Suatu
malam ia kedatangn rombongan tangkil ke pura untuk melakukan dewasraya dengan tujuan tertentu. Yang
datang itu adalah bapak-bapak kita yang tak asing lagi di layar televisi. Maksud
dan tujuannya adalah untuk memohon kehadapan Ida Betara yang melingga melinggih di pura ini mengabulkan
permohonannya yakni menjadi penguasa di daerah ini. Ketika itu Jero Mangku Gede Onya-onya telah
mempermaklumkan permohonan bapak-bapak tersebut kehadapan Ida Betara.
Pada
malam berikutnya jero mangku kedatangan penangkilan
lagi yakni rombongan bapak-bapak dengan tujuan yang sama. Acara pun berlangsung
dengan hidmat sampai tengah malam menjelang pagi.
Minggu
besoknya kembali datang serombongan orang tengah malam yakni bapak-bapak yang
sudah tak asing lagi untuk mengikuti pemilihan kepala daerah.
Jero
mangku tak ambil pusing, ia menghaturkan dan ngastawang haturan yang
dibawa, juga mempermaklumkan maksud dan tujuan dari rombongan yang tangkil kehadapa Ida Betara Sesuhunan. Dan jero mangku pun mendapatkan sesari dan lungsuran bapak-bapak tersebut.
Pada rerahinan berikutnya, jero mangku ke pura menghaturkan canang.
Dalam kesunyian di pura, jero mangku mendapat kleteg pewisik mengenai orang-orang yang menghaturkan sembah
beberapa waktu lalu. Seolah-olah jero
mangku gede berdialog dengan Ida Betara Sesuhunan di sana. Mungkin begini
kalau diterjemahkan sabda beliau “eh mangku gede, semua yang menghadap ke sini
minta agar menang dalam pilkada nanti. Setahuku hanya diperlukan seorang
pemimpin. Tapi yang minta menang ada tiga, kan tidak mungkin semuanya menang.
Sungguh amat sulit bagiku sebagai Betara untuk mengambil keputusan. Semuanya
minta dengan sangat, agar dikabulkan doanya” demikian kira percakapan batin tersebut.
Kemudian belum sempat Ida
Betara mengambil keputusan atas permintaan para kandidat tersebut, bapak-bapak yang
bersangkutan telah datang kembali untuk memohon lebih keras lagi agar
cita-citanya terkabul, ditambah lagi ia mengumbar sesangi (kaul) di mana-mana“. Ida Betara sedikit kesal dan beliau
bersabda kepada mereka semua itu “ yang jadi betara itu aku atau kamu. Kalau kamu
memang bersikeras, lebih baik kamu saja yang jadi betara, sehingga kau bisa semaumu”.
Demikian Ida Betara sedikit kesal terhadap pemedek yang bersikeras tersebut. Mereka datang ketika perlu, namun
pada saat mereka tak perlu atau sedang bersenang-senang, tak pernah ingat ngaturang
bhakti kehadapan Ida Betara. Kalau orang mengistilahkan tain blek tain belenget, suba jelek mara inget.
Di
lain pihak ada seorang pemedek yang
menghubungi jero mangku gede onya-onya
untuk menghaturkan bhakti agar sembuh dari segala penyakit, sekalian mendapat
kerahayuan dan rejeki. Sungguh banyak permintaan dari orang itu ketika datang
ke pura menghaturkan sarana pejati asoroh.
Kembali Ida Betara mengalami kesulitan atas permohon pemedek tersebut. Sebab menjadi Ida Betara tak boleh pelit sebab
Ida Betara adalah maha pemurah. Namun di lain pihak Ida Betara mengetahui bahwa
yang bersangkutan secara karma harus mengalami sakit, tidak rejekian. Inilah
yang membuat Betara semakin sulit.
Setelah
sekian kali orang tersebut nunasica,
permohonannya tak terkabulkan. Sampai akhirnya pada suatu saat terjadi dialog
batin antara Jero Mangku Gede Onya-onya dengan Ida Betara Sesuhunan. Kira-kira
dialog tersebut sebagai berikut “mengapa orang yang nunasica sekian kali tak
terkabul doanya. Kenapa Ida Betara begitu sulit untuk memberikan kesembuhan
kepada manusia. Padahal Betara sangat sakti”. Demikian kata Jero Mangku.
Karena
saking kesalnya, maka keluar kata-kata Jero Mangku Gede Onya-onya “tiang icen dados betara, betara dados manusa.
Kalau tyang jadi betara, apa yang diminta manusia akan saya kabulkan”. Demikan
omongan dari Jero Mangku Gede yang disahut oleh Ida Betara. “Ida Betara sing ja pripit, Ida Betara
sangat sih (penyayang), tetapi
manusia memiliki karma yang harus dijalankan. Demikian juga manusia seringkali
datang memuja dan meminta ketika mereka kesusahan atau perlu. Padahal semestinya
manusa datang setiap saat memuja Ida Betara. Manusa bhakti ring betara, betara sih tekening manusa. “kalau manusia
bhakti kehadapan Ida Betara, maka Betara pun akan sayang kepada manusia”. Ida
Betara pun “mur” kembali ke kayangan untuk mengakhiri dialog batin dengan Jero
Mangku Gede Onya onya yang bikin kesal.
Mangku Gede pun mepamit dari pura
sambil bergumam “mungkin Ida Betara lelah”.
Demikianlah Mangku Gede, seperti bicara dengan temannya saja. Haaa… (Ki Buyut/ Kanduk).
No comments:
Post a Comment