Suatu malam, dua orang pemuda yakni Yan Jubel
bersama De Ancruk datang dari rumah temannya mau pulang. Mereka berdua naik
sepeda motor, namun sebelumnya ia mampir dulu ke rumah temannya yang satu lagi
yakni Man Blauk. Rumah Man Blauk agak jauh di dalam gang sempit. Karena di
dalam gang sulit untuk memutar sepeda motor, maka mereka bedua memutuskan untuk
menaruh sepeda motor di pinggir jalan di depan gang, mereka lalu masuk berjalan
kaki ke dalam gang yang masih tanah alias belum dipaving.
Suasana gang itu memang agak gelap,
karena maklum gang sempit dan yang menghuni di sana adalah mereka dari golongan
ekonomi lemah. Jai yah.. seadanyalah gang tersebut. Gang itu cukup panjang dan
minim penerangan. Suasana ketika itu adalah hari pemapag kajeng kliwon, dan
waktu telah menunjukkan sekitar pukul sebelas malam. Mereka berdua melangkahkan
kakinya di kesepian malam di gang tersebut. Hanya ada beberapa ekor anjing di
depan rumah penduduk menggongong sebentar, lalu menghilang masuk ke rumah
majikannya. Mereka terus melenggang digang sempit.
Nah sampai kira-kira dua puluh meter sebelum
rumahnya Man Baluk, tepat di sana ada
sebuah pohon yang agak besar tumbuh di pinggir gang. Tiba-tiba mereka berdua
merasa gelap sekali, semakin melangkah semakin gelap, sampai akhirnya mereka
berdua tak melihat apa-apa, tak melihat jalan dan tak melihat rumah. Mereka
berdua bingung mau melangkah kemana.
Yan Jubel pernah mendengar cerita
kakeknya tentang orang yang tiba-tiba mengalami kegelapan pada malam hari.
Kakeknya bilang kalau mengalami kegelapan tiba-tiba di malam hari, berarti di
sekitar tempat tersebut sedang ada yang ngeleak. Maksudnya agar orang ngeleak
tersebut tak terlihat oleh orang yang sedang lewat tersebut. Atau bisa saja
ilmu kepetengan tersebut digunakan untuk menjebak orang yang lewat atau sasaran
yang akan dicelakai.
Kakeknya bilang bahwa kalau sedang kena pepetengan, maka lebih baik nyongkok atau tidur di tanah. Kemudian
ambil segenggam tanah, lalu lemparkan ke atas. Lakukan hal tersebut sebanyak
tiga kali tak boleh kurang tak boleh lebih, serta tanah yang sudah digenggam
tersebut tak boleh dilepas lagi sebelum dilempar. Artinya sekali gauk atau genggam langsung dilempar.
Maksudnya secara filosofi menurut kakeknya bahwa orang tersebut memohon
perlindungan kehadapan Hyang Ibu Pertiwi agar tak terkena celaka dan pengaruh
kegelapan tersebut agar sirna. Demikian ia teringat dengan cerita kakeknya
Teringat dengan hal tersebut, Yan Jubel menyuruh
De Ancruk untuk merunduk dan tidur di tanah berhimpitan. Lalu Yan Jubel
mengambil tanah berdebu segenggam lalu dileparkan ke atas sembarangan. Genggaman
kedua dilempar lagi. Ia mengambil lagi yang ketiga kalinya, namun tanah yang ia
genggam tersebut agak belek dan lengket, lalu dilemparkan ke atas. Pada saat
lemparan yang ketiga itu, suasana menjadi berangsur galang dan mereka dapat melihat gang itu kembali. Terlihat olehnya
tembok dan pintu rumah Man Blauk. Mereka berpikir “syukurlah, kegelapan tersebut
sudah sirna, berkat cerita si kakek terdahulu. Ternyata benar bahwa apa yang
dikatakan kakek itu”. Demikian dalam hal Yan Jubel.
Kini ia sadar setelah mengambil tanah tiga
kali itu ia merasakan ada yang belek yang ia genggam. Ia memeriksa tangannya
dan ternyata baunya memang tak enak alias bengu.
Rupanya pada genggaman terakhir tadi, yang ia
saup itu adalah tain cicing
yang kebetulan ada di gang. Pantesan baunya keras sekali. Mereka lalu
cepat-cepat masuk ke rumah Man Blauk dan mencuci tangan di sana. Mereka tak
menceritakan kejadian itu pada Man Blauk.
