Perjalanan
dari Denpasar ke pura ini mengarah ke timur laut, tepatnya di Balik Gunung
Agung dengan menempuh perjalanan kurang lebih sembilan puluh km, selama dua
setengah jam. Di pertigaan Karangasem (pertigaan Abang, menuju ke arah Utara),
memasuki desa Padang Kerta, Desa Ababi, Abang, Culik, Kebon, dan Datah.
Memasuki desa Culik, para pemedek sudah disuguhi pemandangan yang lain daripada
yang lain, dimana sepanjang jalan akan terlihat hamparan batu lahar yang
membeku ditumbuhi rumput di sela-selanya, diramaikan pohon ental dan pohon
intaran. Namun sekarang dengan adanya upaya penghijauan, maka banyak juga sudah
tumbuh pohon gamal sebagai bahan makanan ternak. Namun kesan gersang, kering
dan tandus masih sangat tampak.
Desa
Datah tersebut terletak antara gunung dan laut diamna jadi jarak ke gunung dan ke
pantai sangatlah dekat. Orang di sana
mengatakan bahwa arah gunung adalah kaja,
padahal secara kompas arah gunung adalah arah berada di barat, kemudian pantai
di arah kelod, yang sejatinya secara
kompas adalah timur. Namun itulah di Bali
bahwa arah gunung sebagai luanan atau
hulu disebut dengan kaja, sedangkan pantai adalah teben atau hilir disebut kelod.
Di
pinggir jalan akan terlihat sebuah papan beton yang menunjukkan arah pura
bertuliskan Pura Manik Kembar Batu Belah. Sekitar lima ratus meter ke arah pantai dari papan
tersebut akan didapatkan pura di pinggir pantai.
Pura
Batu Belah adalah merupakan pura Dang Kayangan dan juga sebagai pura Kayangan Jagat.
Pura ini berada persis di pinggir pantai di atas bebatuan lahar yang membeku.
Sehingga deburan ombak pas mengenai dinding pura. Nama Batu Belah diambil konon
ada tirtha yang medal dari belahan
batu. Tirtha tersebut adalah tirtha tawar
yang keluar dari belahan batu yang ada di pinggir pantai. Ketika laut pasang
maka tirta yang keluar akan terlihat menyembur ke atas bercampur dengan air
laut. Namun air laut surut maka tirtha yang medal terlihat mengalir dari
belahan batu. Demikian Jero Mangku Sukertya dari Datah menjelaskan.
Jero
mangku menambahkan bahwa Pura Batu Belah juga merupakan petilasan Ida Pedanda
Sakti Wawu Rauh, mungkin ketika beliau mengelilingi pulau Bali untuk menuju ke
Ponjok Batu dan kemudian ke Sasak.
Nama
Manik Kembar tersebut diambil dari nama Ida Betara yang melinggih di sana embas kembar (lahir kembar). Jadi dengan demikian pura Manik Kembar
adalah tempat pemujaan dari Dewa Kembar. Sehingga pada hari-hari tertentu
banyak orang yang memiliki anak kembar menghaturkan bhakti (nangkil) ke pura
tersebeut untuk memohon keselamatan. Sehingga diharapakn sekali bahwa bagi yang
memiliki anak kembar, untuk seyogyanya nangkil ke pura Manik Kembar memohon
keselamatan dan tuntunan hidup.
Pura
Manik Kembar walupun terletak di daerah yang tandus, namun di sekitar pura
tidaklah panas, sebab di areal pura tumbuh beberapa pohon besar salah satunya
pohon celagi/asem yang tenget/keramat yang membuat pura menjadi sejuk. Pepohonan
ini meneduhi pelinggih yang ada di sekitar pura diantaranya: Padmasana linggih Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, meru tumpang linggih Ida Betara Bagus Muter, gedong simpen linggih Ida Betara Bagus Kembar, kemudian di sebelahnya
terdapat pelingih para Sedahan. Di tengah-tengah pura terdapat Bebaturan / tepasana dan batu besar adalah
linggih Ida Betara Sri Sedana. Di dekat pemedalan menghadap ke laut terdapat
sebuah pelinggih bebaturan sebagai linggih Ida Betara Baruna. Di sebelah utara
dari kompleks pura terdapat pelinggih yang merupakan tempat keluarnya tirtha
dari belahan batu. Di jaba pura terdapat banguna wantilan dan bale pesandekan
dan sarana lainnya termasuk ada beberapa dagang yang menjual makanan dan
minuman.
Pengempon
dari pura ini adalah warga masyarakat banjar Tegal Langlangan, Desa Datah,
Abang, Karangasem. Petirthan di Pura Manik Kembar jatuh pada hari Purnama
Kapat. Pemedek yang tangkil ke pura ini adalah masyarakat dari desa Datah dan
di luar desa Datah. Dan ketika Ida Betara dihaturkan piodalan, Ida Betara
Nyejer selama tujuh hari.
Jero
Mangku Sukertya menambahkan bahwa Pura Manik Kembar telah beberapa kali mengalami
rehab dan juga upacara ngenteg linggih. Namun samapai sekarang masih ada
beberapa bangunan pelinggih serta kawasan di sekitarnya memang memerlukan perhatian
dari umat sedharma.
Pura
ini juga sering dikunjungi pemedek pada hari purnama, tilem, rerahinan terutama
Galungan. Pura ini adalah salah satu tempat untuk melakukan tirtha yatra di belahan Bali timur, dengan
alamnya yang eksotik, ditambah keberadaannya di pinggir pantai dan dekat dengan
lereng Gunung Agung, menambah indah dan nikmatnya suasana di Pura Manik Kembar
Batu Belah.
(Ki Buyut Dalu/Inks/21 Januari
2008)
Om suastyastu ampura ty saking Klungkung jgi metaken napi ngerahine wenten jro Mangku jenek ring Pura riantukan ty wenten pengrencana jagi pedek tangkil tur napi wenten no tlp jro Mangku,suksma
ReplyDelete