Friday, June 12, 2015

ASAL-USUL MANUSIA MENURUT TUTUR RARE ANGON





 Banyak sumber dari kitab-kitab Hindu yang menceritakan mengenai terciptanya manusia dan terjadinya alam semesta. Salah satu sumber  sastra tersebut adalah Lontar Tutur Rare Angon. Dalam Tutur Rare Angon dijelaskan mengenai asal usul manusia dan perkembangan manusia dari sejak dalam kandungan sampai dewasa. Manusia tercipta dari sumbernya yakni sumber purusha (laki-laki) dan predana (perempuan). Pertemuan benih laki-laki dan perempuan, berkembang menjadi sosok. Sejalan dengan perkembangan janin sejak dalam kandungan sampai menjadi manusia dewasa, maka Sang Catur Sanak yakni saudara empat si bayi juga mengalami perubahan nama.
Tutur Rare Angon menyebutkan bahwa manusia terjadi karena adanya pertemuan antara Rare Angon dengan Rare Cili yang merupakan hakekat dari Purusha dan Pradhana. Pada awalnya I Rare Angon memadu asmara, maka keluarlah kama petak (sperma) dan dari Rare Cili keluar kama bang (sel telur). Kemudian bertempat dan berkembang di dalam rahim disebut dengan Sang Hyang Amretha Sabhuwana. Dimana mukanya menengadah di waktu malam hari. Itulah sebabnya mengapa si bayi berada di bawah ketika masih di dalam rahim  si ibu.
Berkatalah kemudian Sang Hyang Rare Angon tentang pengetahuan I Rare Angon. Sanghyang Rare Angon berkata bahwa : Satu bulan usianya di dalam rahim bernama Sanghyang Manik Kama Gumuh. Usia dua bulan bernama Sanghyang Manik Kama Bhusana. Tiga bulan bernama Sanghyang Manik Tigawarna. Usia empat bulan bernama Sanghyang Manik Srigading. Usia lima bulan bernama Sanghyang Manik Kembang Warna. Usia enam bulan bernama Sanghyang Manik Kuthalengis. Usia tujuh bulan bernama Sanghyang Manik Wimbasamaya. Usia delapan bulan bernama Sanghyang Manik Waringin Sungsang. Usia sembilan bulan bernama Sanghyang Tungtung Bhuana. Demikian perihal si bayi ketika masih dalam kandungan menurut Tutur Rare Angon.
Perkembangan janin sampai menjadi sosok manusia Dewasa, maka ada sebuah sumber sastra yakni Aji Tattwa Ampel Wadhi, mengatakan sebagai berikut : Ketika si bayi baru lahir, bernama Sanghyang Kawaspadhana. Ketika diletakkan di tanah bernama Sanghyang Prana Bhuwanakosa. Ketika ari-arinya dipotong disebut dengan Sanghyang Naganglak. Ketika pertamakali diberdirikan disebut dengan Sanghyang Sari Ning. Ketika disusui oleh Ibunya untuk pertama kalinya disebut Sanghyang Naghagombang. Ketika mulai belajar berjalan bernama Sanghyang Melengis. Ketika diberikan suwuk atau jimat disebut Sanghyang Tutur Bhuwana. Ketika diemban, Sanghyang Seroja namanya. Ketika ditempatkan ditempat duduk atau mulai bisa duduk disebut Sanghyang Windhusaka. Ketika disusui dinamakan Sanghyang Bhuta Pranasakti. Ketika disuapi Sanghyang Anantabhoga namanya. Ketika mulai bisa mengambil atau memegang, maka Sanghyang Kakarsana namanya. Ketika mulai melihat-lihat Sanghyang Menget namanya. Ketika mulai meraba-raba rambut maka Sanghyang Nagasesa namanya. Ketika mulai cemburu atau bisa membedakan orang tua dengan orang lain, Sanghyang Banyumiri namanya. Ketika bisa duduk Sanghyang Gana namanya. Ketika mulai berdiri, dan mulai memukul-mukul, maka Sanghyang Tala namanya. Ketika mulai berjalan, maka Sanghyang Bhuta Gelis namanya. Ketika mulai menyebut nama ayah dan ibu, maka Sanghyang Tutur Menget namanya. Ketika mulai bisa bermain maka Sanghyang Ajalila namanya. Ketika baru bisa memakai pakaian, maka Sanghyang Kumara namanya. Ketika baru tahu kata dan berkata-kata, maka Sanghyang Jatiwarna namanya. Ketika menginjak dewasa, Sanghyang Twas namanya. Ketika mulai mempelajari sastra dan mengetahui sastra agama, maka Sanghyang Tattwajnana namanya. Ketika mulai bisa melakukan semadi dan mengetahui weda Sanghyang Mahawidya namanya. Demikian perihal manusia manusia menurut Aji Tattwa Hampel Wadhi.
Dari uraian kedua sumber tersebut, dapat dipahami bahwa perkembangan manusia dari sumbernya purusha dan pradhana tersebut memiliki dua aspek dasar yakni sekala dan niskala. Secara sekala adalah pekembangan badan dan kejiwaannya sehari-hari. Secara niskala adalah perkembangan Sang Catur Sanak atau saudara empat atau disebut dengan nyama lekad.
Empat saudara atau nyama lekad tersebut adalah Anggapati, Prajapati, Banaspati, dan Banaspatiraja. Kempatnya senantiasa mengikuti perkembangan dan mengikuti kemana saja si manusia itu pergi. Atau selalu menyertai apa saja yang dilakukan oleh manusia.








No comments:

Post a Comment