Friday, May 13, 2016

Ni Calonarang menghidupkan mayat di Setra Gandamayu




Pergumulan Pustaka Lipyakara dan Astacapala


            Disebutkan seorang janda tinggal di Girah, Ni Calonarang namanya memiliki seorang putri bernama Ratna Menggali, parasnya cantik tetapi tidak ada yang mau melamar. Karena tidak ada yang mau melamar anaknya, maka Ni Calonarang berkehendak menghancurkan kerajaan Daha..
            Untuk mencapai tujuannya, Ni Calonarang madewa saraya ke setra gandamayu,  memuja Ida Betari Durga, diikuti oleh para sisya (muridnya). Ni Calonarang berkata ”Rarung, bunyikan kamank  kangsimu, mari kita menari !!!”. Si Guyang segera menari, dengan gerak merentang-rentangkan tangan dan menepuk-nepuk. Setelah mereka membagi diri menjadi lima penjuru, pergilah Ni Calonarang ke tengah kuburan. Ia menemukan mayat orang mati mendadak pada hari Sabtu Kliwon. Mayat itu didirikan, diikat pada pohon kepuh. Mayat itu dihidupkan diberi nafas,  Si Weksirsa dan Mahisawadana membukakan matanya. Hidup kembali mayat itu, dan dapat berbicara.
            Mayat hidup tersebut berkata ”siapakah tuan yang menghidupkan hamba? sangat besar hutang hamba. Hamba tidak tahu membalasnya. Hamba hendak mengabdi kepadanva, lepaskanlah ikatan hamha dari pohon kepuh. Hamba hendak berbakti dan bersujud”
Lalu Si Weksirsa berkata, “Engkau kira engkau akan hidup lama? Sekarang engkau akan kupenggal lehermu” Segera lehernya dipenggal, melesatlah kepala mayat itu, darahnya menyembur menggenang. Darah itu dipakai mencuci rambut oleh Calonarang. Kusutlah rambutnya oleh darah, ususnya dikalungkan, dengan secepatnya diolah dipanggang semua, digunakan untuk korban para bhuta dan segala yang tinggal di Ruhunan itu, terutama Batari Bagawati. Korban utama itu dihaturkan dan segera muncul Batari dari kahyangan. Bersabda kepada Calonarang “aduh, anakku Calonarang, apakah maksudmu mempersembahkan makanan kepadaku dan bakti menyembah? Aku terima persembahanmu itu”
            Janda Girah menjawab “Dewi penguasa dunia, jangan marah kepada hamba. Maksud hamba mohon perkenan Betari untuk membinasakan orang di seluruh kerajaan”
            Batari berkata, “ya, aku senang Calonaarang tetapi engkau harus waspada dalam bertindak” Lalu janda di Girah minta pamit, menghormat  kepada Batari.
            Diceritakan kemudian Calonarang berhasil mendapatkan pengetahuan tentang ”keburukan”,  maka direalisasikan untuk menghancurkan kerajaan Daha. Dari pinggir kota kerajaan, rakyat mulai mengalami penderitaan dan tertimpa berbagai macam penyakit yang sulit disembuhkan dan akhirnya meninggal, semakin hari semakin banyak masyarakat yang meninggal tanpa sebab.
            Baginda Raja merasa kesulitan menghadapi hal itu, akhirnya mengadakan paruman Agung, dengan mengundang berbagai Rsi, Pendeta, Bhagawan, Mpu dan yang lainnya. Akhirnya menyepakati bahwa Mpu Bharadah yang diberi tugas untuk menyelesaikan ulah Si Calonarang.        
            Mpu Bharadah mengutus anaknya Mpu Bahula untuk mengawini putri Calonarang yang bernama Ratna Manggali, dengan tujuan untuk mempelajari ilmu yang dimiliki oleh Calonarang.
            Kehadiran Mpu Bahula yang berparas tampan, dapat diterima oleh Calonarang dan Ratna Manggali. Singkat cerita, terjadilah perkawinan dengan hidup sangat rukun. Tetapi yang menjadi khawatir Mpu Bahula adalah kepergian Calonarang dan Ratnamanggali setiap malam pergi ke kuburan. Mpu Bahula ingin mengikuti istrinya ke kuburan tetapi tidak diijinkan, hanya diberikan sebuah pustaka yang dipakai dasar untuk melaksanakan ajaran itu, pustaka tersebut bernama Lipyakara..
            Pustaka  lipyakara segera dibawa ke pesraman Mpu Bharadah, setelah dibaca dan dipelajari dengan waktu yang sangat singkat Mpu Bharadah dengan mudah dapat memahami isinya, bahwa ajaran tersebut sama dengan ajaran Mpu Bharadah, hanya dipergunakan untuk aliran kiri.
            Setelah Mpu Bharadah menguasai ilmu dari pustaka Lipyakara, maka datanglah beliau ke rumah Calongarang, dengan tujuan untuk menyadarkannya. Tetapi Calonarang meminta dirinya agar diruwat atas dosa-dosa yang telah dilakukannya. Mpu Bahula tidak bersedia meruwatnya, karena dosa-dosa yang dilakukan menghancurkan kerajaan dan membunuh masyarakat. Calonarang seketika itu bangkit emosinya, sambil berkata ”Biarkahlah sampai mati, saya akan mempertahankan pustaka lipyakara ini”. Sambil membalikan badannya, menantang Mpu Bharadah, Calonarang menyihir sebuah pohon beringin dan seketika terbakar akibat tatapan mata Calonarang. Mpu Bharadah berkata ”keluarkanlah seluruh ilmu yang dimiliki”!
            Calonarang semakin marah, seluruh tubuhnya keluar api dari rambutnya, matanya, telinganya, mulutnya, siap untuk menerkam Mpu Bharadah. Mpu Bharadah duduk dengan tenang, sambil komat kamit melantunkan mantra yang termuat dalam pustaka Astacapala, ketika tubuh Mpu Bharadah diterkam, maka pada saat itu pula Calonarang meninggal dengan badan terbakar. (ki buyut)



No comments:

Post a Comment