I Joblar manusa tiwas nektek (I Joblar manusia terlalu miskin) dengan
tanggungan istri, anak banyak, membuatnya menjadi seorang kepala keluarga sarat
akan beban. Untuk menghidupi keluarganya, I Joblar hanyalah mengandalkan dari nguyeng setir (sopir) bemo jurusan
Kreneng-Sanur PP. Itu yang ia lakuakan dari dahulu sampai sekarang. Dahulu
ketika jaman tidak semaju sekarang, sopir jurusan Sanur-Kreneng memang takjir, karena banjir penumpang. Namun
apa yang terjadi saat ini, semua orang sudah punya sepeda motor maupun mobil
sehingga jarang yang mau naik bemo. Kalau ada orang yang mau naik bemo itu
karena kepepet dan jeleknya lagi, bemo yang ditumpangi tersebuit dipilih yang
agak baru, berisi musik hiburan. Sial sekali bagi I Joblar yang hanya nyetir
bemo brengsek milik bosnya.
Tapi apa boleh buat, hanya itu yang
bisa ia kerjakan untuk menghidupi keluarganya. Kadangkala kalau hari baik ia
dapat setoran lumayan, tapi kalau hari lagi apes bisa-bisa norok uang bensin
alias tidak bawa uang pulang. Begitulah keseharian yang dialami oleh I Joblar
sebagai sopir bemo jurusan Kreneng-Sanur.
Seperti biasa, sopir bemo sekarang
jarang ada yang mau ngantre di terminal, soalnya ngantrenya lama dan seringkali
tidak dapat setoran cukup. Banyak terminal
bayangan (tempat nongkrong) dimana sering ada penumpang.
Diceritakan I Joblar bersama teman-teman
sejawatnya nongkrong di sebuah ruas jalan di Denpasar. Seperti siang hari,
sambil menunggu anak sekolah atau pegawai pulang kantor, ia bersama dengan
temannya mengisi waktu dengan bermain domino. Ada yang ngobrol dan ada juga
yang membawa paito, ngerumus nomor
jitu yang kiranya akan keluar pada hari itu. I Joblar sejatinya jarang membeli
togel. Tapi entah kenapa ketika itu I Joblar tertarik dengan rumus yang
disampaikan oleh temannya yang konon rumusnya tersebut jitu dan sudah beberapa
kali ngukup alias tembus, dapat uang
banyak. Ia tetarik dengan nomor tersebut kemudian membeli dengan jumlah yang
banyak. I Joblar tembak tiga angka, empat angka dan dua angka, sehingga ia
membeli nomor sebanyak seratus ribu. Tumben ia membeli nomor banyak sebegitu karena
saking yakinnya dengan harapan ia akan mendapat banyak uang dan menjadi orang
kaya mendadak.
Diceritakan menjelang malam pengumuman
nomor akan segera mulai. I Joblar dengan perasaan degdegan menanti kabar nomor
berapa yang keluar hari itu. Kemudian datang seorang temannya yang juga seorang
pedagang nomor dan I Joblar menanyakan nomor keluar. Ternyata nomor yang keluar
sama sekali tidak ada mengena dengan nomor yang dibeli oleh I Joblar. I Joblar
mengumpat-ngumpat sendirian dan menyesal. Yang menjadi semakin berat hatinya
adalah uang yang dipakai untuk membeli nomor tersebut adalah uang titipan dari
mertuanya diberikan kepada anaknya untuk uang sekolah besok hari. Keringat
basahnya mulai keluar saat itu.
Brengsek…..brengsekkk……... demikian
katanya dalam hati sambil duduk di bawah pohon mangga yang tidak pernah berbuah
di depan rumahnya. Ia mulai berpikir, bagaimana caranya untuk mendapatkan uang
agar anaknya bisa bayar sekolah. Dan satunya lagi ia merasa malu kalau hal ini
diketahui oleh mertuanya yang sudah berbaik hati membantunya.
Memang yang namanya kepepet, pastilah
pikiran yang bukan-bukan akan keluar. I Joblar mempunyai ide yang mungkin
jarang orang mempraktekkannya. Ia nanti malam akan mencoba untuk nunas nomor ke setra atau pemuwunan.
Dengan pasrah ia datang tengah malam ke setra dimana tak seorang pun yang tahu.
I Joblar duduk di pemuwunan bersila, mengucapkan kata seadanya kepada penguasa
kuburan. Ia bilang begini “uduh Ratu
Betara sane melinggih driki, tyang damuh paduka Betara tiwas nektek, magda
sueca ida ngicenang tityang nomor togel sane jitu empat angka, jagi tumbas
titiang benjang. Mangda tiang dados anak sugih nadak, tur nyidaang mayah utang”.
Demikianlah kasarnya mantra permohonan I Joblar yang polos di pemuwunan malam itu.
Setelah beberapa lama ia mengucapkan
itu, tak ada tanda-tanda ia akan mendapatkan anugrah, ia mulai kesal dan dalam
hatinya berkata. “Peh Betara di sini pripit”(peh… betara di sini pelit).
