Wednesday, May 11, 2016

Pulau Bali Merajah




            Rerajahan adalah sebuah gambar atau tulisan pada media seperti kertas, kain, batu, tembikar, tembaga, lontar, kulit, buah-buahan, dll., yang memiliki kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut diharapkan dapat berfungsi sebagai pelindung, sebagai penyelamat, atau juga sebagai pencelaka sesuai dengan maksud si pembuat rerajahan. Kekuatan mistik dari rerajahan dapat dimunculkan dari kekuatan alam atau Illahi dengan cara mem-pasupati, mantra, upakara, dan dewasa (hari baik), serta dengan kekuatan jnana. Dengan demikian, tidak mudah membangkitkan kekuatan mistis dari sebuah gambar atau rerajahan.
            Di dunia, setiap kebudayaan memiliki yang namanya rerajahan, baik itu berupa gambar simbol atau huruf yang memiliki nilai dan makna tertentu atau memiliki kekuatan mistik. Apalagi bangsa atau kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan kuno yang lestari, pastilah banyak memiliki bentuk rerajahan. Seperti misalnya adat, budaya, dan agama Hindu di Bali, yang mana rerajahan masih sangat dipelihara, masih dipandang sebagai sesuatu yang memiliki hal mistik di samping seni, serta sangat erat dalam kehidupan manusia Bali, dengan kepercayaan hidup serta dengan praktik agama Hindu di Bali. Entah itu merupakan sebuah rerajahan untuk melindungi diri, melindungi pekarangan, menghalau musuh, menundukkan musuh, melindungi ternak, mohon kesembuhan, dll. Demikian pula dengan rerajahan yang banyak ditemukan dalam setiap prosesi upacara agama Hindu yang banyak menggunakan gambar, lambang, simbol,  baik itu yang ditulis di kain, batu, tanah, daun lontar, buah, dll. Semuanya memiliki makna mistik religius. Rerajahan tersebut akan membangkitkan kekuatan alam, kekuatan natural, kekuatan ilahi, sehingga vibrasi suci dan mistik dari aksara dan gambar yang berbentuk rerajahan tersebut akan memancarkan sinar kekuatan atau taksu bagi tanah Bali ini sehingga Bali akan kelihatan lebih bersinar, lebih bergetar, serta lebih metaksu.
            Masyarakat Hindu Bali banyak mewarisi rerajahan yang tertulis dalam banyak lontar, baik lontar agama, lontar usadha, lontar pengeleakan, ataupun lontar yang lainnya. Begitu banyaknya sumber yang ada karena bagi kehidupan masyarakat Hindu Bali, pola kepercayaan dan kehidupannya tak terlepas dari yang namanya rerajahan.
            Ada banyak rerajahan yang dikenal di Bali, tetapi pada dasarnya ada dua, yakni rerajahan yang didasarkan atas aksara yaitu merupakan sebuah rangkaian huruf-huruf atau aksara yang memiliki kekuatan mistik. Seperti dasaksara dan dasa bayu. Kemudian, jenis yang kedua adalah rerajahan yang berupa gambar atau lambang yang disebut dengan tumbal. Kedua macam rerajahan tersebut digunakan baik untuk keperluan upacara yadnya, untuk kewisesan (pengiwa maupun penengen), atau memohon sesuatu seperti perlindungan, kesehatan, atau untuk sarana pengusir hama, dll. Untuk penggunaannya pun ada bermacam-macam cara; dengan cara dipakai di badan sendiri, diletakkan di tempat tertentu seperti di halaman rumah maupun di tempat tidur. Ditanam di pekarangan atau di tempat tertentu pun bisa sesuai dengan maksud dan tujuan dari rerajahan tersebut.
            Rerajahan banyak macamnya, dalam berbagai media, dan untuk tujuan bermacam-macam pula. Ada yang disebut dengan rerajahan linga buana, rerajahan bhuta totok, rerajahan bereare, rerajahan manik usadha, rerajahan penyerung, rerajahan penolak makhluk halus, rerajahan Sanghyang Gangga Osah, rerajahan guru yoni, rerajahan kebo, rerajahan Sanghyang Munda Paksi Gagak, rerajahan kuta raya, rerajahan langlang buana, rerajahan pangroda, rerajahan Sanghyang Bhuta Rajati, rerajahan Sanghyang Asah Gangga, rerajahan Sanghyang Naga Asah, rerajahan Sanghyang Tulapakalias, rerajahan Sanghyang Ongkara, rerajahan Sanghyang Mindara Cakra, rerajahan pada kulit ayam hitam, rerajahan pada nyuh gading, rerajahan Sang Murtia Sang Mina, rerajahan Sanghyang Prabu Asmara, rerajahan Bima Sengara, rerajahan Sanghyang Asmara Jati, rerajahan sedah, rerajahan pengalah tikus, rerajahan untuk tumbal ayam, rerajahan Brahmana Lare, rerajahan Sanghyang Brahma Teguh, rerajahan pengempu rare, rerajahan penolak leak, dll.
            Sebenarnya masih banyak sekali macam rerajahan dalam bentuk gambar yang digunakan dalam kehidupan masyarakat Bali. Entah itu digunakan secara terang-terangan atau yang bersifat rahasia, sehingga dengan demikian arti penting dari rerajahan untuk kehidupan masyarakat Bali sangatlah penting dan sangatlah berarti. Rerajahan telah melindungi masyarakat Bali dari penyakit dari musuh-musuhnya. Rerajahan telah menyelamatkan tanah Bali, membuat tanah Bali menjadi memiliki getaran kesucian yang lebih dibandingkan dengan tempat lain, dan rerajahan telah membuat Bali memiliki aura spiritual yang kuat.
            Boleh dikata bahwa kepercayaan masyarakat yang kental dengan mistik kemudian dijiwai oleh ajaran agama Hindu didukung dengan ritual yang seimbang serta ditambah dengan jnana, manusia Bali sejak zaman dahulu sampai sekarang ini seakan-akan setiap tanah Pulau Bali telah di-rajah. Rerajahan tersebut terpelihara sampai sekarang melalui keyakinan akan ajaran agama Hindu, keyakinan akan saudara empat, keyakinan akan tri hita karana, serta keyakinan akan kekuatan di luar kekuatan manusia. Semua itu telah diharmoniskan sejak zaman dahulu sampai sekarang. Menjadilah Bali seperti yang konon dikatakan oleh para spiritualis sebagai pulau yang bervibrasi spiritual yang kuat, sebagai pulau yang beraura mistis, serta sebuah pula yang bersinar.
            Demikian pula dengan manusia yang menghuninya yang beragama Hindu, semuanya telah di-rajah, baik itu ketika potong gigi atau upacara yang lainnya. Pohon-pohon juga di-rajah ketika tumpek dengan sarana bebantenan yang semuanya merupakan sebuah rerajahan yang dituangkan ke dalam untaian janur. Demikian pula dengan binatang dan benda-benda lainnya yang semuanya telah dimohonkan pasupati melalui banten dan aksara serta rerajahan ketika rerahinan tumpek dan pada hari-hari tertentu lainnya. Maka dari itu, tak salah kalau semua hal yang ada di Bali adalah sebuah produk rerajahan. (ki buyut dalu).   

No comments:

Post a Comment