Friday, March 27, 2015

Komoh, sajian para Bhairawa




Komoh adalah olahan kakhas Bali yang terbuat dari daging mentah dicincang halus, diberi bumbu, lalu diseduh dengan air panas. Air seduhan daging cincang tersebut lalu diisi dengan darah segar, diisi garam secukup. Untuk mengkonsumsi komoh harus menggunakan cawan atau mangkok kuah, dengan cara disiup (minum langsung dari mangkok). Kalau dahulu menggunakan mangkok kau (batok kelapa).  
Kalau melihat bentuknya yang cair dan berwarna merah, maka komoh adalah simbolisasi dari darah. Sesuai dengan tradisi bhairawa yang berkembang di tanah Bali seperti yang terdapat di dalam patung bhairawa di Pura Kebo Edan dimana patung tersebut membawa mangkuk darah. Ini artinya bahwa praktek penggunaan darah sangat lekat dalam ritual Bhairawa Kuno. Dengan meminum darah, sebagai persembahan kepada Bhairawa untuk mendapatkan anugrah kekuatan dari Dewa Pujaan penganut Bhairawa yakni Dewi Sakti atau Dewi Durga.
Praktek ini masih berkembang sampai sekarang namun dalam bentuk olahan yakni berupa komoh. Komoh adalah daging mentah yang dicincang halus kemudian diambil airnya, dicampur dengan darah, sehingga kelihatannya merah cair. Kemudian untuk aroma diberikan bumbu yang sangat keras seperti rempah-rempah dan merica serta rasa yang pedas. Sehingga kalau diamati, seseorang yang makan komoh, persisi seperti Sang Kala Bhairawa yang sedang meminum darah. Apalagi dilengkapi dengan olahan lainnya seperti lawar yang notabene adalah daging, dan kuah ares yang dilengkapi dengan balung sebagai simbolisasi daging dan tulang belulang. Ditambahlan dengan rasanya yang pedas dan aroma yang khas, maka akan menambah sensasi dari penikmatnya serta menambah sensasi para pemuja Bhairawa.
Dengan komoh, tersebut diharapkan mendapatkan kekuatan secara jasmani, serta mendapatkan kekuatan rohani dan sudah tentu mendapatkan kewisesan karena telah mempersembahkan darah kepada Sang Bhairawa sebagai sumber kekuatan atau kesaktian.

Dalam aspek sosial, mebat atau ngelawar, atau lawar memiliki makna yang dalam ketika menjalai kehidupan bersama di dunai ini. Bagaikan lawar, terdiri dari berbagai macam komponen, bahan, bumbu, daging, dll. Ini sebagai simbolisasi dari kenakeragaman sifat, bentuk, karakter manusia dalam masyarakat. Semua bahan diolah, dipadukan sesuai dengan porsi masing-masing, sehingga menjadi suatu adonan yang memiliki aroma sedap serat rasa yang enak, dan menyehatkan, serta menimbulkan gairah atau semangat. Bahan-bahan dalam lawar tersebut menyatu saling melengkapi, saling mengisi sehingga menjadi suatu adonan yang sempurna. Demikian pula dengan masyarakat, secara individu memiliki karakter masing-masing, memiliki kelebihan masing-masing. Namun dalam kehidupan bersama, maka manusia mesti mengikuti seperti lawar. Artinya manusia mesti saling melengkapi, saling mengisi, bersatu, sehingga menjadi suatu kumpulan masyarakat yang saling membantu, saling mengasihi, saling menghormati, sehingga menimbulkan suatu hal yang menyenangkan. (Kand).

No comments:

Post a Comment