Pura Dalem
Penataran Peed di Nusa Penida merupakan pura untuk memuja Tuhan Yang
Mahakuasa (Ida sanghyang Widhi Wasa)
sebagai pencipta Purusha dan Pradana. Purusha yang merupakan kekuatan jiwa yang memberikan napas kehidupan
pada alam dan segala isinya, sedangkan Pradana
adalah kekuatan fisik secara nyata kekuatan Purusha
tersebut. Oleh sebab itu umat Hindu berbondong-bondong rajin bersembahyang ke
Pura Dalem Penataran Peed untuk mendapatkan keseimbangan daya hidup, baik daya
spiritual maupun daya fisik.
Di Pura Dalem
Penataran Peed terdapat dua arca Purusa
dan Predana dari uang kepeng yang
disimpan di gedong penyimpenan di pelinggih utama Pura Dalem Penataran Peed.
Arca Purusa Predana inilah yang memvisualisasikan kemahakuasaan Tuhan yang
menciptakan waranugraha keseimbangan hidup spiritual (Purusa) dengan kehidupan fisik material (Predana).
Dalam Lontar
Ratu Nusa diceritakan Batara Siwa menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak
Mundi Nusa Penida diiringi oleh para Bhuta Kala, simbol kekuatan fisik berupa
ruang dan waktu. Bhuta itu membentuk ruang dan Kala adalah waktu. Waktu timbul
karena ada dinamika ruang. Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohini
dan berputra Dalem Sawang. Pepatih Dalem Sawang bernama I Renggan dari Jambu
Dwipa yang merupakan kompyang dari Dukuh
Jumpungan. Dukuh Jumpungan lahir dari pertemuan Batara Guru dengan Ni Mrenggi,
dayang dari Dewi Uma. Kama dari Batara Guru
berupa awan kabut yang disebut limun,
karena itu disebut Hyang Kalimunan. Kama Batara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi
manusia. Setelah digembleng berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian, oleh Hyang
Tri Murti diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan.
Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal I
Mecaling. Inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.
Ratu Gede Nusa (I
Gede Mecaling) berpenampilan bagaikan Batara Kala. Menurut penafsiran Ida
Pedanda Made Sidemen (alm) dari Geria Taman Sanur yang dimuat dalam buku hasil
penelitian Sejarah Pura oleh Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain
menyatakan sbb: saat Batara di Gunung Agung, Batukaru dan Batara di Rambut Siwi
dari Jambu Dwipa ke Bali diiringi oleh seribu lima ratus wong samar. Lima
ratus wong samar itu dengan lima
orang taksu menjadi pengiring Ratu
Gede Nusa atas wara nugraha Batara di Gunung Agung. Batara di Gunung Agung
memberi wara nugraha kepada Ratu Gede Nusa (Igede Mecaling) atas tapa bratanya
yang keras. Atas tapa brata itu Batara di Gunung Agung memberi anugrah dan
wewenang untuk mengambil upeti berupa korban manusia Bali
yang tidak taat melakukan kebenaran sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
Di Pura Dalem
Penataran Peed, Ida Batara Dalem Peed dipuja di Pelinggih Gedong, sedangkan
Pelinggih Ratu Gede Nusa (Ratu Gede Mecaling) berada di areal tersendiri di
barat areal Pelinggih Dalem Penataran Peed. Pelinggih Dalem Penataran Peed ini
berada di bagian timur, sedangkan Pelinggih Padmasana sebagai penyawangan
Batara di Gunung Agung berada di bagian utara dalam areal Pura Dalem Penataran
Peed.
Pura Dalem Penataran Peed
merupakan penyatuan antara pemujaan Batara Siwa di Gunung Agung dengan pemujaan
Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura Puncak Mundi. Dengan demikian Pura Dalem
Penataran Peed itu sebagai Pemujaan Siwa Durgha dan Pemujaan Raja disebut Pura
Dalem. Di pura inilah bertemunya unsur Purusa dari Batara di Gunung Agung
dengan Batari Uma Durgha di Puncak Mundi. Dari pertemuan dua unsur Tuhan ini
akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut Rambut Sedhana. Baik sarana hidup untuk
memajukan kesejahteraan maupun sarana untuk mempertahankan kesehatan dan
menghilangkan berbagai penyakit.
Upacara pujawali
di Pura Dalem Penataran Peed ini dilangsungkan pada setiap Budha Cemeng Klawu. Hari Budha Cemeng Klawu ini adalah hari untuk
mengingatkan umat Hindu pada hari keuangan yang disebut Pujawali Batari Rambut
Sedhana. Pada hari ini umat Hindu diingatkan agar uang itu digunakan dengan
baik dan setepat mungkin. Uang itu sebagai alat untuk mendapatkan berbagai
sarana hidup agar digunakan dengan seimbang untuk menciptakan sarana kehidupan
yang tiada habis-habisnya. Uang itu sebagai sarana menyukseskan tujuan hidup
mewujudkan Dharma, Artha dan Kama sebagai
dasar untuk mencapai Moksha. Adanya Pelinggih Menjangan Saluwang di sebelah
barat Tugu Penyimpenan, dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Peed ini
sudah ada sejak Mpu Kuturan mendampingi Raja memimpin Bali.
