Roga
berasal dari bahasa Sansekerta berarti: penyakit, sakit, dan cacat badan. Sanghara /Samhara juga berasal dari
bahasa Sansekerta yang berarti menarik kembali; meniadakan; rusak; lebur;
kehancuran; pembinasaan (Mardiwarsito, 1981: 507). Kata bhumi dari bahasa Sansekerta masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna,
kemudian menjadi Bahasa Indonesia dengan perubahan ejaan menjadi bumi. Jadi ROGA SANGARA BUMI
berarti menetralisir atau meniadakan bencana di dunia.
1) Sebab-sebab
malapetaka/bencana terjadi di dunia,
2) Jenis-jenis
malapetaka/bencana yang dapat terjadi di dunia
3) Beberapa ciri akan datangnya
malapetaka/bencana
Menurut lontar Widhi
Sastra yang terdapat dalam RSB, masyarakat Bali setiap lima tahun sekali
harus melaksanakan upacara tawur agung yang disebut dengan Pancawalikrama. Upacara ini dilaksanakan
di Pura Besakih. Dikatakan ini merupakan sabda dan titah dari Bhatara Putrajaya
yang berstana di Gunung Agung.
Sebagai konsekuensi apabila
upacara itu tidak dilakukan, maka Bhatara Putrajaya akan kembali ke Gunung
Mahameru. Dari situ beliau akan menyebarkan segala penyakit mematikan dan dunia
dibuat hancur. Saudara bertengkar dengan saudara, terjadi kerusuhan di
sana-sini. Adapun tujuan dari upacara tawur
agung Pancawalikrama adalah untuk
menghaturkan persembahan berupa jenis-jenis hasil bumi, beberapa satwa, yang
dipersembahkan kepada para dewa dan para bhutakala.
Kepercayaan masyarakat Bali
bahwa dalam kurun waktu lima tahun sudah dapat dipastikan daerah Bali dan juga
daerah lainnya telah terjadi kekotoran. Setidak-tidaknya kekotoran pikiran
manusia (manacika), perkataan (wakcika), dan perbuatan (kayika),
yang menyebabkan bumi kotor (cemer ikang bhuwana). Melalui upacara tawur agung Pancawalikrama diharapkan
para dewa tidak lagi marah dan dapat memaafkan kelakuan manusia. Bumi menjadi
bersih (kaparisudha). Demikian pula para bhutakala dapat
dinetralisir sehingga tercipta kedamaian di bumi (sutrepti ikang rat).
Apabila terjadi bencana alam
secara insidental, dan masyarakat Bali menginginkan kerahayuan jagat, maka dalam RSB disebutkan ada beberapa jenis
upacara keselamatan yang dapat dilakukan: (1) upacara prayascita, yaitu upacara penyucian bumi pada tatanan yang kecil
seperti bangunan pribadi, kebun, dan sebagainya. (2) Guru Piduka, yaitu upacara permohonan maaf kepada para dewa karena
ulah manusia bumi menjadi kotor (cemer), (3) Labuh Gentuh, yaitu upacara penyucian bumi yang tingkatnya lebih
tinggi dari prayascita.
Di sini terlihat apabila
terjadi bencana alam, masyarakat Bali tidak akan ribut sana-ribut sini
menyalahkan orang, pemerintah dan lain-lain. Bencana yang terjadi justru
menyadarkan masyarakat Bali bahwa kita telah banyak mengotori bumi, Para dewa
dan bhutakala marah pada manusia. Untuk itu masyarakat Bali lebih banyak
menyikapi dengan kearifan lokal yang termanifestasikan di dalam RSB.
Upacara-upacara penyucian
bumi segera dilakukan sesuai dengan tingkatan-tingkatannya. Mulai dari upacara penyucian bumi tingkat
rumah tangga, tingkat desa, tingkat kabupaten/kota, dan tingkat propinsi.
Upacara ini ditujukan kepada para dewa, bhutakala, agar sudi memaafkan ulah manusia,
mengmbalikan bumi ini menjadi bersih dan suci kembali. Tujuan yang paling
penting sudah tentu agar tidak lagi terjadi bencana alam atau dijauhkan dari
segala malapetaka.
RSB
juga menjelaskan ciri-ciri atau tanda-tanda alam yang bermuara akan terjadi
sesuatu yang tidak baik. Di samping itu ada pula ciri-ciri atau tanda-tanda
alam yang mengarah ke kebaikan.
Adapun
berikut ini beberapa tanda-tanda alam yang berarti keburukan akan terjadi:
1) Ada pelangi yang masuk ke
keraton dan minum air pada saat hujan. Ini pertanda raja atau pemimpin akan
berumur pendek. Untuk mengantisipasi hal seperti itu harus dibuatkan caru
(kurban) keselamatan.
2) Ada binatang kijang,
menjangan, berlari-lari masuk ke desa, masuk ke rumah-rumah berkeliling. Ini
pertanda buruk bahwa desa itu katadah kala (dimakan bhutakala). Para satwa
itu diperintahkan oleh para dewa karena desa itu kotor, tidak ada rohnya
bagaikan hutan belantara. Untuk mengantisipasi hal itu, penduduk harus segera
membuat upacara selamatan.