Diceritakan mereka di rumah Man Blauk
sebentar saja, sudah itu balik lagi. Mereka was-was, jangan-janagn terkena
kepetengan lagi. Ternyata tidak. Sampai akhirnya mereka sampai di depan gang
dan menghidupkan sepeda motor dan kembali ke rumah masing-masing.
Sampai di rumah, Yan Jubel berpikir
tentang apa yang ia alami tadi. Ia mengingat cerita kakeknya terdahulu. Dan
trenyata benar. Namun yang ia pikir lagi, kok bisa tanah itu membuyarkan
kegelapan. Yan Jubel berpikir, jangan-jangan leak waktu itu ada di atas kepala
kita, sehingga lemparan tanah atau debu tersebut mengenai mata leak tersebut,
sampai-sampai sepenan. Lalu tak tahan
dan lari menghilang. Apakah benar karena tanah?. Atau jangan-jangan lemparan
terakhir yang tak sengaja adalah gumpalan tai
kuluk yang membuat leak peteng
tersebut menjadi kalang kabut. Entahlah, yang jelas teori itu benar dan ia
selamat dari sekapan leak peteng itu.
Keesokan harinya, Yan Jubel dicari lagi
oleh De Ancruk, untuk mengambil barang di rumah Man Blauk. Ia kembali berjalan
berdua di gang, namun pada siang hari. Ia mengingat lagi kejadian tadi malam,
di bawah pohon di gang tersebut. Waktu itu tampak olehnya bekas genggaman
tangannya masih tampak di sana, dan lucunya lagi masih tampak bekas gompesan tanganya pada tahi kuluk yang masih sebagian. Melihat
itu Yan Jubel menjadi geli dan tertawa dengan apa yang ia lihat.
Dalam kekonyolannya di gang kemarin,
tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh
sapaan seorang perempuan yang tengah umur lebih. Orang itu sambil membawa kapas
dan menguasa matanya yang merah berkata kel kija gus?”
Dijawab oleh mereka berdua
“tyang ngerereh Man Blauk”
Di jawab lagi “oh, mu naee keme, ia asane
ada jumahne”
Perempuan tersebut sambil lalu menyahut
dan kecah kecuh.
Yan Jubel dan De Ancruk heran, mengapa
orang itu akrab dengan dirinya, padahal ia tak kenal dan tak pernah melihat
sebelumnya.
Namun dalam sekejap Yan Jubel teringat
dengan kejadian tadi malam. Ia sadar kalau orang tadi itu mengusap matanya
dengan kapas, dan orang tersebut kayaknya sakit mata. Yan Jubel berpikir,
jangan-jangan orang yang menyapa tadi itu adalah orang yang berada di kegelapan
malam tadi. Mungkin mata mereka kena semburan debu tadi malam. Mungkin pas
matanya yang kena sehingga sepenan, lalu
lari. Atau mungkin juga terkena tai kuluk
yang ia lempar pas kena mulutnya, sehinga sampai hari ini ia masih mual mau
muntah terkena tahi kuluk. Haaaa…. Bisa jadi.
Ketika dilihat kembali, ternyata
perempuan tersebut sudah keluar dai gang dan tak tampak lagi. Bah kemungkinan
besar memang dia yang menjadi leak tadi malam. Tapi sekarang ia mencoba untuk
menemui orang yang melemparnya dengan tanah tadi malam. Maksudnya mereka akan
menyapa dan kalau yang disapa itu menyahut, maka secara tak langsung mereka
sudah mendapatkan obat ari orang yang membuat dirinya sakit. Dan kalau mau
sembuh cepat, maka yang bersangkutan biasanya minta sesuatu pada orang yang
telah membuatnya sakit. Apabila diberikan entah itu makanan, minuman, atau yang
lainnya, yang penting dikasi minta maka akan sembuh segera.
Mungkin dadong tadi gengsi meminta
sesuatu karena belum kenal, dan agar tak kentara kalau yang menjadi leak
kemarin adalah dirinya, sehingga dengan sapaan saja sudah cukup, walaupun nanti
sembuhnya agak lama. Haa… lebih baik sembuh lebih lama, daripada malu kentara
jadi leak. Saja masih…. “betul juga”.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete