Friday, August 21, 2015

Sarana Penerangan Uyak Meng



 Kalau orang Bali punya gawe tanpa bumbu mistik, maka tak sedap rasanya, tak mantap kesannya. Coba saja…. Setiap orang Bali punya karya, apakah itu panca yadnya, dll, pastilah kental dengan dunia mistik, dunia gaib. Bagaimana tidak, baru ketika merencanakan sebuah yadnya, yang dipertimbangkan pertama adalah hari baik, baru kemudian mempertimbangkan situasi seperti keamanan, hujan, dan sebagainya. Si Mpu Gawe (yang punya hajatan) mulai merancang agar karya yadnya mereka tak mendapat banyak halangan. Apalagi misalnya seseorang yang merasa dirinya ada yang menaruh iri hati, tak disukai, atau disinyalir banyak yang ewer alias iseng, suka mengganggu guna menggagalkan yadnya yang digelar.
Dari pola pikir seperti itu, bisa dikatakan orang Bali selalu dihantui pikirannya oleh sesuatu yang berbau mistik, sesuatu yang menyeramkan, menakutkan dan fatal ketika menyelenggarakan karya yadnya. Rupanya rasa iklas, rasa pasrah, atau mungkin tak percaya dengan kekuatan Ida Betara di sanggah dan Ida Betara Sesuhunan, sehingga seseorang yang menyelenggarakan karya yadnya selalu mencari yang namanya pengabih. Yang namanya penjaga karya, pengabih waaaahhh…. heebbaaaatttt…… seseorang dengan keyakinan dan kekuatannya berani tampil di rumah seseorang untuk menjaga keselamatan karya yadnya seseorang.  Apa kira-kira kekuatan yang dimiliki oleh orang tersebut?.
Apakah mereka hanya berbekal manik-manik sebagai jimat yang meyakinkan mereka? Ataukah mereka memang mengetahui medan gaib sehingga ia bisa memperhitungkan kekuatan lawan jika ia nanti mendapat serangan gaib. Entahlah, yang jelas yang namanya pengabih dengan still yakin mereka menjajal suatu kawasan, bahwa kawasan itu adalah dibawah kendalinya secara gaib. Entah apa yang membuat mereka begitu yaknin dengan sesuatu yang tak kelihatan.
Bicara tentang pengabih, ada baiknya berkaca dari I Balian Sengap (bukan nama sebenarnya). Sesuai namanya Balian Sengap memang krosokan, alias tak bisa diam, dengan kata yang agak sesumbar mengenai hal yang berbau gaib. Kalau urusan gaib, ia selalu menyatakan diri paling depan, nomor satu, paling senior, dan berpengalaman dalam dan luar negeri. Mungkin kalau ada pengalaman yang lebih hebat, ia akan bilang punya pengalaman luar angkasa di atas angin. Demikian sesumbar dari I Balian Sengap.
Pada suatu hari ia dimintai tolong menjaga secara gaib di rumah I Ketut Bagus Raos Lemuh (bukan nama aslinya). Waktu itu ada acara metatah anaknya. Undangan pagi-pagi sudah banyak yang datang, karena I Ketut Bagus Raos Lemuh rajin menyama braya. I Balian Sengap sedari kemarin malam sudah menetralisir, membersihkan areal upacara dengan keuatan gaib yang ia miliki. Ia sudah matur pakeling di tugu dan di sanggah yang punya gawe.  Ia sudah mempersiapkan sarana pekakas pelindung dan penyengker gaib di sela-sela bagian atas tempat metatah, berupa bebuntilan. Termasuk juga di sanggah ia telah menyiapkan sarana untuk nerang ujan. Menurut Ketut Nyanyad ia mempersiapkan dua buah sarana penerangan berupa jun (tempayan) berisi air, yang satunya berupa tabia (cabe) yang ditusuk-tusuk. Pokoknya malam itu sudah bersih dan sudah beres. Tinggal menunggu hari H.
