Semoga tidak terkena cakrabhawa rajapinulah
Om awighnamastu nama siddham
Ada banyak balian, tapakan, sutri, mangku dalang,
penekun topeng dan pregina calonarang
yang nyungsung Ida Bhatara Ratu Gede Macaling yang merupakan bhatara utama yang
terdapat di Pura Ratu Gede Dalem Nusa atau Peed. Tapi tak banyak diantara
mereka yang paham benar, siapakah sesungguhnya beliau? Nusa Penida sebenarnya berasal dari kata, nusa yang artinya pulau, sedangkan kata penida berasal dari kata Pandita,
atau pendeta atau brahmana utama. Sebenarnya pandita yang dimaksud adalah Hyang
Pasupati atau Bhatara Siwa sebagai raja pandita seluruh jagat.
Bhatara
Siwa diyakini turun menuju wilayah tersebut pada tahun saka 50, dan berstana di
Gunung Mundhi, disertai permaisuri beliau Dewi Uma. Beliau kemudian menjelma
menjadi manusia sakti tanpa tanding, tahu akan segala macam ilmu sastra dan
mahir dalam segala macam kepintaran. Singkat katanya beliau menjadi seorang
pendeta besar bernama Dukuh Jumpungan. Inilah awal dimana pulau pendeta atau
Nusa Pandita yang lama kelamaan menjadi Nusa Penida.
Sedangkan
istri dari Dukuh Jumpungan yang merupakan penjelmaan Dewi Uma bernama Ida
Bhatari Ni Puri. Pada tahun saka 90, Bhatari Ni Puri melahirkan putra perkasa
bernama I Merja. Setelah dewasa, I Merja sama saktinya dengan ibu dan ayahnya.
Sama-sama memiliki kedigjayaan yang begitu besar dan gemar akan tapa. Ketika
dewasa I Merja menikah dengan seorang gadis dari Indra Loka bernama Ni Luna
yang turun ke dunia pada tahun saka 97.
Ni
Luna juga senang akan tapa brata. Tempat dimana beliau melakukan yoga kini
disebut sebagai Pura Batu Banglas. Dari pernikahan mereka, maka lahirlah
seorang putra yang sakti bernama I Renggan.
Beliau lahir pada tahun saka 150 dan beliau menikah dengan Ni Merahim
yang lahir pada tahun saka 160.
I
Renggan yang amat sakti gemar akan tapa memiliki perahu anugrah dari Dukuh
Jumpungan. Dengan perahu itulah I Renggan menabrak pulau Nusa hingga terbelah
menjadi dua bagian. Yang besar bernama Nusa Gede dan yang kecil bernama Nusa
Cenik. Nah sekarang beliau ingin menguji perahu dan saktinya kepada rakyat Bali, maka berlayarlah I Renggan menuju Padangbai dan di sana beliau banyak
membuat ketakutan rakyat Bali.
Anak
buah I Renggan banyak menteror masyarakat di sana dan membawa wabah berupa hama dan banyak menyerang
tanaman. Hingga berlarilah masyarakat Bali
menuju tempat junjungan mereka, yakni Gunung Agung. Ida Bhatara Hyang
Tohlangkir tak berkenan dengan kejadian ini. Kemudian beliau melumpuhkan
penyakit yang di bawa oleh I Renggan.
I
Renggan yang menikah dengan Ni Merahim memiliki dua orang anak, yang putra
bernama I Gede Mecaling dan
perempuan bernama Ni Tole, lahir pada tahun saka 180. I Gede Mecaling menikah
Sang Ayu Mas Rajeg Bhumi.
Pada tahun 250 saka, Gede
Mecaling melakukan tapa di Peed dan pengastawan Ida ditujukan kepada Bhatara
Siwa.
Karena
saking keras tapa dan brata yang dilakukan oleh Gede Mecaling, maka Bhatara
Siwa berkenan memberikan anugerah berupa kesaktian Kanda Sanga. Seketika itu juga Gede Mecaling berubah wujud menjadi
sangat menyeramkan. Taringnya panjang dan badannya besar sekali. Suaranya
menggetarkan jagat raya, dan oleh sebab itulah kemudian Ida Bhatara Indra turun
dari Indra Loka untuk mengatasi ketakutan yang dibuat oleh GedeMecaling.
Bhatara
Indra memotong taring dari GedeMecaling dan mambuat jagat tentram kembali.
Setelah hal itu berhasil dilakukan, kemudian I Gede Mecaling kembali melakukan
tapa hebat memuja Bhatara Rudra. Dengan ketekunan yang dimiliki oleh Gede Mecaling,
maka Ida Bhatara Rudra menjadi asih dan memberikan anugerah kepada I Gede
Mecaling berupa lima
macam sakti yakni: Taksu kesaktian, taksu
pengeger, taksu balian, taksu penolak grubug dan taksu pengadakan mrana.
Dari
sanalah kemudian semua pengikut bala
samar yang ada di Nusa menjadi bawahan dari Gede Mecaling. Beliau
distanakan dalam Pura Ratu Gede dan diberi nama suci Ida Bhatara Ratu Hyang
Agung Ratu Gede Mecaling. Seluruh sakti yang berupa lima macam taksu tadi adalah hal-hal yang
menjadi gegambelan Ida Bhatara. Jadi tidaklah mengherankan jika
banyak tapakan, balian, jero dalang,
topeng, dan penekun kewisesan
melakukan tirakat untuk menyenangkan hati Ratu Gede Mecaling agar menerima
berkat yang mereka inginkan.
Tidak
ada satupun balian yang kalah, tidak ada satu penekun ilmu kewisesan yang kasor jika sudah mendapatkan anugerah
dari Ida Bhatara Ratu Gede Mecaling. Semuanya akan siddhimandi, siddhimantra dan siddhi
ngucap. Pelinggih beliau adalah ada di Pura Ratu Gede dengan ciri yang
berbeda dari pura-pura lain yang terdapat di wilayah Peed. Seluruh busana pura
atau wastra pura berwarna poleng. Dari candi bentar, apit lawang,
hingga pelinggih utama, semuanya poleng. Itulah cirinya Pura Ratu Gede
Mecaling.
Menurut
mitologi, hujan di wilayah Klungkung dan sekitarnya adalah ada di bawah
penguasaan Ratu Gede Mecaling. Jadi kepada tukang
terang dan pawang hujan, jika ingin sukses berkecimpung pada profsesinya,
maka jangan abaikan pemujaan kepada Ratu Gede Mecaling Dalem Nusa.
(ki buyut)
No comments:
Post a Comment