Monday, May 2, 2016

Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (6). HAKIKAT MANUSIA ADALAH SUCI




Pada tahun 1956 Prof.IB.Mantra mempublikasikan sebuah buku yang berjudul “Darsana Bali”. Buku kecil ini ternyata memuat hal-hal yang sangat esensial dalam agama Hindu. Buku yang dinyatakan sebagai “kenang-kenangan untuk Kakakku ini” memuat tiga tulisan masing-masing berjudul “Pengertian Jiwatma dan Pramatma”, “Pengertian Hari Raya Galungan”, dan “Kedudukan Agama Hindu di dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan”.
Lewat buku ini pertama-tama ingin dijelaskan bagaimana hakikat manusia itu sendiri dan bagaimana hubungannya dengan Parama-Atma. Bahwa pada hakikatnya jiwa sifat asalnya adalah suci-nirmala. Jadi dasar hidup kita atau yang menghidupkan kita adalah jiwa yang suci. Tetapi hidup di dunia ini yang tersembunyi didalamnya, dengan diselubungi oleh bekas-bekas perbuatan kita (karma) lalu keliru  menyamakan dirinya dengan ahamkara yang mana terwujud ke luar dengan perkataan “Aku”. Inilah pengertian Jiwa atau Atma dalam agama Hindu. Dan tujuan dari Agama adalah membebaskan jiwa (moksa) yang terikat oleh badan kasar dan halus.
Bagaimana Parama-Atma, Jiwa Seru Sekalian Alam dibayangkan? Di dalam kitab-kitab suci, yaitu Weda-Weda, juga Brahmanda Purana, Bhuwanakosa, Tattwajnana dan lain-lain, dapatlaj kita bayangkan di sana bahwa Sang Hyang Widhi adalah Pencipta dari Alam Semesta ini, sekalian dengan isinya. Sang Hyang Widhi adalah suatu kenyataan bagi para Rsi kita menurut pengalamannya. KebesaranNya dan KeagunganNya tak dapat dibandingkan dengan siapapun. Ia terlepas dari hokum kematian dan tak mengenal lahir (kekal). Panca indria kita yang terbatas ini tak dapat membayangkan karena sifatNya mengatasi. Hanya dapat diraba-raba dengan akal budi dan perasaan dan inipun terbatas pula. Sifat dari Sang Hyang Widhi yang tak terbatas ini dalam pergaulan kita diberi nama Maha……..,dan Parama….. Juga disebut Niskala dan Nirguna, dan kedua sebutan ini hanya memberi kesan tentang tak sampainya panca indria kita membayangkannya. Pancaindria kita terbatas sifatnya, bayangannyapun terbatas pula. Untuk lebih mendekati perasaan manusia, ia menghendekai sesuatu yang dapat dibayangkannya, yang berupa tempat, arca-arca atau bayangan-bayangan fikiran yang dapt mendekati perasaannya, demikian pula hubungan terhadap Sang Hyang Widhi yang kemudian diberi sifat, yaitu “saguna” dan juga dibayangkan mendekati manusia, disebut “sakala”. Dan inilah yang langsung berhubungan dengan kita, yaitu dinamis, kebalikan dari pasif.
Prof. Mantra kemudian menyatakan persetujuannya dengan pernyataan seorang sarjana besar dari Amerika yang pernah datang ke India dan mengadakan ceramah di Universitas Wiswa Bharati. Ia mengatakan, “From the point of view of religion we all are still children, because we still need support” (bahwa dari sudut agama (penghidupan kejiwaan), kita adalah masih anak-anak, disebabkan karena kita masih memerlukan pertolongan atau pegangan). Perbandingan ini dikeluarkan karena mengingat si bayi tak dapat melepaskan diri dari ibunya.
