Ada sebuah catatan sejarah Bali berbaur
dengan mitologi yakni perihal kekalahan dari Dalem Bungkut (raja Nusa Penida)
dalam perang tanding melawan Kriyan Jelantik Bogol (pimpinan Laskar Gelgel)
ketika penyerangan ke Nusa Penida atas perintah Dalem Gelgel. Semua harta benda
raja Nusa Penida tersebut diboyong ke Gelgel oleh Kriyan Jelantik bersama
dengan para laskarnya. Namun sebelum wafat, Dalem Bungkut berpesan bahwa rohnya
tidak akan pergi ke sorga, namun akan tetap tinggal di Nusa Penida. Roh ini
akan mengganggu penduduk pulau Bali. Roh ini berwujud sangat menyeramkan,
bertaring panjang. Oleh Karena itu beliau disebut dengan Ratu Gede Mecaling.
Menjelang beberapa bulan setelah Dalem
Bungkut wafat, maka Ratu Gede Mecaling mulai memerintahkan para jin, setan,
liak, gamang, memedi dan sejenisnya untuk mengacaubalaukan penduduk Bali,
karena beliau menaruh dendam kepada penduduk Bali. Akibatnya di Bali terjadi
wabah, banyak penduduk yang sakit dan meninggal dunia. Ketakutan selalu
menghantui penduduk Bali kala itu. Anjing melolong di malam hari, suara burung
juga saling bersahutan di malam hari. Dimana para jin, setan, gamang, memedi,
liak, dan sebagainya lalu lalang di desa desa di Bali, mencari mangsa untuk
penyamblehan pengleakan. Mereka menyembah kepada Ratu Gede Mecaling.
Semua dukun tak bisa menyembuhkan
penyakit dan setiap yang sakit pasti menemui ajalnya. Tidak ada satu obat pun
yang dapat menyembuhkan penyakit. Penduduk semakin dicekam rasa ketakutan dan
penyakit. Segala penawar yang digunakan untuk menawar penyakit tak mempan lagi.
Barong ket, barong dedari, sanghyang
jaran, sanghyang naga, sanghyang bojog, sanghyang deling, sanghyang celeng,
sanghyang keret, sanghyang dangkluk, sanghyang macan, barong bangkal, barong
bangkung, dll. tak sanggup memberikan penawar terhadap penyakit yang
disebabkan oleh amukan para laskar liak, dedemit, gamang, memedi, jin setan
murid-murid dari Ratu Gede Mecaling.
Ketika wabah sedang berkecamuk, pada
suatu hari seseorang anggota masyarakat karena saking takutnya, maka ia
bersembunyi di luar rumah yakni di bawah semak-semak pohon pandan yang ada di
sekitar rumahnya. Pada malam itu ia tak bisa tidur karena saking takutnya. Dari
bawah semak-semak pohon pandan, pada saat sandikala ia melihat banyak mahluk
aneh sedang berkumpul di suatu tempat. Ia menyaksikan para liak, jin setan, dedemit,
gamang dan sebagainya. Rupa-rupanya semuanya itu adalah anak buah dari Ratu Gede
Mecaling yang sedang merencanakan sesuatu untuk mengacaukan kehidupan tanah
Bali. Setelah beberapa saat mereka berkumpul, lalu datang sosok yang tinggi
besar, hitam, menyeramkan dengan taring yang panjang dan tajam. Seketika semua
jin, setan, liak, dgamang, dll. menyembah. Ratu Gede mecaling kemudian memberikan
pengarahan kepada seluruh laskar niskala tersebut. Sebentar kemudian mereka
bubar untuk mencari mangsa masing-masing. Penduduk yang bersembunyi di bawah
pohon pandan tersebut sempat menyaksikan postur tubuh dan wajah sosok tinggi
besar tersebut.
Keesokan harinya, ketika matahari sudah
terbit, maka penduduk tersebut kemudian pulang ke rumahnya. Sesampainya di
rumah ia kemudian membuat sosok tiruan menyerupai sosok tinggi besar
menyeramkan yang dilihatnya tadi malam dari rerimbunan pohon pandan. Setiap
malam, sosok yang kemudian disebut dengan Barong Landung tersebut selalu diarak
keliling desa. Setiap jin setan gamang memedi dan sejenisnya yang melihat keberadaan
dari Ratu Gede Mecaling ada di desa tersebut, maka laskar liak tersebut akan
mengurungkan niatnya untuk mengacaukan daerah tersebut, karena laskar liak
tersebut sangat menghormati Ratu Gede Mecaling. Dengan demikian desa tersebut
terhindar dari grubug atau wabah
penyakit.
Hal yang sama kemudian ditiru oleh desa-desa
lain di sebelahnya dengan tujuan agar terhindar dari amukan para laskar Ratu
Gede Mecaling. Barong Landung ini sampai sekarang dipakai sarana untuk memohon tirtha penawar dan pengruawatan oleh penduduk desa agar terhindar dari wabah penyakit
dan pengaruh negatif lainnya. Oleh karena penduduk melihat keberadaan jin setan
dan Ratu Gede Mecaling dari bawah pohon pandan, maka sampai saat ini daun pandan digunakan
digunakan sebagai pelengkap upakara dalam rangka penolak bala dan pecaruan
sasih kenem. Demikian dikisahkan. Ampura. (Ki Buyut Dalu).
No comments:
Post a Comment