Diceritakan keesokan harinya pada hari H para tamu sudah banyak yang datang. I Balian Sengap tampil mentereng sebagai pengabih karya. Pakaiannya khusus, jeriji tangan penuh dengan bungkung (cincin sakti). Ia duduk di dekat dengan tempat orang metatah. Ia mencoba mengontrol situasi. Sebagian undangan bertanya, siapa gerangan orang ini. Dan sebagian lagi bisa menebak bahwa orang ini adalah pengabih karya. Prosesi metatah pun berjalan hidmat, tanpa ada keraguan dan rasa was-was dari penyelenggara karya akan adanya gangguan gaib. Sebab boleh dikata Balian Sengap terkenal memiliki kemampuan tinggi di bidang itu.
Pada saat acara metatah berlangsung, sangging (tukang tatah) dan para pendamping dikejutkan dengan sebuah benda berbentuk bebuntilan terjatuh dari atas orang metatah, lalu mengenai yang metatah. Kontan saja yang metatah dan sangging serta keluarga terkejut keheranan. Benda apa itu? Kenapa terjatuh saat metatah. Jangan-jangan ada yang berniat tak baik dan membahayakan bagi yang metatah. Pada waktu itu memang di atas ada seekor bikul yang sedang melintas. Mungkin saja bikul itu yang mendorong atau menggigit bebuntilan yang diselipkan di atas. I Ketut Bagus yang punya gawe segera untuk memunggut dan menyelamatakan benda bebuntilan tersebut, karena ia yang menaruh bebuntilan tersebut saat tengah malam kemarin atas perintah dari Balian Sengap, yang tujuannya untuk melindungi.
Balian Sengap mengetahui bebuntilannya terjatuh, ia sedikit panik dan segera mengambilnya dari Ketut Bagus, sambil dalam hati berkata “sialan, kok barang ini bisa terjatuh” demikia ia kesel dalam hatinya. Ia sedikit kawatir juga, jangan-jangan ada serangan gaib menyerang. Sedangkan bebuntilannya sudah jatuh. Ia mencoba menlindungi orang yang metatah dengan mengerahkan semua kekuatan batinnya, sampai-sampai ia kelihatan peluh pidit, panas tak karuan. Padahal undangan yang lainnya sejuk-sejuk saja. Pemandangan itu memang dilihat oleh undangan yang lainnya.
Setelah aman dengan situasi tersebut, I Balian Sengap sedikit merasa nyaman di tempat duduknya. Namun tiba-tiba saja kembali ia dikejutkan oleh bisikan dari seseorang yang ditugaskan untuk menjaga banten penerangan di sanggah. Jun (tempayan) yang ditempatkan di bawah sanggah kemulan berisi air dan bunga pucuk bang tersebut terjatuh ditabrak meng buang (kucing birahi) yang berkejar-kejaran. Ia kembali panik, masalahnya hari itu memang agak mendung musim hujan. Betul saja hujan mulai gerimis, ketika sarana penerangannya uyak meng. Ia kembali peluh pidit mengerahkan kekuatan batinnya nunasica kehadapan Ida Betara agar hujan terhenti sejenak, sambil ia menyiapkan sarana penerangan yang kedua berupa tabia (cabe ditusuk) dan banten. Ia menyelinap ke tugu di sanggah, dengan segala ritualnya untuk memohon penerangan. Suasana menjadi terang kembali. I Balian Sengap kembali ke tempat duduknya, sambil sedikit kesal dengan ulah kucing birahi tadi.
Setelah beberapa saat berlangsung, tiba-tiba saja di langit, awannya terasa semakin tebal, hampir gerimis. I Balian Sengap mencoba untuk menyelinap kembali ke sanggah, kembali ia kaget melihat sarana penerangannya berupa tabia sedang di-gotol-gotol (dipatuk) oleh ayam dan benten penerangannya di-kehkeh (dikorek-korek) oleh ayam-ayam tersebut.  Sedangkan yang disuruh menjaga banten sedang kencing. Waduh kembali I Balian Sengap panik dan semakin kesal, sebab sudah sekian kali ia mengalami gangguan. Hujan gerimispun mulai turun, walau tak lebat. Dengan kemampuan seadanya, dengan canang sari yang tersisa I Balian Sengap mencoba nunasica agar diberikan terang cuaca.  Tapi karena saking jengkelnya dengan binatang-binatang tadi, akhinrya konsentrasi mulai buyar, akhirnya hujan lebat pun mengguyur. Para tamu yang tadinya di natah duduk rapi menjadi berhamburan mencari tempat teduh.
