Monday, December 7, 2015

Pura Penataran Agung Ped Stana Hyang Purusha Predana




Pura Dalem Penataran Peed di Nusa Penida merupakan pura untuk memuja Tuhan Yang Mahakuasa  (Ida sanghyang Widhi Wasa) sebagai  pencipta Purusha dan Pradana. Purusha yang merupakan  kekuatan jiwa yang memberikan napas kehidupan pada alam dan segala isinya, sedangkan Pradana adalah kekuatan fisik secara nyata kekuatan Purusha tersebut. Oleh sebab itu umat Hindu berbondong-bondong rajin bersembahyang ke Pura Dalem Penataran Peed untuk mendapatkan keseimbangan daya hidup, baik daya spiritual maupun daya fisik.
Di Pura Dalem Penataran Peed terdapat dua arca Purusa dan Predana dari uang kepeng yang disimpan di gedong penyimpenan di pelinggih utama Pura Dalem Penataran Peed. Arca Purusa Predana inilah yang memvisualisasikan kemahakuasaan Tuhan yang menciptakan waranugraha keseimbangan hidup spiritual (Purusa) dengan kehidupan fisik material (Predana).
Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan Batara Siwa menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak Mundi Nusa Penida diiringi oleh para Bhuta Kala, simbol kekuatan fisik berupa ruang dan waktu. Bhuta itu membentuk ruang dan Kala adalah waktu. Waktu timbul karena ada dinamika ruang. Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohini dan berputra Dalem Sawang. Pepatih Dalem Sawang bernama I Renggan dari Jambu Dwipa yang merupakan  kompyang dari Dukuh Jumpungan. Dukuh Jumpungan lahir dari pertemuan Batara Guru dengan Ni Mrenggi, dayang dari Dewi Uma. Kama dari Batara Guru berupa awan kabut yang disebut limun, karena itu disebut Hyang Kalimunan. Kama Batara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi manusia. Setelah digembleng berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian, oleh Hyang Tri Murti diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan. Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal I Mecaling. Inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.
Ratu Gede Nusa (I Gede Mecaling) berpenampilan bagaikan Batara Kala. Menurut penafsiran Ida Pedanda Made Sidemen (alm) dari Geria Taman Sanur yang dimuat dalam buku hasil penelitian Sejarah Pura oleh Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain menyatakan sbb: saat Batara di Gunung Agung, Batukaru dan Batara di Rambut Siwi dari Jambu Dwipa ke Bali diiringi oleh seribu lima ratus wong samar. Lima ratus wong samar itu dengan lima orang taksu menjadi pengiring Ratu Gede Nusa atas wara nugraha Batara di Gunung Agung. Batara di Gunung Agung memberi wara nugraha kepada Ratu Gede Nusa (Igede Mecaling) atas tapa bratanya yang keras. Atas tapa brata itu Batara di Gunung Agung memberi anugrah dan wewenang untuk mengambil upeti berupa korban manusia Bali yang tidak taat melakukan kebenaran sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
Di Pura Dalem Penataran Peed, Ida Batara Dalem Peed dipuja di Pelinggih Gedong, sedangkan Pelinggih Ratu Gede Nusa (Ratu Gede Mecaling) berada di areal tersendiri di barat areal Pelinggih Dalem Penataran Peed. Pelinggih Dalem Penataran Peed ini berada di bagian timur, sedangkan Pelinggih Padmasana sebagai penyawangan Batara di Gunung Agung berada di bagian utara dalam areal Pura Dalem Penataran Peed.
Pura Dalem Penataran Peed merupakan penyatuan antara pemujaan Batara Siwa di Gunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura Puncak Mundi. Dengan demikian Pura Dalem Penataran Peed itu sebagai Pemujaan Siwa Durgha dan Pemujaan Raja disebut Pura Dalem. Di pura inilah bertemunya unsur Purusa dari Batara di Gunung Agung dengan Batari Uma Durgha di Puncak Mundi. Dari pertemuan dua unsur Tuhan ini akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut Rambut Sedhana. Baik sarana hidup untuk memajukan kesejahteraan maupun sarana untuk mempertahankan kesehatan dan menghilangkan berbagai penyakit.
