kemudian meminta sarana kepada gurunya untuk melawan sekaligus menggempur Men Buyar agar nyeleketek dan ngeseksek (semaput mampus).
Setelah beberapa hari I Gede Lubak Injin tak keluar rumah karena terganggu oleh ngencitnya itu, tiba-tiba datang adik misannya yang bernama I Nyoman Sepan Kedropon dan menyaksikan wajah I Gede Lubak Injin yang layu dudus (pucat pasi). Ada apa kau Bak? Demikian Nyoman Sepan bertanya kepada I Lubak. Maka diceritakanlah awal mula sampai akhir.
Namun mendengar perilaku kakaknya, ia curiga jangan-jangan ini bukan masalah mistik. Ia berpikir bebelogan saja, sebab sekarang gumi sudah maju. Maka ia memutuskan untuk membeli pil obat mencret di warung Dek Gus. Sekali diminum, dalam waktu satu jam, ngencit-nya sudah stop seketika. “Alangkah manjurnya obat yang kau miliki. Darimana kau dapat obat ini. Balian siapa yang memberi. Atau sejak kapan engkau belajar pengobatan menjadi balian?”
Jawab Nyoman Sepan Kedropon “Peh sajan jelema otak leak. Sedikit dikit leak. Dikit-dikit balian” Sambil tersenyum I Nyoman Sepan melengkapi jawabannya “Balian yang memberi obat namanya Dek Gus. Ia buka warung di sebelah. Obatnya bernama “pil stopcret” alias pil obat mencret. Harganya seribu rupiah”. Dasar jelema otak leak, pikirannya cuman berisi leak, desti, balian dan gegemet. Nyoman Kedropon kembali menyambung “Obat ini aku beli di warung harganya seribu rupiah. Kau ini ngencit bukan amah leak, kau mencret biasa”
Dalam keadaan demikian datanglah I Wayan Kuat dan I Sontoloyo, menengok temannya yang terserang “leak ngencit” selama seminggu. I Sontoloyo berkata “aku sangat yakin kalau leak yang menyerang kamu itu bernama “leak susu jeruk”. Sepertinya itu yang membuat engkau mencret. Sebab aku dulu pernah minum susu dicampur jeruk nipis, dan langsung mencret. Aku suah sempat tanya ke dokter katanya disebabkan oleh reaksi asam dengan susu. Dan bisa juga akibat gejala lactosa intoleran (perut tak bisa menerima susu) sehingga mencret”. I Sontoloyo lagi menambahkan “Artinya ramalan gurumu bahwa mencretnya akibat orang yang berkulit putih tak berpakaian itu benar. Maksudnya putih tersebut adalah susu dan tak berbaju adalah gelasnya. Sedangkan baunya agak asam adalah jeruk nipisnya. Kau bertemu di jalan itu juga betul, sebab susu yang engkau minum tadi engkau beli tadi di warung”
“Waduh benar sekali katamu, cuman aku salah menafsirkan tenung dari guruku. Cuman yang jadi masalah adalah aku udah kadung mesesangi, “kalau mencretku ini sembuh aku akan memberikan guling kepada siapa saja yang dapat menyediakan obat”
Akhirnya ia menyanggupi sesangi-nya dengan membeli seekor guling dan diberikan kepada sepupunya I Nyoman Sepan Kedropon. Ia membawa guling ke rumahnya dan I Nyoman pun kaget. Dan setelah dijelaskan I Nyoman Kedropon dapat menerimanya. Guling itupun dipakai pesta oleh I Nyoman dan teman-temannya pada malam itu juga. Mereka bergembira karena dengan modal cuman beli obat mencret seribu rupiah, bisa dapat guling seharga lima ratus ribu. Ia kemudian membeli minuman, bir, anggur, dan segala minuman dicampur. Sampai guling itu habis tengah malam. Pesta pun usai, semuanya tertidur pulas kebetekan alias kekenyangan.
Pada keesokan harinya, I Kuat, I Nyoman Kedropon, I Made Sontoloyo, dan beberapa  temannya secara tak sengaja ketemu di warung Dek Gus. Semua serentak membeli “stop cret” alias obat mencret. “lho kok semua beli obat mencret?” demikian Dek Gus keheranan. Mereka semua berbisik mengatakan dirinya mencret-mencret. Tak sengaja pula mereka bertemu dengan I Gede Lubak Injin yang sudah sehat. Mereka semua segera bubar. Cuman I Lubak bertanya kepada Dek Gus “ada apa gerangan mereka berkumpul pagi-pagi, tidak seperti biasanya?” Dek Jung pun bercerita sejujurnya.
Tiba-tiba saja I Lubak Injin tertawa ngakak….. waa haa haa…. Rupanya gantian. Mereka terserang “leak ngencit”. Leak yang menyerangnya bernama “leak be guling campur bir” haaaaahahahaaaaa……

No comments:

Post a Comment