3) Kahyangan (tempat pemujaan)
ditimpa pohon, terbakar, diterjang angin puyuh, apalagi saat melaksanakan
upacara yadnya. Ini pertanda buruk dan akan terjadi bencana yang lebih dahsyat.
Masyarakat harus segera membuat upacara prayascita
(penyucian).
4) Ada bintang berekor (bintang
kukus) di langit. Ini isyarat raja atau pemimpin akan kena musibah besar
seperti ajal dalam sebuah pertempuran.
5) Bila ada hujan darah, anjing
melolong-lolong di jalan raya, burung gagak bersuara di malam hari, burung
hantu bertarung dengan burung hantu, ada percikan darah di balai-balai atau di
lantai. Ini pertanda masyarakat akan tertimpa wabah penyakit mematikan. Untuk
menetralisir akibat dari tanda-tanda itu, masyarakat harus segera melakukan
upacara selamatan.
6) Segala hewan piaraan manusia
seperti sapi, kerbau, kambing, dan sebagainya terjadi salah pasangan . Artinya
terjadi perkawinan bukan sesama hewan sejenis, umpama: sapi kawin dengan
kerbau, ayam dengan itik, anjing dengan babi, dan sebagainya.
7) Hal salah pasangan juga
dapat terjadi pada diri manusia seperti: paman kawin dengan kemenakan, ayah
dengan anak, saudara kawin dengan saudara. Ini pertanda bhutakala telah
merasuk ke tubuh manusia. Ini harus
segera dinetralisir dengan upacara penyucian jagat agar bhutakala kembali ke
alamnya.
8) Ada orang melahirkan dengan
wujud yang tidak normal atau aneh, pohon kelapa di halaman disambar petir, pintu gerbang juga disambar petir. Semua tanda-tanda ini
menandakan dunia telah kotor dan rusak. Untuk menetralisir segera dibuatkan
upacara selamatan.
Di samping tanda-tanda
yang menunjukkan alam akan terjadi mala petaka atau alamat buruk, dalam RSB
juga berisi beberapa tanda-tanda yang menunjukkan alamat dunia akan baik,
yaitu:
1) Apabila ada hujan airnya
tanpak kekuning-kuningan, ini disebut dengan madewa sudha (pembersihan oleh dewa). Hujan ini pertanda baik
terutama terhadap orang yang kejatuhan hujan tersebut.
2) Bila ada hujan airnya
keputih-putihan maka ini juga perntada baik. Desa yang kejatuhan hujan seperti
itu akan selamat, seperti segala penyakit akan menjauh.
Gempa adalah salah satu
peristiwa alam yang amat mengerikan dan membuat manusia traumatis. Gempa dapat
terjadi di mana saja, kapan saja, dan
terkadang getarannya kecil tidak membahayakan. Apabila getarannya besar, maka
gempa dapat membuat bumi luluh lantak
(pralaya).
RSB juga berisi tentang
bencana alam gempa beserta baik buruknya berdasarkan sasih (bulan) terjadinya gempa tersebut. Berikut uraiannya:
1) Bila sasih kepitu (Januari) datangnya gempa secara terus-menerus,
menandakan akan terjadi perang tidak henti-hentinya. Berbagai penyakit akan
menimpa masyarakat.
2) Bila sasih kaulu (Februari), dan sasih
katiga (September) datangnya gempa secara terus-menerus, ramalannya
akan terjadi wabah penyakit sampai
banyak orang meninggal.
3) Bila sasih kesanga (Maret) datangnya gempa secara terus-menerus,
ramalannya negara tidak akan menentu. Para pembantu meninggalkan tuannya.
4) Bila sasih kadasa (April), ramalannya negara akan menjadi baik. Ini
berarti sebagai pengundang Bhatara berbelas kasih kepada manusia.
5) Bila sasih jyesta (Mei) dan sasih
sada (Juni), ramalannya akan terjadi banyak orang sakit tidak tertolongkan.
6) Bila sasih kapat (Oktober), sasih
kalima (November) ramalannya sebagai pengundang dewata. Para dewa senang
tinggal di bumi. Bumi akan mendapat kerahayuan. Segala yang ditanam akan hidup
subur dan berhasil (saphala sarwa tinandur). Raja atau pemimpin bijak
dan berbudu rahayu.
7) Bila sasih kanem (Desember), ramalannya banyak orang akan jatuh sakit
tidak tertolongkan. Untuk menetralisir patut segera dibuatkan upacara
persembahan caru selamatan.
Kecuali pengaruh dan ramalan
gempa yang terjadi akan mengarah ke kebaikan, maka gempa yang terjadi dan
berakibat buruk pada kehidupan harus segera dibuatkan upacara caru selamatan.
Gempa yang terjadi pada bulan-bulan yang berbeda dan berpengaruh buruk terhadap
kehidupan manusia akibat marahnya para dewa. Untuk jenis upacara persembahan
selamatan dan ditujukan kepada dewa siapa,
tergantung dari sasih (bulan)
berapa terjadinya gempa tersebut.
suksma untuk infonya. Mohon lebih hal yang dibagi ke masyarakat agar lebih paham dan bisa ambil tndakan yang dianggap perlu sesuai desa kala patra. rahajeng
ReplyDelete