Thursday, March 5, 2015

I Malong Memisuh Dewan Ceki




Mungkin hari itu hari yang apes buat I Malong. Pasalnya, semenjak pagi sampai sore, sama sekali tidak pernah ngenen dalam meceki. Ia kalah ratusan ribu, keringat dingin mengucur dari tubuhnya sambil menghujat. Naskeleng, naskeleng sing taen ngenen.  Begitu dia mencak-mencak di hadapan para pejudi lainnya, sambil bubaran.
Tak tahan dengan kesal hatinya, Malong menghujat sejadi-jadinya. Dia menyebut dan menghujat Dewan Ceki dengan kalimat yang tidak etis kalau disebut. Ia berbicara dengaan setengah sadar, karena kesalnya. Ia pun tidak pernah berpikir apa yang dikatakannya.
Cerita kemudian berlanjut, sampai ia pulang ke rumahnya. Ia seorang teruna bagus genjing cara rejuna negak Yamaha, tidur sendirian di sebuah kamar di pekarangan milik orang tuanya. Kebetulan pula posisi kamar tidurnya di atas bekas saluran air, yang menurut kepercayaan orang Bali agak tenget. Dengan hati panas ia mencoba tidur. Setelah beberapa saat maka tertidurlah. Ia merasakan matanya tertarik untuk terpejam dan tidur.
Setelah tertidur sebentar, ia merasakaan ada sesosok bayangan putih keluar dari plafon rumahnya. Mereka ada beberapa orang. Satu memegang kepala dan menutup mulutnya. Yang lain memegang tangannya, seperti ada yang memperkosa. Keringat dinginnya keluar. Ia mencoba untuk melawan, untuk melepaskan dirinya. Namun ia sudah dikuasai oleh mahluk-mahluk niskala tersebut. Mahluk tersebut “Bagaimana, jadi kau memperkosa diriku? Demikan mahluk tersebut berbicara seperti apa yang dikatakan I Malong ketika menghujat Dewan Ceki tadinya. Apa yang dikatakannya tadi sore, diulang oleh mahluk tersebut. Mahluk tersebut juga menelanjangi I Malong, seperti orang mau memperkosa.
Semakin takut dan berkeringat I Malong. Ia mau berteriak minta tolong tapi nggak bisa. Dalam keadaan tertawan oleh mahluk halus tersebut, tiba-tiba muncul lagi dari atas platfon rumah sesosok mahluk seperti anak kecil, gundul dan berkata ”bisa mantram gayatri? Kalau bisa ucapkanlah tiga kali”. I Malong dalam hatinya mengatakan tidak bisa. Namun dalam sekejap ia ingat bahwa ia pernah diajari gayatri mantra oleh seorang temannya. Dengan ingatan yang seadanya ia kemudian mengucapkannya dengan sekuat tenaga di bawah tekanan mahluk halus tersebut. Setelah ia mengucapkan mantra gayatri tersebut sebanyak tiga kali, maka kekuatan dari mahluk halus tersebut satu-persatu melepaskan diri dan akhirnya lenyap. Demikian pula dengan sosok kecil gundul tersebut menghilang.
Dalam keadaan sudah bebas, ia terbangun dan sadar. Didapati dirinya telah duduk dengan nafas terengah-engah, dengan keringat bercucuran. Satu lagi, ia tak sadar kalau ia sudah ngompol membasahi pakaian dan tempat tidurnya. Dengan tak berpikir panjang, ia lari kencang ke rumah tempat orang tuanya tidur yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari tempat tidurnya. Ia kemudian tidur bersama meme-nya sampai pagi.
Keesokan harinya ia menceritakan secara panjang lebar kejadian yang dialaminya tadi malam. Ia merasa kapok memisuh (menghujat) Dewan Ceki. I Glebug yang mendengarkan cerita itu menjadi terbatuk-batuk akibat tawanya yang lebar mendengar I Malong kaenceh-enceh juk ancangan dewan ceki (terkencing-kencing ditawan parjurit dewa judi). I Glebug berkata “Di Bali, Dewa itu untuk disembah mohon keselamatan bukan untuk dicaci-maki. Semua benda memiliki Dewa. Semua kegiatan memiliki Dewa seperti Dewan Ceki atau dewan judi, atau orang Bali bilang Dewan Tajen. Sing dadi macem-macem, sing dadi ngawag-ngawag melaksana, sing dadi cah-cauh memunyi, Bali gumi tenget”.
Dengan gaya iklan masyarakat di Televisi lokal Bali I Glebug mengakhiri katanya sambil tertawa “Sing ja lelipi to yan”.

No comments:

Post a Comment