Maka ditegaskan bahwa pada akhirnya manusia berjuang menyaksikan hidupnya dengan sifat-sifat dari Sang Hyang Widhi dengan menempuh bermacam-macam jalan menujuNya. Be in harmony with God, sesuaikan diri dengan Sang Hyang Widhi. Itu berarti dalam istilah Hindu, kembalilah kamu kepada sifat asalmu, suci nirmala itu dimana akan terjadi persatuan dengan Sang Hyang Widhi.
Teranglah dengan uraian diatas bahwa pusat kisaran dari agama, dimana termasuk di dalamnya semua hari-hari suci, adalah berinti dan berpusat tentang perhubungan jiwa manusia atau Atma dengan Sang Hyang Widhi atau Parama-Atma Yang Mahasuci. Jika jiwa telah bersatu dengan Sang Hyang Widhi maka jiwa manusia mengalami perubahan dan memasuki kenyataan yang di dalam Weda-Weda disebut “Sat-Cit-Ananda”, Kebenaran-Kesadaran-Kebahagiaan. Kebenaran maksudnya ialah hanya satu yang benar yaitu Sang Hyang Widhi, Kesadaran berarti bahwa jika waktu memasuki perubahan itu sadar akan sifatnya yang asal, yaitu suci-nirmala. Dan kebahagiaan adalah akibat dari persatuan dengan Sang Hyang Widhi yang memeberi kebahagiaan yang tak terhingga. Jadi dengan singkat Sat-Ci-ananda berarti kesadaran dari jiwa bahwa hanya ada satu kebenaran dan jiwa sendiri adalah suci, dan pertemuan ini adalah memberi kebahagiaan.
Sampai disini Prof. Mantra  mencatatkan apa yang disebutnya sebagai “inti sari dari semua Agama di dunia”. Ucapan yang terasusun indah dan puitis itu adalah juga memiliki makna yang sangat tinggi, ucapan dari seorang Arjuna ketika memuja Sang Hyang Siwa. Mpu Kanwa yang menyusun kata-kata bermakna itu dalam karya Kakawin Arjunawiwaha memang bermaksud menguraikan inti sari dari ajaran agama Hindu. Ternyata pa yang diringkaskan ke dalam beberapa bait kakawin itu adlah ajaran yang dapat memberikan kita pandangan yang luas dan universal dan segala pikiran-pikiran yang rendah sifatnya atau dapat meruwetkan keadaan akan dapat kita atasi :
Terjemahan bait-bait kakawin itu adalah swbb ;
  1. Sembahku yang hina, moga-moga terlihat oleh pengemudi sekalian alam, lahir batin sembahku dibawah duliMu tiada lain. Sebagai api di dalam kayu, sebagai minyak di dalam santan, Engkaulah nyatanya yang kelihatan jika ada orang bicara tentang kebaikan.
  2. Berada dimana-mana, inti sari Parama-tattwa (kebenaran yang tertinggi) yang sukar dapat dicapai, Engkaulah itu. Engkau berada baik pada yang ada maupun pada yang tiada, baik besar maupun kecil, baik kotor maupun bersih. Pencipta, Pelindung, Pengembali sekalian yang ada, Engkaulah yang menjadi sebabbnya. Asal dan tujuan dunia ini, Engkaulah jiwa dari yang tak ada dan yang ada.
  3. Bagai bayangan bulan di dalam tempayan yang berisi air, jika air suci bersih, teranglah bayangan bulan itu,. Dan begitulah sifatMu pada sekalian mahluk. Pada yang beryogalah Engkau berkenyataan.
  4. Akan didapatkan oleh mereka yang tak pernah didapatkannya. Akan dapat dipikirkan oleh mereka yang tak pernah dipikirkannya. Akan diketahui oleh mereka yang tak pernah diketahuinya. Engkau adalah kebahagiaan yang kemuliaannya tiada taranya.
Demikianlah, kutipan di atas telah menjelaskan dariman datangnya dan kemana kembalinya sekalian yang ada di dunia ini, teristimewa manusia itu sendiri. Bahwa manusia pada hakikatnya adalah suci dan akan kembali kepada Yang Maha Suci.  
(Ki Budal/dbs)

No comments:

Post a Comment