Bagawan
Penyarikan atau Batara Penyarikan adalah putra Sanghyang Parma, yang berarti
cucu Sanghyang Taya. (Sanghyang Taya adalah adik dari Sanghyang Wenang). Betara
Penyarikan mempunyai saudara kandung bernama Bathara Darma yang dikenal sebagai
dewa keadilan. Bathara Bagawan Panyarikan mempunyai suatu keahlian yang tidak
dimiliki para dewa lainnya, yaitu tulisannya sangat bagus serta pandai menulis
cepat.
Bathara
Penyarikan memiliki daya ingatan yang sangat tajam. Apa saja yang pernah
didengar dan dilihatnya akan selalu diingatnya dengan baik. Selain itu ia juga
pandai menyimpan rahasia. Oleh Bathara Guru, Bathara Bagawan Panyarikan
ditugaskankan sebagai juru tulis kadewatan. Mencatat dan mendokumentasikan
semua hasil persidangan dan keputusan yang telah diambil para dewa.
Menjelang
pecah perang Bharatayudha di Tegal Kurusetra antara keluarga Pandawa melawan
keluarga Kurawa, Bathara Bagawan Panyarikan mempunyai tugas dan peranan yang
sangat penting. Bersama Bathara Kuwera, ia ditugaskan mencatat hasil sidang
para dewa yang memutuskan lawan-lawan yang akan saling berhadapan dalam perang
Bharatayuda, serta rahasia kematian setiap senapati perang, baik yang berpihak
pada keluarga Pandawa maupun berpihak pada keluarga Kurawa. Sebagaimana para
dewa lainnya, karena berwujud akyan / badan halus, maka hidup Bathara
Panyarikan bersifat abadi.
Bagawan
Penyarikan di Bali dikenal sebagai Dewa Pengayom organisasi, karena beliau
adalah Dewa Adaministrator yang Agung. Beliau dipuja atau distanakan di
banjar-banjar dengan sebutan Ratu Bagawan Penyarikan, sebagai dewa organisasi,
dalam hal ini banjar. Demikian juga beliau distanakan di Bale Agung sebagai
dewa organisasi pada tingkat desa. Dan semestinya Ratu Bagawan Penyarikan juga
distanakan di setiap kantor pemerintahan di Bali, sebagai pemujaan terhadap
Sekretaris Jendral Kedewatan yang bergelar Ratu Bagawan Penyarikan. Sementara
sekarang semua kantor pemerintahan menstanakan Padmasana. Padahal sejatinya
Padmasana adalah linggih / stana Ida Sanghyang Widhi yang maha “nir” atau maha
“acintya”, tak terpikirkan atau tak terjangkau oleh alam pikiran dan logika
manusia. Mestinya untuk di kantor pemerintah dibangun pelinggih Gedong
Bebaturan sebagai stana Ratu Bagawan Penyarikan, karena kantor adalah sebagai
lembaga fungsional dan lembaga administrasi serta birokrasi. Dan status dari
pura di gedung perkantoran adalah tergolong Pura Swagina atau pura fungsional,
sebagaimana halnya dengan pura melanting di pasar, serta pura subak di sawah.
Namun entah darimana mulai, serta siapa yang memulai, sehingga pura kantor
adalah Padmasana. Artinya, membangun gedong penyarikan di sebuah kantor adalah
untuk memuja Hyang Wdhi dalam aspek sserta fungsi administrasi dan birokrasi.
Maka untuk itu dewanya adalah Ratu Bagawan Penyarikan.
Ratu
Bagawan Penyarikan distanakan di pelinggih berbentuk gedong batu bebaturan.
Dilengkapi dengan wastra poleng, karena beliau adalah sebagai pelaksana tugas
administrasi kedewatan.
No comments:
Post a Comment