kanduksupatra.blogspot.com.
Ketika kecil, sering diperdengarkan cerita berjudul “silih dalih”. Kisah kehidupan binatang yang dipersonifikasikan
sebagai manusia. Berawal dari kebiasaan dari I Kedis Blatuk (burung Belatuk) setiap
pagi membunyikan “kulkul bulus”
(mematuk-matuk kayu di dekat sarangnya) yang membuat semua masyarakat hutan
menjadi geger. Lalu datang I Capung Bangkok membawa “tumbak poleng” (ekornya bagaikan tombak berwarna hitam putih)
dengan wajah beringas. Ketika ditanya mengapa I Capung Bangkok membawa “tumbak poleng”, karena I Blatuk “nepak kulkul bulus”. Sekarang yang
menjadi terdakwa adalah I Kedis Blatuk. Yang diinterogasi sekarang adalah I
Kedis Blatuk. Mengapa I Blatuk Ngulkul, karena I Kunang-kunang “ngaba api” (membawa api). Sekarang
beralih yang menjadi terdakwa adalah I Kunang-kunang. “Mengapa kamu membawa api
yang membahayakan isi hutan bisa terbakar?” I Kunang-kunang menjawab,” Aku
membawa api malam-malam, karena khawatir terperosok ke dalam lubang yang dibuat
oleh I Beduda (kumbang tanah)”. Kemudian kasus beralih, yang menjadi terdakwa adalah
I Beduda. I Beduda diadili dan ia berkelit dengan alasan bahwa lubang yang ia
buat untuk melindungi diri karena I Kebo (kerbau) selalu membuang kotorannya
sembarangan di jalan. Nah, kemudian kasus merembet kepada I Kerbau yang
kemudian diadili. Kerbau yang dungu dan tak bersalah tersebut tak dapat
berdalih dan berkelit dari permasalahan yang sebenarnya ia tidak tahu. Karena
kebodohan I Kebo berdalih, maka ia dinyatakan bersalah atas semua kasus yang
terjadi. Akhirnya I Kebo menjadi pesakitan dengan dicocok hidungnya. kanduksupatra.blogspot.com.
Ini
adalah sebuah cerminan dari dunia binatang yang tak bedanya dengan apa yang
terjadi dalam masyarakat saat ini. Suasana menjadi riuh rendah ketika dimulai
oleh seseorang yang meletupkan masalah (istilah kerennya “provokator”) dalam
hal ini adalah I Kedis Blatuk. Provokasi lalu memunculkan aksi-aksi masyarakat
di kalangan akar rumput yang sejatinya tak paham dengan akar permasalahan
(diwakili oleh I Capung Bangkok). Aksi ini menuding salah satu sasaran
tembaknya (diwakili oleh I Kunang kunang). Sasaran tembak ini pun tak tinggal
diam, dia kemudian mengalihkan sasaran tembak kepada mereka yang tak disukai (I
Beduda misalnya). Dan ketika sasaran tembak ini tak bisa berkelit, maka dengan
terpaksa ia harus menuding temannya untuk dijadikan kambing hitam (diwakili
oleh I Kebo).
Sibuk
untuk saling tuduh, saling tunjuk hidung, saling menyalahkan, selalu
melimpahkan kesalahan kepada pihak lain, dan seringkali merembet keluar
permasalahan, sehingga permasalahan yang sebenarnya menjadi kabur. Semuanya menunjukkan
dalil-dalil dan bukti-bukti “pembenaran” (bukan kebenaran). Ketika bukti
pembenaran terasa lemah, maka secepat kilat menggiring isu ke wilayah lain
dalam rangka pengaburan masalah. Masyarakat menjadi bingung dibuatnya. Ujung-ujungnya
yang menjadi pesakitan, yang menjadi korban adalah rakyat kecil, rakyat miskin yang
bodoh.
Fenomena
silih dalih akan tetap berlangsung
dan membudaya, sampai-sampai sang pengarang jaman dahulu mengarang cerita “Tantri”
menyindir prilaku manusia yang curang dan mau menang sendiri, tak pernah berani
secara jantan mengakui kesalahan.
Weleh…
weleh….. dasar Gumi Capung Bangkok.
Silih dalih, saling tuduh.... #kanduksupatra.blogspot.com / ki buyut dalu#.
#OriginalArtikelByKanduk
#OriginalArtikelByKanduk
No comments:
Post a Comment