Demikian dalam hatinya mulai kesal.
Ia hendak menyelesaikan semedinya, karena
tidak ada tanda-tanda apa. Namun ketika ia mau mengangkat pantatnya dari
duduknya, tiba-tiba ada pusaran angin di sekitar tempat tersebut, kemudian
dalam sekejap tampak sinar putih kemerahan muncul di hadapan I Joblar. I Joblar
yang sudah pasrah diam saja mengamati apa yang akan terjadi. Kemudian tiba-tiba
muncul sosok seperti celuluk dalam drama calonarang kepalanya botak rambut
panjang, gigi renggah. I Joblar segera mencakupkan tangan menghaturkan sembah
serta memohon agar apa yang menjadi permintaannya segera dikabulkan. Sosok
celuluk itu berkata hehhh…..hehh…… hehheheh…… apa alih cai mai Blar? Demikian celuluk itu berkata seperti
manusia. I Joblar berkata…. Beh…. ratu
betara pura-pura tak mengerti aja. Kan sudah saya bilang tadi mau mita nomor!.
Mendengar permintaan I Joblar, celuluk
tersebut kemudian tertawa cengengesan. Hahaaaaaaaaaaa…….. cai nagih nomor togel,
kaden kai cai lakar melajah ngeleak”. (kamu minta nomor togel, aku kira
kamu mau belajar ngeleak?)
“Kai
tusing nyidaang ngemang cai nomor. Kai sing ja demen teken nomor togel. Kai
sing ja Betara. Kai sing ja len tuah Dadong Rerod pisagan caine. Haha….ha..”
(Aku tidak bisa memberimu nomor togel yang jitu, soalnya aku bukan penggemar
togel. Lagian aku bukan betara, aku adalah Dadong Rerod tetanggamu.
Hahaha……….haha…..)
Demikian celuluk itu tertawa cekikikan
sambil sekejap menghilang dari pandangan mata I Joblar. I Joblar menjadi kesal
hatinya, ketika semedinya nunas nomor diganggu oleh leak celuluk Dadong Rerod.
Dan hari sudah mulai subuh, ia pulang dengan kesal tanpa mendapatkan apa-apa.
Dengan perasaan kesal dan sedikit
loyo, I Joblar kembali bangun pagi untuk menyetir bemonya menuju terminal
Kreneng-Sanur. Sambil melamun nyetir mobil teringat dengan kejadian tadi malam
dan teringat dengan uang sekolah anaknya yang ia pakai beli nomor. Dalam
kegalauan hatinya tiba-tiba saja di depan terlihat ada manusia putih dengan
hidung mancung mengacungkan tangannya nyetop bemonya. Empat orang touris
menyetop bemonya dan berkata “I want to
go to Nusa Dua. Could you help me?” Demikian tourits tersebut berkata, yang
hanya dijawab yes oleh I Joblar. Ia
tak mengerti apa yang dikatakan touris itu. Karena mendengar Nusa Dua, ia menganggap
bahwa touris tersebut minta diantar ke Nusa Dua. Kemudian tourist tersebut naik
ke bemonya dan diantar ke Nusa Dua. Di sepanjang perjalanan tourist tersebut
menyebut-nyebut nama Putri Bali Hotel. I Joblar berpikir bahwa tujuannya adalah
Hotel Putri Bali. Bemonya pun meluncur ke Hotel Putri Bali. Tourist yang
diantar tersebut merasa senang karena telah sampai di tujuan yang dimaksud.
Kemudian tourist tersebut menyodorkan sejumlah uang kepada I Joblar dan bilang tengkyu sambil melambaikan tangan menuju
hotel tersebut. Ternyata jumlah uang yang diberikan tourist itu sebanyak tiga
ratus ribu rupiah. Sungguh terkejut I Joblar. Antara senang dan terharu
hatinya. Ia segera pulang dengan lega dan terharu. Mungkin ini anugrah dari Ida
Betara pemuwunan tadi malam. Bukan
nomor yang diberi tetapi uang tunai. Dalam hatinya I Joblar berkata, tidak akan
memberi nomor lagi, dan akan selalu bersyukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Kemudian ketika sampai di depan
rumahnya mau memarkir bemo, tiba-tiba saja Dadong Rerod menyapanya.
I Joblar jadi teringat lagi dengan
peristiwa kemarin malam dengan Celuluk Dadong Rerod. Dadong Rerod berkata
“Blar…. de ngorta unduk ane ibi sanja apang sing dadong lek” (Joblar jangan
menceritakan peristiwa kemarin malam agar Dadong tidak malu).
Disahut oleh I Joblar “tenang gen dong. Cang sing ja lakar ngorta.
Keto masih apang dadong tusing ngorta teken unduk icange di semane ibi sanja”.
(Tenang saja nek, saya tak akan cerita kepada orang lain. Demikian pula agar
nenek tak menceritakan apa yang saya lalukan kemarin malam di kuburan).
Demikian kedua oknum tersebut menjalin kesepakatan
rahasia dan keduanya saling mengangguk, dan berlalu.
No comments:
Post a Comment