Pura ini mendapat perhatian saat Dalem Dukut memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan
pada zaman Dalem Klungkung.
Pura Penataran
Ped berlokasi di desa Ped, Nusa Penida, sekitar 50 meter sebelah selatan bibir
pantai. Karena pengaruhnya sangat luas ke seluruh pelosok Bali,
Pura Penataran Agung Ped berstatus Pura Kahyangan Jagat. Pura ini selalu
dipadati pemedek untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kerahayuan, dan
ketenangan. Sehingga saat ini, pura ini sangat terkenal sebagai salah satu
objek wisata spiritual yang paling diminati dari semua kalangan. Pada awalnya,
informasi tentang keberadaan Pura Penataran Agung Ped sangat simpangsiur.
Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga
menimbulkan perdebatan yang lama.
Puri Klungkung,
Puri Gelgel, Mangku Rumodja dan Mangku
Lingsir menyebutkan pura ini bernama Pura Penataran Ped. Yang lainnya,
khususnya para balian di Bali, menyebut Pura
Dalem Ped. Seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra,
Klungkung, Dewa Ketut Soma dalam tulisannya tentang Selayang Pandang Pura Ped
beranggapan bahwa kedua sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Yang
dimaksud adalah Pura Dalem Penataran Ped. Satu pihak menonjolkan penataran, pihak lainnya lebih
menonjolkan dalem. Selain itu,
beberapa petunjuk menyebutkan bahwa pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem.
Dalam buku
Sejarah Nusa dan Sejarah Pura Dalem Ped yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata
menyebutkan bahwa Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa. Penggantian
nama itu dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung. Penggantian
nama itu setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara
beriringan (mapeed) datang ke Nusa
dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel sakti di Pura Dalem Nusa. Saking
saktinya, tapel-tapel itu mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebelumnya,
Ida Pedanda Abiansemal sempat kehilangan tiga buah tapel. Ternyata secara gaib tiga
tapel itu muncul di Pura Dalem Nusa. Ida Pedanda tidak mengambil kembali
tapel-tapel itu dengan catatan warga Nusa menjaga dengan baik dan secara
terus-menerus melakukan upacara-upacara sebagaimana mestinya.
Berita kesaktian
tiga tapel itu bukan saja didengar oleh Ida Pedanda, tetapi juga ke seluruh
pelosok Bali. Warga Subak Sampalan yang saat
itu menghadapi serangan hama,
ketika mendengar kesaktian tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk
memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari berbagai penyakit yang
menyerang tanaman mereka. Permohonan itu
terkabul, tak lama berselang serangan hama
tersebut reda. Sesuai kaulnya, warga Subak Sampalan kemudian menggelar upacara mapeed. Langkah itu diikuti subak-subak
lain di sekitar Sampalan.
Kabar tentang
pelaksanaan upacara mapeed itu
terdengar hingga seluruh pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung
mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped). Meski demikian, hal
itu seolah-olah terbantahkan, karena seorang tokoh masyarakat Desa Ped, Wayan
Sukasta, secara tegas menyatakan bahwa nama sebenarnya dari pura tersebut
adalah Pura Penataran Agung Ped. Ada
pula yang menyebutkan pura ini dengan sebutan Pura Dalem (bukan Pura Dalem
Kayangan Tiga), melainkan Dalem untuk sebutan Raja yang berkuasa di Nusa Penida
pada zaman itu. Dalem atau Raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa
atau Ratu Gede Mecaling.
Ada lima
lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped. Pura Segara,
sebagai tempat berstananya Batara Baruna, terletak pada bagian paling utara
dekat bibir pantai. Beberapa meter ke selatan ada Pura Taman dengan kolam
mengitari pelinggih, berfungsi sebagai tempat penyucian. Kemudian mengarah ke
barat lagi ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling sebagai simbol
kesaktian penguasa Nusa pada zamannya. Di sebelah timur ada lagi pelebaan Ratu
Mas. Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan linggih
Batara-batara pada waktu ngusaba. Masing-masing
pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan pendukung lainnya.
Di jaba ada sebuah wantilan untuk pertunjukan kesenian.
Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan
atau pemugaran. Kecuali benda-benda yang dikeramatkan. Contohnya, dua arca
yakni Arca Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang
ada di Pelebahan Ratu Mas. Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu
juga bangunan-bangunan keramat lainnya. Pura ini sekarang diempon 18 desa
pakraman, mulai dari Desa Kutampi ke barat.(ki buyut).
No comments:
Post a Comment