Ia kesal setengah mati dengan binatang-bianatang yang mencoba mengganggu menggagalkan upaya nyengker karya. Tapi ada hal yang lain yang terjadi. Bahwa orang yang ada di samping I Balian Sengap selalu tersenyum sedari pagi. Orang itu sebenarnya bukan orang biasa, tetapi sejatinya ia memiliki kewisesan (ilmu tinggi) yang tinggi. Orang itulah yang mencoba dengan kekuatan batinnya menggiring tikus yang kebetulan lewat untuk nomplok gegemet yang dipasang oleh I Balian Sengap. Demikian juga dengan meng (kucing) yang nabrak jun, serta ayam-ayam merusak sarana penerangannya. Orang itu mungkin berkata dalam hatinya “pang tawange asane, (biar tahu rasa). Berani-berani menjajal daerah kekuasanku”.
Mungkin orang itu bukan mengganggu karya yadnya, tetapi hanya ngencanin (ngerjain) Balian Sengap yang ngaku hebat. “Pang pesu yeh jitne nerang (biar sampai mencret ia nerang)”, atau “pang pesu peluh gidatne nyaga (biar keringatan dia menjaga)”.
Yah…begitulah kisah I Balian Sengap yang mungkin agak apes ketika menjalankan tugas niskala. Selama ini ia belum pernah mengalami hal aneh seperti ini. Ia belum pernah kalah dengan ilmu manusia sakti, justru ia dibuat kesal oleh binatang-binatang yang membuat semua pekerjaannya menjadi buyar.
Berarti yang lebih hebat dan sakti itu adalah binatang tadi….  Demikian tamu yang sedari pagi itu senyum-senyum berkata dalam hati.
Setelah karya tersebut, I Balian Sengap jarang kelihatan. Konon ia terbaring di rumah tak enak badan. Ia sakit bukan karena kalah sakti, tetapi tensinya naik akibat emosi dan sangat kesal dengan ulah binatang-binatang yang mengganggunya dalam acara tersebut. Akibat ulah binatang itu, reputasi I Balian Sengap menjadi jatuh dan tercoreng. Padahal I Balian Sengap sendiri yang salah. Pasalnya pelinggih dimana ia menempatkan banten penerangan, adalah dulunya tempat bertelurnya ayam tuan rumah. Mungkin saja banten penerangan I Balian Sengap dikira bengbengan alias sarang tempat bertelur ayam tersebut. Sial…. Sial, memang sial I Balian Sengap. Tapi apa boleh buat. 
Berita ini menjadi heboh sekaligus menjadi lelucon di kalangan masyarakat umum. I Made Mangku Suastika berkomentar “Aaahhhh, mestinya binatang tak perlu disalahkan, mereka tak punya pikiran dan mereka tak peduli apa itu banten, apa itu gegemet, apa itu upacara metatah…. Mereka tak peduli. Masalah hujan atau tidak, itu sudah kehendak alam, mentang-mentang ngatur alam. Kalau sudah pemanasan global seperti sekarang ini siapa yang tanggung jawab.
Dek Dung, ngomong masalah kesaktian, yaah…. semua ada batasnya dan semua ada penudane (penempurnya)” Orang tua bilang, de sesumbar, de ajum-ajuman, malajah keririhan dadi, yan dadi baan ngidih de merasa paling ririhe. Sawireh nu mecunguh arep tuwun. Jangan sesumbar, jangan main-main. Belajar kanuragan boleh namun jangan merasa diri paling hebat. Sebab hidung masih menghadap ke bawah…. Artinya masih menjadi manusa matah yang masih serba lemah dan banyak kekuarangannya. Demikian Tut Dung sambil lewat. (Ki Buyut /Inks).



No comments:

Post a Comment