Upacara pujawali di Pura Dalem Penataran Peed ini dilangsungkan pada setiap Budha Cemeng Klawu. Hari Budha Cemeng Klawu ini adalah hari untuk mengingatkan umat Hindu pada hari keuangan yang disebut Pujawali Batari Rambut Sedhana. Pada hari ini umat Hindu diingatkan agar uang itu digunakan dengan baik dan setepat mungkin. Uang itu sebagai alat untuk mendapatkan berbagai sarana hidup agar digunakan dengan seimbang untuk menciptakan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya. Uang itu sebagai sarana menyukseskan tujuan hidup mewujudkan Dharma, Artha dan Kama sebagai dasar untuk mencapai Moksha. Adanya Pelinggih Menjangan Saluwang di sebelah barat Tugu Penyimpenan, dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Peed ini sudah ada sejak Mpu Kuturan mendampingi Raja memimpin Bali. Pura ini mendapat perhatian saat Dalem Dukut memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan pada zaman Dalem Klungkung.
Pura Penataran Ped berlokasi di desa Ped, Nusa Penida, sekitar 50 meter sebelah selatan bibir pantai. Karena pengaruhnya sangat luas ke seluruh pelosok Bali, Pura Penataran Agung Ped berstatus Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu dipadati pemedek untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan ketenangan. Sehingga saat ini, pura ini sangat terkenal sebagai salah satu objek wisata spiritual yang paling diminati dari semua kalangan. Pada awalnya, informasi tentang keberadaan Pura Penataran Agung Ped sangat simpangsiur. Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan perdebatan yang lama.
Puri Klungkung, Puri Gelgel, Mangku Rumodja dan  Mangku Lingsir menyebutkan pura ini bernama Pura Penataran Ped. Yang lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped. Seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya tentang Selayang Pandang Pura Ped beranggapan bahwa kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Yang dimaksud adalah Pura Dalem Penataran Ped. Satu pihak menonjolkan penataran, pihak lainnya lebih menonjolkan dalem. Selain itu, beberapa petunjuk menyebutkan bahwa pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem.
Dalam buku Sejarah Nusa dan Sejarah Pura Dalem Ped yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata menyebutkan bahwa Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian nama itu dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian nama itu setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel sakti di Pura Dalem Nusa. Saking saktinya, tapel-tapel itu mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal sempat kehilangan tiga buah tapel. Ternyata secara gaib tiga tapel itu muncul di Pura Dalem Nusa. Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.
Berita kesaktian tiga tapel itu bukan saja didengar oleh Ida Pedanda, tetapi juga ke seluruh pelosok Bali. Warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan hama, ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka. Permohonan  itu terkabul, tak lama berselang serangan hama tersebut reda. Sesuai kaulnya, warga Subak Sampalan kemudian menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak lain di sekitar Sampalan.
Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped). Meski demikian, hal itu seolah-olah terbantahkan, karena seorang tokoh masyarakat Desa Ped, Wayan Sukasta, secara tegas menyatakan bahwa nama sebenarnya dari pura tersebut adalah Pura Penataran Agung Ped. Ada pula yang menyebutkan pura ini dengan sebutan Pura Dalem (bukan Pura Dalem Kayangan Tiga), melainkan Dalem untuk sebutan Raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu. Dalem atau Raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling.
Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara, sebagai tempat berstananya Batara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat bibir pantai. Beberapa meter ke selatan ada Pura Taman dengan kolam mengitari pelinggih, berfungsi sebagai tempat penyucian. Kemudian mengarah ke barat lagi ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timur ada lagi pelebaan Ratu Mas. Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih Batara-batara pada waktu ngusaba. Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan pendukung lainnya.
Di jaba ada sebuah wantilan untuk pertunjukan kesenian. Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan atau pemugaran. Kecuali benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua arca yakni Arca Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang ada di Pelebahan Ratu Mas. Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu juga bangunan-bangunan keramat lainnya. Pura ini sekarang diempon 18 desa pakraman, mulai dari Desa Kutampi ke barat.
(ki buyut).

No comments:

Post a Comment